
Fed Fund Rate Makin Mendekati Suku Bunga Acuan Bank Indonesia

Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia
Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%-5,5% pada Federal Open Market Committee (FOMC), Rabu (26/7). Pasar tenaga kerja dan tingkat inflasi yang masih belum sesuai target menjadi pertimbangan Fed mengerek suku bunga acuan ke level tertinggi sejak 2007.
Dalam pernyataan resmi, Fed menyampaikan aktivitas ekonomi telah menggeliat tetapi dalam kecepatan yang moderat. Pertambahan pekerjaan telah kuat dalam beberapa bulan terakhir dan tingkat pengangguran tetap rendah dan tingkat inflasi tetap tinggi.
“Komite berupaya untuk mencapai lapangan kerja maksimum dan inflasi pada tingkat 2% dalam jangka panjang. Untuk mendukung tujuan ini, Komite memutuskan untuk menaikkan kisaran target Federal Funds Rate menjadi 5,25% hingga 5,5%,” tulis Fed.
Komite akan terus menilai informasi tambahan dan implikasinya terhadap kebijakan moneter. “Komite sangat berkomitmen untuk mengembalikan inflasi ke target 2 persennya,” tulis Fed.
Kenaikan Fed Fund Rate (FRR) ini sudah sesuai dengan perkikraan. Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan FRR akan naik sebesar 25 basis poin pada Juli ini dan kembali naik pada September 2023 sebesar 25 basis poin.
Bila September nanti FRR juga akan naik 25 basis poin, maka akan sama dengan BI 7-Day Reverse Repo Rate – suku bunga acuan Bank Indonesia.
Meski tak ada lagi selih, Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia mengatakan tak akan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate lagi. Alasannya, tingkat inflasi di dalam negeri sudah rendah. Pertumbuhan ekonomi domestik juga cukup baik. “Sehingga ya [suku bunga acuan] 5,75% itu sudah pas,”ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (25/7) lalu.
Untuk menahan aliran modal keluar (capital outflow) Bank Indonesia punya strategi lainnya yang tidak menggunakan instrumen suku bunga, tetapi melalui instrumen stabilitas nilai tukar Rupiah baik melalui operation twist maupun triple intervention.
“Enggak perlu pake jamu suku bunga, cukup dengan kami stabilkan nilai tukar Rupiah. Caranya bagaimana? Intervesi spot dan DNDF [Domestic Non-Delivery Forward], juga twist operatioan supaya kita menjual SBN yang jangka pendek sehingga terjadi inflow,” ujar Perry.
Perry mengatakan cadangan devisa Indonesia saat ini cukup kuat untuk melakukan intervensi pasar untuk stabilisasi Rupiah. “Nilai tukar kita stabil bahkan year to date itu menguat, masih lebih baik dengan Peso maupun negara lain,” ujarnya.
Leave a reply
