
Tarif PPN dan PPh Transaksi Kripto Dinilai Mahal, DJP: Sudah Melalui Kajian Mendalam

Bonarsius Sipayung, Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung, Direktorat Jenderal Pajak (DPJ) Kemeterian Keuangan
Pemerintah resmi mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk transaksi aset kripto di Indonesia mulai 1 Mei 2022. Meski disambut positif karena memperkuat legalitas kripto di Indonesia, tetapi pengenaan tarif pajak ini dikhawatirkan akan membuat investor kripto di Indonesia lari ke platform yang ada di luar negeri karena beban biaya yang bertambah di dalam negeri.
Bonarsius Sipayung, Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan Jasa & Pajak Tidak Langsung Lainnya di Direktorat Jenderal Pajak (DPJ) Kemeterian Keuangan mengatakan penetapaan tarif PPN dan PPh transaksi kripto ini sudah melalui kajian mendalam dengan melibatkan pelaku industri.
“Dalam konteks tarif ini kita tentunya punya kajian yang mendalam termasuk juga dengan para pelaku,” ujarnya dalam media briefing, Rabu (6/4).
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penentuan tarif ini, jelas Bonarsius adalah tarif pajak yang dikenakan tidak melebihi biaya transaksi. “Karena kalau melebihi biaya transaksi, rasa-rasanya pada kabur ini semua orang,” ujarnya.
Tarif pajak transaksi kripto ini, tambahnya, juga kurang lebih sama dengan traif pajak transaksi saham yaitu 0,1%.
Seperti ditulis sebelumnya, Kementerian Keuangan menerbitkan PMK Nomor 68/PMK.03/2022 pada 30 Maret 2022 lalu dan berlaku mulai 1 Mei 2022. Dalam PMK ini, transaksi kripto dikenakan dua jenis pajak yaitu PPN dan PPh. PPN dikenakan untuk transaksi pembelian aset kripto dengan ketentuan tarif sebesar 1% dari tarif PPN atau sebesar 0,11% dari nilai transaksi aset kripto bila transaksi tersebut dilakukan melalui Pedagang Fisik Aset Kripto atau exchange. Sebaliknya, tarif PPN dikenakan lebih besar yaitu 2% dari tarif PPN atau 0,22% dari nilai transaksi aset kripto bila transaksi pembelian aset kripto dilakukan bukan melalui Pedagang Fisik Aset Kripto.
Sementara PPh dikenakan untuk penghasilan yang diperoleh dari hasil penjualan aset kripto. Sama seperti PPN, ketentuan tarif PPh juga ada dua yaitu sebesar 0,1% dan 0,2% dari dari nilai transaksi aset kripto. Tarif PPh 0,1% dikenakan untuk transaksi penjualan yang dilakukan pada Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang telah memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwewenang atau dalam hal ini Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sedangkan tarif PPh 0,2% dikenakan untuk transaksi yang dilakukan pada Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang tidak mendapat persetujuan dari pejabat berwewenang (Bappebti).
Bonarsius mengatakan pemerintah menerapkan tarif pajak yang lebih tinggi untuk transaksi aset kripto pada platfom yang tidak terdaftar atau mendapat persetujuan dari Bappebti. Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk reward atau penghargaan kepada exchnager atau pedagang fisik aset kripto yang terdaftar.
“Untuk yang tidak terdaftar ini, memang kita kenakan tarif lebih tinggi, sebagai bentuk reward bagi para pihak atau exchanger yang memang mau masuk ke dalam sistem Bappebti, karena di Bappebti itu ada yang atur. Kalau enggak mau diatur ya kena tarif lebih tinggi. Karena Bappebti juga enggak bisa maksa. Sebagai instansi pemerintah, kita (Kementerian Keuangan) harus sejalan dengan kebijakan Kementerian Perdagangan. Karena itu, orang-orang atau para pihak, badan atau orang pribadi yang masuk ke dalam sistem perdagangan yang dia terdaftar, kita dukung dengan memberikan tarif lebih rendah,”jelasnya.
Bagi pemerintah, pengenaan pajak untuk transaksi kripto ini tentu akan menambah pundi-pundi pemasukan negara. Sebagai gambaran, tahun 2021 lalu nilai transakski aset kripto di Indonesia mencapai Rp850 triliun untuk transaksi kripto pada exchanger yang terdaftar di Bappebti. Dengan tarif 0,11%, potensi PPN yang diperoleh negara bisa mencapai Rp935 miliar. Sementara, dengan tarif 0,1%, potensi PPh mencapai Rp850 miliar. Tentu jumlah ini akan tergantung pada nilai transaksi yang flutuasi dari waktu ke waktu.
Meski bagi negara ini adalah potensi pendapatan, bagi investor atau trader kripto, pengenaan pajak ini tentu mengurangi cuan yang mereka dapatkan. Selama ini, sebelum pajak diterapkan, investor atau trader membayar fee kepada exchanger dengan jumlah yang berbeda-beda, tetapi kurang lebih sekitar 0,3%. Dengan adanya pajak ini, beban biaya investor bertambah menjadi fee exchanger (sekitar 0,3%), PPN (0,11% atau 0,22%) dan PPh (0,1% atau 0,2%).
Leave a reply
