
Tak Hanya Soal PPN Sembako, Ini 5 Poin Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/The Iconomics
- Perubahan Materi UU PPh
Perubahan materi dalam UU PPh ini antara lain terkait dengan perubahan tarif dan bracket PPh Orang Pribadi (OP). “Kami tambahkan lapisan tarif PPh Wajib Pajak OP sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun,” ujar Sri Mulyani.
Perubahan lainnya adalah terkait dengan instrumen pencegahan penghindaran pajak (GAAR). Ini untuk meberikan landasan bagi pemerintah untuk melakukan koreksi apabila ada indikasi praktik mengurangi, menghindari, dan/atau menunda pembayaran pajak yang bertentangan dengan maksud dan tujuan ketentuan perundang-undagan di bidang perpajakan.
Perubahan meteri UU PPh juga terkait dengan penyesuaian insentif WP UKM dengan omzet dibawah Rp50 miliar, seperti diatur dalam pasal 31E UU PPh.
Selain itu juga ada penerapan alternative minium tax yaitu pengenaan tarif pajak tertentu dari omzet WP badan yang menyatakan rugi tetapi dapat tetap terus beroperasi.
- Perubahan Materi UU PPN
Kontroversi mengenai pengenaan PPN untuk kebutuhan pokok yang berkembang selama beberapa waktu terkhir ini, terkait dengan perubahan meteri UU PPN dalam revisi UU KUP ini. Namun, pengenaan PPN untuk sembako termasuk juga jasa pendidikan dan kesehatan adalah salah satu bagian saja dalam perubahan materi PPN ini.
Beberpa ketentuan dalam perubahan materi PPN ini adalah. Pertama, pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN. Seluruh barang dan jasa diberlakukan PPN, kecuali (1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) seperti restoran, hotel, parkir, hiburan. (2) uang, emas batangan dalam rangka cadangan devisa dan surat berharga. (3) jasa pemerintahan umum yang tidak dapat disedikan oleh pihak lain. (4) jasa penceramah keagamaan.
Kedua, fasilitas tidak dipungut PPN atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) terntu, yaitu (1) untuk mendorong ekspor terutama di dalam dan diluar kawasan tertentu dan di dalam rangka mendukung hilirisasi, (2) fasilitas PPN dibebaskan atas BKP/JKP strategis diubah menjadi fasilitas PPN tidak dipungut, (3) kelaziman dan perjanjian internasional.
Ketiga, untuk barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak (barang kebutuhan pokok, jasa, pendidikan, dan jasa kesehatan) dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal atau dapat juga tidak dipungut PPN bagi masyarakat yang tidak mampu dan dikompensasi dengan pemberian subsidi. “Kita di sini bisa menggunakan tangan subsidi yaitu belanja negara di dalam APBN dan tidak menggunakan tangan PPN-nya. Ini di dalam rangka untuk compliance dan memberikan targeting yang lebih baik,” ujar Sri Mulyani.
Keempat, pengenaan PPN multi tarif. Tarif dinaikan dari 10% menjadi 12%. “Namun, kita memperkenalkan range tarif 5% sampai 25%,”’ujar Sri Mulyani.
Kelima, kemudahan dan kesederhanaan PPN (PPN final/ Goods and Services Tax/GST) yaitu untuk barang kena pajak/jasa kena pajak terntu dengan tarif tertentu yang dihitung dari peredaran usaha. “Ini untuk simplifikasi karena banyak aspirasi untuk penerapan GST di Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Halaman Berikutnya2 comments
Leave a reply

[…] Juni lalu, saat pembahasan RUU HPP ini belum bergulir di DPR, ramai dipolemikan soal PPN atas kebutuhan pokok (sembako). Selain itu juga pengenaan PPN atas jasa pendidikan, jasa kesehatan […]
[…] Juni lalu, saat pembahasan RUU HPP ini belum bergulir di DPR, ramai dipolemikan soal PPN atas kebutuhan pokok (sembako). Selain itu juga pengenaan PPN atas jasa pendidikan, jasa kesehatan […]