
Integrasi Konsep CSR, Ini yang Wajib Dipenuhi Perusahaan, Apa Saja?

Tangkapan layar, Executive Director Center for Entrepreneurship Change and Third Sector (CECT) Universitas Trisakti Maria R. Nindita/Iconomics
Untuk mengintegrasikan konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), maka wajib memenuhi tugas dan kewajibannya terhadap seluruh pemangku kepentingan yang meliputi konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat, dan lingkungan hidup. Sebelum mengimplementasikannya, penting bagi sebuah perusahaan untuk memahami risiko utama yang berkaitan dengan bisnisnya.
“Tentu semua perusahaan memiliki divisi atau departemen risiko untuk bisa mengatasi risiko tersebut itu melalui program-program CSR,” kata Executive Director Center for Entrepreneurship Change and Third Sector (CECT) Universitas Trisakti Maria R. Nindita Radyati dalam acara yang digelar The Iconomics beberapa waktu lalu.
Maria menuturkan, merujuk kepada kesepakatan dunia atau standar global soal CSR, maka harus dilakukan secara holistik. Oleh karena itu, CSR dapat dikategorikan menjadi salah satu bagian dari kegiatan risk treatment perusahaan.
Atas dasar itu, kata Maria, perusahaan harus menganalisis risiko untuk menemukan dan mengindentifikasi risiko prioritas. Setelah itu, baru perusahaan dapat membuat list treatment untuk memahami seluruh bentuk risiko yang akan dihadapi.
“Kita tahu bahwa risiko adalah sesuatu yang belum terjadi tetapi mungkin terjadi di masa depan. Tapi kalau isu, itu sudah terjadi. Jadi dari dulu sampai sekarang terjadi atau dulu pernah terjadi. Jadi CSR itu bisa mengatasi isu yang sedang terjadi dan juga persiapan untuk mitigasi atau risk treatment di kemudian hari,” ujar Maria.
Selain memahami risiko, kata Maria, pentingnya komitmen chief executive officer (CEO) atau leaders dalam menerapkan CSR pada perusahaan. Para pemimpin baik di tingkat board of director (BOD) maupun board of commissioner (BOC) harus mampu meningkatkan kapasitas pengetahuan atas perkembangan CSR dan memahami tuntutan global, serta keinginan investor.
Untuk mewujudkan hal itu, kata Maria, pihaknya mengusulkan agar para CEO dapat membentuk committee sustainability supaya seluruh divisi dapat berkontribusi, sehingga pencapaian kinerja yang baik dan holistik mampu terpenuhi.
“Kalau di badan usaha milik negara sudah ada di peraturan menteri BUMN bahwa require adanya komite TJSL. Kebetulan saya menjadi konsultan Kementerian BUMN untuk menyusun peraturan menteri tersebut,” kata Maria.
Selain itu, kata Maria, pembentukan committee sustainability juga dapat mendorong profesionalisme dan memotivasi karyawan termasuk BOD dan BOC untuk mencapai target-target kerja yang ditetapkan perusahaan. “Maka harus ada bonus related to achievement of key performance indicators tersebut. Jadi performanya itu diukur pakai insentif berupa bonus,” katanya.
Leave a reply
