APR Fasilitasi Pekerja Kreatif di Bidang Fashion Melalui Jakarta Fashion Hub

0
1001

Asia Pacific Rayon, perusahaan produsen serat (fiber) pertama di Asia mendukung perkembangan industri fashion di Indonesia melalui Jakarta Fashion Hub  (JFH) yang resmi dibuka pada pertengahan Agustus lalu. JFH menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung para pekerja kreatif di bidang fashion untuk mengembangkan diri.

Memiliki luas 400 meter persegi, JFH yang berada di sebuah lantai eksklusif di Tanoto Foundation building di Jalan Sudirman, Jakarta, dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk mendukung kerja kreatif para perancang busana, mulai dari co-working space, mini foto studio untuk foto katalog, mesin jahit, mesin obras dan meja cutting. Selain itu juga tersedia ratusan sampel kain (fabric) yang bisa dibeli pengunjung mulai dari ukuran satu meter. JFH juga memiliki mini store tempat untuk memajang hasil karya para fashion designer atau brand yang berkolaborasi dengan JFH.

“Kenapa kita bikin Jakarta Fashion Hub ini? Kita mau turut serta mengembangkan industri tekstil di Indonesia” ujar Sheila Rahmat, Head of Marketing Communication APR, dalam webinar ‘Jurus Membesarkan Fashion Brand’, Jumat (27/11).

Asia Pacific Rayon (APR) adalah produsen viscose rayon terintegrasi pertama di Asia mulai dari perkebunan hingga produk serat viscose. APR memiliki pabrik berkapasitas 240.000 ton di Pangkalan Kerinci, Riau. APR memproduksi viscose rayon alami dan mudah terurai (biodegradable) yang digunakan untuk produk tekstil dan produk-produk perawatan diri.

Sheila mengatakan JFH menjadi wadah bagi para fashion designer dan brand, terutama yang baru merintis untuk berkarya. Ia mengatakan kadang-kadang para perancang busana pemula  sulit untuk memulai kerja kreatifnya karena kesulitan untuk membeli kain (fabric). Karena biasanya minimal pembelian kain itu ratusan meter, padahal yang dibutuhkan bagi pemula atau startup tidak perlu sebanyak itu. Karena itulah di JFH menyediakan ratusan sampel kain yang bisa dibeli oleh pengunjung mulai dari ukuran satu meter.

Selain menyediakan berbagai fasilitas, JFH juga akan menyediakan berbagai pelatihan. “Kita mau mengembangkan industri fashion ini dengan memberikan workshop-workshop,” ujar Sheila.

Pelatihan rencananya dimulai Desember nanti. “Tahun depan kita sudah punya line up worksop yang semuanya berhubungan dengan fashion, terus semua yang berhubugan dengan bagaimana industri fashion ini bisa lebih maju. Itu sudah kita rangkai dengan benar-benar input dari fashion designer dan brand,” ujarnya.

Baca Juga :   4 Brand Fashion Pamerkan Koleksinya Berbahan Viscose

Jurus Membesarkan Brand

Industri kreatif memang harus terus didukung karena industri ini sendiri memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Menurut Kementerian Perindustrian sektor ekonomi kreatif diperkirakan telah memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hingga Rp1.200 triliun sepanjang 2019 lalu yang berasal dari subsektor kuliner, fashion dan kriya.

Namun, para pelaku industri ini termasuk fashion masih menghadapi berbagai tantangan untuk membesarkan bisnis mereka terutama dari sisi permodalan. Ansy Savitri, seorang fashion designer mengatakan sejak merintis usaha di bidang fashion tahun 2016 tantangan yang dihadapi hingga saat ini kurang lebih sama yaitu permodalan dan bagaimana menjaga proses kreatif serta manajemennya.

“Untuk bisa survive dan berkembang kitanya harus beradaptasi dan bagaimana caranya sekreatif mungkin untuk bisa survive dan juga realistis melihat keadaan dan berani mengambil risiko dan tindakan. Misalnya mungkin memperbanyak side project,” ujarnya.

Irmasari Joedawinata pemilik brand Maima Indonesia, i.joeda, Peniti Hitam dan Adanir mengatakan tantangan yang dihadapinya dalam mengembangkan empat brand itu berbeda-beda. Misalnya, brand Maima Indonesia yang merupakan brand busana muslim, tantangan yang dihadapi adalah pemiannya sudah banyak bahkan ada yang sudah besar. “Jadi, harus bikin ide baru, penyegaran baru,”ujarnya.

Adanir adalah brand terbaru Irmasari Joedawinata hasil kolaborasi dengan temannya yang diluncurkan pada Maret lalu atau saat awal pandemi. Meski diluncurkan di tegah pandemi, ia mengatakan taggapan masyarkat sangat baik. Hal ini tidak terlepas dari corak yang dipilih yang lebih bright, kontras dengan kondisi dunia yang lagi suram menghadapi pandemi. “Kayaknya ini menjadi penyegaran gitu,” ujarnya.

Irmasari juga tak jarang menghadapi kondisi kesulitan dukungan modal. Di Maiman Indoneisa misalnya. Ia mengatakan kadang saat permintaan sedang tinggi, tak bisa dipenuhi karena persediaan yang habis.

