Tak Hanya Soal PPN Sembako, Ini 5 Poin Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan

2
215

  1. Perluasan Objek Cukai

Sri Mulyani mengatakan dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, objek kena cukai di Indoensia lebih sedikit yaitu hanya etil alkohol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau atau rokok. Sementara di Thailand misalnya banyak sekali objek kena cukai mulai dari minuman beralkohol, tembakau, bensin, kendaraan bermotor, sepeda motor, minuman non alkohol, barang lain , club malam, jasa telepon, dan perjudian serta jasa lain.

“Di berbagai negara seiring dengan kesadaran akan kesehatan, minuman yang berpemanis dianggap sebagai salah satu potensi menciptakan diabetik dan itu kemudian dilakukan (dikenaka cukai). Plastik yang merupakan salah satu yang menciptakan eksternalitas negatif yaitu polisi itu juga dilakukan pengenaan. Jadi dalam hal ini, Indonesia yang baru mengenakan tiga jenis barang yaitu etil alkohol, minuman beralkohol, dan hasil tembakau merupakan negara yang menerapkan cukai yang sangat-sangat terbatas dibandingkan banyak negara lain yang memiliki basis penerapan cukai di dalam rangka menangani eksternalitas ini,” ujarnya.

  1. Pajak Karbon

Pajak karbon diterapkan seiring dengan upaya untuk mengatasi emisi gas rumah kaca. Indonesia sendiri, jelas Sri Mulyani sudah meratifikasi perjanjian internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini, dimana komitmen Indonesia adalah menurunkan 26% emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 dan 29% pada 2030 atau bahkan lebih tinggi lagi apabila dapat dukungan internasional.

Baca Juga :   Sri Mulyani: Dana untuk Tangani Perubahan Iklim Rp266,2 Triliun per Tahun Hingga 2030, APBN Hanya Mampu 34%

Komitmen menurunkan emisi ini, jelasnya membutuhkan istrumen hukum. “Oleh karena itu saat ini kita perlu memiliki landasan regulasi pengenaan pungutan atas emisi karbon sebagai salah satu instrumen mengendalikan emsisi gas rumah kaca, sehingga dalam hal ini pengenaan pajak karbon menjadi penting” ujarnya.

Berbagai negara sudah menerapkan pajak karbon seperti Jepang, Singapura, Kolombia, Spanyol, Prancis, dan Chili. Menurut Sri Mulyani, tantangan dalam pengenaan pajak karbon ini terutama adalah soal harga karbonnya itu sendiri yang saat ini diberbagai negara berbeda-beda.

“Ada yang sangat rendah seperti Jepang yang hanya US$3 per ton CO2e, sampai yang tinggi seperti Prancis atau Kanada yang sampai US$40 per ton. Menurut perhitungan ahli di dalam perubahan iklim, harga dari CO2 itu seharusnya mencapai US$120 per ton pada tahun 2030,” ujarnya.

Halaman Berikutnya
1 2 3

2 comments

Leave a reply

Iconomics