Kisah Sour Sally Group dan 3 Masalah Dalam Bisnis Waralaba F&B

Berawal dari 2008, pemain bisnis waralaba makanan dan minuman Sour Sally Group kini berkembang pesat. Sempat mengalami kejatuhan, Sour Sally Group kini justru menguatkan posisinya di pasar bisnis waralaba makanan dan minuman.

“Saya memulainya dari passion dan ide awalnya datang ketika saya ngobrol dengan ibu saya. Lalu itu saya wujudkan. Merek awalnya memang Sour Sally untuk yogurt,” tutur pendiri sekaligus CEO Sour Sally Group Donny Pramono Ie dalam diskusi virtual ShopeePay Talk, Rabu (27/1).

Donny bercerita, pihaknya sudah berkecimpung dalam bisnis waralaba makanan dan minuman ini selama sekitar 12 tahun. Ketika memulainya dengan merek Sour Sally, mereka sempat menuai sukses pada 2 tahun pertama. Pada tahun ke-3, Donny mulai mempelajari secara mendalam bisnis waralaba makanan dan minuman ini.

Kemudian, kata Donny, pada tahun ke-4, Sour Sally mengalami krisis. Produk sudah tidak diterima pasar. Menghadapi situasi tersebut, secara internal, Donny melakukan revitalisasi. “Pada 2014, kita bangkit dan mulai berani buka waralaba. Itu sebabnya setelah Sour Sally, kita luncurkan merek lainnya seperti Gulu Gulu dan Warteg Kekinian Wowteg.

“Ada 4 merek yang langsung di bawah grup kami,” kata Donny lagi.

Menurut Donny, dari pengalamannya berkecimpung di bisnis waralaba makanan dan minuman ada 3 masalah yang dihadapi para pelaku usaha. Pertama, soal jejaring; kedua pengetahuan; dan ketiga kapital.

Soal pengetahuan, misalnya, kata Donny, pada 2020 karena pandemi Covid-19, masyarakat pada umumnya mulai ingin belajar dan mencari tahu soal bisnis. Kemudian soal modal, para pelaku usaha selalu terkendala untuk mengembangkan bisnisnya karena ketiadaan modal.

“Karena itu, 3 masalah ini bisa menjadi peluang. Itu sebabnya, tahun ini kami bentuk komunitas bersama untuk memberikan pelatihan agar terbentuk jejaring. Dan dari sini nanti tidak tertutup kemungkinan akan mendapatkan investasi berupa modal,” kata Donny.