
Tata Kelola Industri Asuransi, OJK: Aturan Sudah Banyak, Masalahnya…

Kantor Pusat OJK/Dok. Iconomics
Selanjutnya pada tahap kedua yaitu pengelolaan investasi, OJK, menurut Nasrullah juga sudah memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh perusahaan asuransi seperti diatur dalam POJK No.71 tahun 2016.
“Di situ rambu-rambunya cukup ketat. Kita buat batasan-batasan kualitatif maupun kuantitatif. Kalau itu dilaksanakan, sekali lagi saya sampaikan, insyaallah itu enggak terjadi masalah di perusahaan asurasni,” ujarnya.
Memang diakui aturan pengelolaan investasi perusahaan asuransi ini tidak benar-benar limitatif. Artinya, membuat batasan yang ketat kepada perusahaan asuransi dalam hal pemilihan produk investasi. Misalnya, hanya boleh berinvestasi pada saham-saham tertentu saja. Tetapi, OJK hanya membuat rambu-rambu terkait jumlah porsi investsai di saham, demikian juga di reksa dana, obligasi dan instrumen lainnya.
“Kalau mengenai appetie pemilihan instrumen investasinya itu sendiri itu saya kira risk appetite-nya perusahaan. Misalnya dia mau menanamkan di pasar modal. Kalau dia berharap akan mendapatkan return yang tinggi tentu risiko tinggi,” ujarnya.
Permasalahan yang sekarang terjadi, menurut Nasrullah adalah perusahaan asuransi cenderung terlalu agresif berinvestasi di instrumen pasar modal yang risikonya terlalu tinggi dan itu tidak dikelola dengan baik.
Mestinya manajemen risiko investasi ini bisa dicegah dengan menerapkan apa yang disebut tiga lapis pertahanan (three lines of defense) yaitu model koordinasi manajemen risiko di dalam suatu organisasi yang membagi fungsi-fungsi organisasi menjadi tiga lapis pertahanan terhadap risiko.
“Kalau tiga-tiganya ditembus, nanti ada lagi pagar berikutnya yaitu eksternal auditor. [Kalau] di situ ternyata lewat juga, baru regulator. Kami enggak mungkin ngulitin satu-satu. Biasanya info awal justru mestinya dapat dari sumber-sumber internal perusahaan,” ujarnya.
Selanjutnya adalah pada tahap penanganan konsumen terutama tentunya terkait responsifitas perusahaan asuransi saat nasabah mengajukan klaim. Nasrullah mengingatkan bahwa bisnis asuransi adalah bisnis kepercayaan. Proses klaim yang cepat dan memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah merupakan keniscyaan.
“Cuma kejadian yang sekarang, seperti yang terjadi beberapa minggu lalu, sampai ada ribut-ribut di DPR, itu semata kalau saya melihat, mereka tidak puas dengan penanganan pelayanan konsumen di perusahaan asuransinya. Artinya, ini tolong betul-betul jadi perhatian bagi perusahaan asuransi. Tolong layanan kepada masyarakat pemegang polis ini ditingkatkan, dilayani dengan baik. Apa yang mereka perlukan, jelaskan saja sebaiknya-baiknya,” ujarnya.
Nasrullah berharap tata kelola terkait penanganan keluhan konsumen ini harus diperbaiki oleh perusahaan asuransi. “Karena ini terus terang menganggu reputasi dari perusahaan asuransi itu sendiri dan kami selaku regulator sangat berkepentingan jangan sampai ini mengganggu industri bahkan meluas ke stabilitas sistem keuangan apalagi distrust nanti kepada industri asuransi,” ujarnya.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
