
Danantara Masih Saja Disangsikan, Terutama Soal GCG

Kantor Danantara/Dok. Danantara
Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) masih menjadi sorotan banyak pihak. Salah satu yang disoroti adalah tata kelola.
Dalam diskusi yang digelar Universitas Paramadina bersama Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Direktur Eksekutif LP3ES, Fahmi Wibawa menyoroti masalah mendasar dalam tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia menegaskan bahwa regulasi saat ini memberikan perlindungan hukum bagi pengelola BUMN.
“Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, menteri dan pegawai organ BUMN tidak dapat diminta pertanggungjawaban jika tidak ada bukti yang cukup. Artinya, mereka seolah kebal hukum. Padahal, dalam prinsip good governance, harus ada pemisahan jelas antara regulator dan operator,” kata Fahmi dalam keterangannya.
Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini juga mengkritisi aspek hukum dan politik dalam pembentukan Danantara. Menurutnya, pembahasan undang-undang terkait dilakukan secara terburu-buru.
“Saya diminta hadir di DPR, hanya dalam dua hingga tiga hari undang-undang ini langsung disahkan. Ini menjadi persoalan besar,” tuturnya.
Ia juga menyoroti asas impunitas dalam Danantara yang dapat menurunkan kepercayaan publik. “Business judgment rule dalam Danantara tidak boleh menjadi perlindungan bagi pelaku korupsi,” tegasnya.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menyoroti kurangnya inovasi dalam kebijakan pemerintah dan BUMN.
“Pemerintah kita kurang kreatif dan lebih menghargai administrasi dibandingkan inovasi. Konsolidasi BUMN sebenarnya sudah diinisiasi sejak lama, namun tertunda akibat krisis,” katanya.
Ia mengibaratkan BUMN sebagai ‘telur emas’ milik rakyat yang dikumpulkan dalam satu wadah bernama Danantara, namun menyoroti kurangnya transparansi dalam penyusunannya.
“Skeptisisme masyarakat dan investor terhadap Danantara sangat besar. Dalam 10 tahun terakhir, kita melihat berbagai kasus korupsi besar yang membuat publik tidak ingin sejarah kelam ini terulang,” tegasnya.
Wijayanto juga mengatakan kinerja Jakarta Composite Index (JCI) saat ini merupakan yang terburuk dibandingkan indeks utama dunia dan Asia. Menurutnya, penurunan harga saham BUMN lebih tajam daripada JCI, di mana kehadiran Danantara diduga menjadi salah satu faktor utama.
Direktur Hukum, HAM, Gender, dan Inklusi Sosial LP3ES, Hadi R. Purnama menekankan pentingnya kepastian hukum dalam status kelembagaan Danantara. Memiliki status sebagai lembaga publik atau privat akan memiliki konsekuensi hukum dan mekanisme pengawasan yang berbeda.
Ia menekankan bahwa regulasi Danantara harus diperbaiki agar tidak menimbulkan celah hukum. “Jika ingin dikelola dengan baik, maka harus dipastikan bahwa Dana Danantara benar-benar digunakan untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat,” tegasnya.
Dalam diskusi ini, Wijayanto mengajukan rekomendasi utama, antara lain transparansi dalam rekrutmen pengurus, seleksi berbasis profesionalisme, serta penguatan corporate governance dan pengawasan internal.
Dalam unggahan di media sosial X pada 2 Maret 2025, Susilo Bambang Yudhoyono menuliskan kesangsian dan kecemasan sebagian kalangan ini mesti dilihat dari kacamata yang positif. Adanya suara rakyat seperti itu mestinya membuat para pengelola Danantara tertantang dan mesti pula membuktikan bahwa kecemasan rakyat itu tak akan terjadi.
SBY juga menyampaikan Danantara harus benar-benar memiliki “good governance”, “expertise” para pengelola Danantara. “economic & business judgement” yang tepat dan pruden, akuntabilitas dan transparansi, kepatuhan pada pranata hukum dan ada progres dari waktu ke waktu.
Dalam unggahan tersebut, SBY juga menekankan pengelolaan Danantara mesti bebas dari konflik kepentingan, “politic free” dan kemajuannya secara berkala diinformasikan kepada masyarakat.
Pada awal pendirian Danantara, dalam berbagai kesempatan, Kepala Danantara, Rosan P. Roeslani terus meyakinkan bahwa Danantara tidak kebal hukum. Badan ini dapat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Leave a reply