Ghea Pangabean, legenda hidup dunia fashion Indonesia yang merupakan Founder of Ghea Fashion Studio mengatakan bisnis mode merupakan bisnis yang sangat menarik, penuh warna, kreasi dan kreatifitas. Apa pun tantangan yang dihadapi, bila sudah menjadi passion, menurut Ghea harus dihadapi dan jangan patah semangat. Namun dalam kondisi pandemi dan krisis saat ini, perempuan yang merintis bisnis mode sejak 1979 ini menyarankan agar sebaiknya memang harus tetap terukur. “Jangan juga berlebihan, karena situasi pandemi ini kita mesti benar-benar matang perencanannya,” ujarnya.

Baca Juga :   Memotret Tren Fashion 2021, Jakarta Fashion Hub Gelar Fashion Show Virtual “Lounge ‘n Leisure” dan Belanja Virtual

Target yang dibuat, tambahnya harus jelas. Baik target produksi, omzet maupun target pasar yang mau disasar. “Supaya betul-betul tepat, jangan kita over production. Kalau bisa kecil-kecil saja. Karena memang sekarang bukan waktunya untuk produksi besar-besaran, karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi,” ujar perempuan yang merintis bisnis fashion pada usia 20 tahun ini.

Ghea juga menyarankan agar fokus pada busana yang benar-benar lagi diminati masyarakat. Karena itu mengenal pasar melaui test market perlu dilakukan.

Saat pertama kali memulai usahanya di bidang fashion, Ghea memulainya dari garasi rumah. Fashion memang sudah menjadi passion Ghea begitu menyelesaikan studinya di sekolah mode di London pada tahun 1979. Karena sudah menjadi passion, dalam kondisi keterbatasan dan meski sempat dilarang orang tuanya – karena saat itu anaknya masih balita – Ghea tetap bertekat memulai usahanya.

Menurutnya tantangan yang tetap sama dan selalu ada di dunia fashion adalah bagaimana agar kreasi para desainer itu bisa diterima oleh masyarakat. “Jadi kita harus pandai-pandai melihat pasar dan juga tren. Itu sangat penting dalam fashion. Kita harus paham mengenai bahan, mengenai apa yang sedang digemari atau bagaimana kita bisa mempengaruhi masyarakat pencinta mode untuk bisa menerima dan menyukai karya kita,” ujarnya.

Untuk itu, menciptak karya yang inovatif yang belum ada atau belum dibuat orang lain adalah sebuah keniscayaan. Karya yang inovatif juga sekaligus menjadi identitas  yang membedakan suatu karya desiner dengan karya desainer lainnya. Karya yang inovatif, menurut Ghea niscaya akan menjadi perhatian. Ghea mengambil contoh salah satu karya awalnya yaitu jumputan yang dirilis pada tahun 1980-an. Pada saat itu, belum banyak orang Indonesia yang mengenal jumputan. Tetapi kini jumputan sudah berkembang dan diterima banayak orang.

Baca Juga :   Gandeng Asia Pacific Rayon, Matahari Luncurkan Program Pengelolaan Limbah Tekstil

Dukungan Perbankan

Asia Pacific Rayon dan Jakarta Fashion Hub menggelar webinar dengan topik ‘Jurus Memebesarkan Fashion Brand’ bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia. Keterlibatan BRI tidak terlepas dari soal dukungan modal yang juga menjadi masalah yang sering dihadapi oleh para pelaku bisnis fashion di tanah air.

Mohammad Abduh Tuasikal, Assistant Vice President Divisi Small Sales Management BRI mengatakan bank plat merah ini siap memberikan dukungan permodalan baik berupa kredit modal kerja maupun kredit investasi kepada para pelaku bisnis fashion di Indonesia. Caranya tinggal mendatangi langsung kantor BRI terdekat. “Segera datangi BRI terdekat kemudian ketemu dengan pimpinannya atau dengan Relation Manager-nya, sampaikan usahanya apa dan rencananya apa,” ujarnya.

Sheila Rahmat, Head of Marketing Communication APR (kanan)/Iconomics

Sheila Rahmat, Head of Marketing Communication APR mengatakan webinar yang diseleggarkan ini memang ingin menggabungkan antara fashion designer yang membutuhkan permodalan untuk bisa partner dengan BRI yang memang fokus menyalurkan kredit untuk UMKM. “Tentu saja kita juga memfasilitasi fashion designer  yang ingin berkarya, mari silakan datang di Jakarta Fashion Hub untuk melihat fasilitas kami,” ujar Sheila.

Sehila mengatakan visi Jakarta Fashion Hub adalah inign memajukan industri tekstil di Indonesia. “Karena begitu banyak sekali fashion designer  dan brand-brand yang baru memulai dan mereka sangat kreatif-kreatif. Jadi, itu alasan kenapa kami membuat fasilitas ini,” ujarnya.

Sheila mengatakan JFH terbuka untuk umum. Siapa pun bisa datang ke tempat ini. Tetapi sebaiknya memang mendaftarkan diri menjadi anggota dulu dengan cara mendaftar di www.jakartafashionhub.com. “Terus isi biodata seperti biasa. Dan karena kita menyediakan fasilitas yang begitu lengkap, dan supaya orang-orangnya juga apresiasi tempat kita, itu memang ada bayarannya. Tapi itu bukan tujuan utama. Jadi cukup bayar Rp50.000 itu sudah bisa pakai fasilitasnya dari buka sampai tutup silakan. Jam 9 samapi jam 5 sore. Sudah dilengkapi wifi high speed,” ujar Sheila.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics