
Untuk Bisa Go Global, MIND ID Harus Perhatikan Aspek ESG

Ilustrasi
Perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia, khususnya BUMN tambang MIND ID yang memiliki agenda untuk go global atau ekspansi ke negara-negara lain diingatkan untuk meningkatkan aspek Environmental, Social, and Governance.
Direktur Riset Indef, Berly Martawardaya mengatakan presidensi G20 Indonesia tahun ini menjadi momentum bagi Indonesia dan perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan tambang untuk meningkatnya daya saingnya. Di luar standar umum yaitu penerimaan dan laba, Berly mengatakan dengan tren tuntutan yang makin menguat, aspek ESG juga menjadi hal yang tak boleh diabaikan oleh perusahaan-perusahaan tambang. Apalagi aktivitas pertambangan bersinggungan dengan aspek lingkungan.
Menurut Berly, diantara anak usaha BUMN tambang MIND ID, hanya Aneka Tambang dan Bukit Asam yang memiiki skor ESG yang cukup baik diantara perusahaan-perusahaan tambang negara G20 yaitu berada di papan tengah. Sementara, PT Timah Tbk perlu ada reformasi yang serius untuk memperbaiki aspek ESG ini.
“Kami melihat bahwa ESG menjadi kunci buat ekspansi, langkah go global dari MIND ID secara keseluruhan,” ujarnya diskusi publik Indef ‘Penguatan ESG dan Daya Saing BUMN Tambang Indonesia di Negara G20,’ Senin (18/4).
Ia mengatakan selain padat modal dan high skill, karakteristik perusahaan tambang saat ini adalah adanya sinergi lintas negara. Cash flow yang didapat dari suatu wilayah operasi (site) dipakai untuk ekspansi tidak hanya di dalam negara asalnya tetapi juga di negara lain.
“ESG penting sekali bukan hanya bagi investor, tetapi juga konsumen. Karena konsumen sekarang khusunsya di elektronik sudah melacak dari mana asal mineralnya,”ujarnya.
Kajian INDEF, anak usaha MIND ID mengalokasikan dana untuk aspek lingkungan secara bervariasi. Aneka Tambang mengalokasikan 0,42% dari pendapatan atau sekitar Rp117 miliar, Bukit Asam sebesar 0,58% atau sekitar Rp101 miliar,Inalum 0,04% atau senilai Rp31,8 miliar dan PT Timah sebesar 0,28% atau senilai Rp43,1 miliar.
Untuk indikator tanggung jawab sosial perusahaan, Antam mengalokasikan 0,3% dari pendapatan atau Rp82,11 miliar, Bukit Asam 0,54% atau Rp93,75 miliar, Inalum 0,005% atau Rp3,79 miliar dan PT Timah 0,2% atau Rp31,76 miliar.
Rasio pekerja perempuan di Bukit Asam sebesar 9,79%, Bukit Asam 14,33%, Inalum 41,79% dan Timah 6,79%. Dari sisi waktu, Aneka Tambang yang paling awal yaitu tahun 2006 menyusun Laporan Berkelanjutan, menyusul Bukit Asam, PT Timah dan yang paling terakhir Inalum baru menyusun pada tahun 2019.
INDEF secara khususnya menyoroti penerapan ESG di PT Timah karena memiliki skor yang relatif lebih rendah terkait dengan masalah lingkungan, tata kelola dan pertambangan ilegal. PT Timah memang melakukan reboisasi tetapi terbongkar lagi. Luasan reboisasi juga masih lebih sedikit dibandingkan luasan IUP.
Dari segi PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan). Berly mengatakan walaupun meningkat PROPER PT Timah, tetapi belum setinggi Antam atau Bukit Asam yang lebih tinggi proposi PROPER emas dan hijauhnya. Dari sisi sosial, operasional PT Timah yang juga di laut berdampak terhadap tangkapan nelayan atau masyarakat pesisir.
Khusus untuk PT Timah, Berly merekomendasikan tiga hal. Pertama, membentuk divisi atau sub divisi khusus untuk penguatan ESG. Kedua, memperkuat koordinasi dengan stakeholder di daerah khususnya pada daerah rentan pertambangan ilegal. Ketiga, benchamarking dan kolaborasi antara BUMN tambang dalam ini holding MIND ID.
“MIND ID kedepan perlu melakukan evaluasi rutin, tahunan dan kuartalan sehingga perbedaan yang cukup jauh antara perusahaan-perusahaan di dalam MIND ID bisa berkurang, bisa sama-sama baik skornya,” ujarnya.
Leave a reply
