
Untuk Mitigasi Risiko, OJK Memperketat Persyaratan Restrukturisasi Kredit Perpanjangan

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan dan Komisoner OJK, Heru Kristiyana/iconomics
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah resmi memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit dari semula hingga 31 Maret 2021 diperpanjang menjadi 31 Maret 2022. Rencananya, akhir bulan ini Peraturan OJK terkait perpanjangan ini diterbitkan.
Namun, regulator dan pengawas industri jasa keuangan ini rupanya lebih memperketat persyaratan untuk program restrukturisasi lanjutan ini. Tujuannya adalah untuk memitigasi risiko yang akan terjadi.
“Perpanjangan ini tentunya kita buat untuk memadukan antara kebijakan yang lalu, POJK 11, tetapi di dalam perpanjangan ini kita kaitkan juga dengan manajemen risiko yang harus dilakukan oleh bank kalau melakukan restrukturisasi perpanjangan,” ujar Anggota Dewan Komisoner OJK sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana, dalam webinar, Jumat lalu.
Heru mengungkapkan ada empat hal yang harus diperhatikan bank dalam program restrukturisasai perpanjangan ini.
Pertama, bank diminta melakukan self assessment terhadap debitur yang eligible untuk dilakukan restrukturisasi. Debitur yang pantas direstrukturisasi adalah debitur yang dinilai masih mampu untuk terus bertahan dan masih memiliki prospek usaha dan oleh karena itu layak mendapatkan perpanjangan.
“Jadi memang betul-betul harus dinilai sangat detil apakah nasabah ini tetap mampu bertahan di dalam menghadapi pandemi,” ujar Heru.
Kedua, perbankan juga diminta memitigasi dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Terhadap debitur-debitur yang dinilai tidak mampu bertahan, bahkan mulai sekarang bank diharapkan mulai membentuk CKPN. Meskipun dalam POJK 11/2020, pembentukan CKPN ini tidak wajib. “Kalau melihat nasabahnya mulai sesak napas, dan ternyata bantuan dari selang napas itu tidak akan memberikan hasil, tentunya harus mulai membentuk CKPN,” ujar Heru.
Ketiga, dalam hal bank berencana membagikan dividen, OJK meminta agar mempertimbangkan dulu kemampuan untuk ketahanan modal atas tambahan CKPN yang harus dibentuk bila ada potensi debitur menghadapi masalah. “Pembagian dividen itu harus juga dievaluasi secara detil bagi bank untuk melihat ketahanan modalnya dan juga kecukupan CKPN yang akan dibentuk dalam menghadapi restrukturisasi ke depan,” ujarnya.
Keempat, OJK juga meminta bank untuk melakukan stress testing dampak restrukturisasi terhadap permodalan dan likuiditas bank. “Kita testing permodalan kita apakah masih mampu mengahadapi kalau nanti nasabah masih terus menerus minta restrukturisasi kemudian likuiditas perbankan kita juga seperti apa di dalam menghadapai restrukturisasi ini,” ujarnya.
Leave a reply
