Studi SAP Soal Keberlanjutan, Profitabilitas dan Data Analytics, Simak Temuannya

0
152

Sebuah studi terbaru dari SAP (NYSE: SAP) menemukan bahwa rata-rata 90% bisnis di Indonesia melihat adanya hubungan yang moderat hingga kuat antara keberlanjutan dan profitabilitas organisasi mereka, sementara 91% mencatat adanya hubungan antara keberlanjutan dan daya saing. Angka ini lebih tinggi daripada hasil di seluruh Asia Pasifik dan Jepang (71% daya saing, 68% profitabilitas).

Di Indonesia, 66% perusahaan berniat meningkatkan investasi mereka di bidang keberlanjutan dalam tiga tahun ke depan, yang mengindikasikan adanya hubungan kuat antara keberlanjutan dan prioritas bisnis.

Studi dengan survei kepada 250 orang di Indonesia ini menemukan bahwa 93% bisnis di Indonesia melihat strategi keberlanjutan memberikan kontribusi positif pada hasil seperti pertumbuhan pendapatan atau laba pada tingkat sedang atau kuat. Bahkan, 92% responden Indonesia melihat adanya peningkatan moderat atau kuat dalam efisiensi proses bisnis dari kegiatan keberlanjutan.

Lebih dari separuh atau 55% perusahaan di Indonesia berharap dapat menunjukkan keuntungan finansial yang positif dari investasi keberlanjutan mereka dalam lima tahun ke depan, dibandingkan dengan 61% responden global.

Baca Juga :   Sinar Mas Agribusiness and Food Tunjuk Chief Sustainability and Communications Officer Baru

“Keberlanjutan tidak dapat lagi dianggap terpisah dari kinerja keuangan bisnis yang lebih luas karena semakin jelas bahwa organisasi yang lebih berkelanjutan adalah organisasi yang lebih sukses,” kata Regional Chief Financial Officer, SAP Asia Pacific and Japan, Gina McNamara dalam keterangan resminya.

“Saat ini, 2% bisnis di Indonesia menyatakan keberlanjutan merupakan hal yang penting bagi hasil bisnis mereka, dan 36% lainnya menyatakan bahwa hal tersebut akan menjadi penting dalam lima tahun ke depan. Sekarang adalah waktunya untuk menggabungkan pengambilan keputusan keuangan dan lingkungan dalam setiap proses bisnis, jadi kami memperlakukan data karbon sama seperti kami memperlakukan data keuangan,” kata Gita McNamara.

Meskipun demikian, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Kurangnya strategi dampak lingkungan merupakan penghalang utama dalam mengambil tindakan hijau dengan 42% perusahaan di Indonesia menganggap hal tersebut sebagai tantangan, angka ini berada di atas rata-rata dunia yang hanya terhitung 32%. Masalah penting lainnya termasuk ketidakpastian yang disebabkan pandemi Covid-19 (40%), keraguan terhadap kemampuan mengukur dampak terhadap lingkungan (34%), dan kurangnya kejelasan tentang bagaimana tindakan potensial akan selaras dengan strategi organisasi (32%).

Baca Juga :   Pemerintah Klaim Penanganan Covid-19 dan Dampak Ekonominya Sudah Optimal

Mengekstrak nilai dari data keberlanjutan akan menjadi kunci untuk memungkinkan bisnis Indonesia membuktikan laba atas investasi. Sebanyak 40% perusahaan di Indonesia merasa sangat puas dengan kualitas data keberlanjutan yang mereka kumpulkan, naik 10 poin dari tahun lalu (30%) dan berada di atas angka global sebesar 23%.

Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengukur data keberlanjutan secara langsung tanpa mengandalkan asumsi dan perkiraan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia masih tertinggal dari perusahaan-perusahaan lain di dunia dalam hal mengukur polusi air secara langsung (23% di Indonesia vs 31% di dunia), polusi udara (11% vs 13%), dan kerusakan alam (18% vs 22%).

“Jika data keberlanjutan kita tidak lengkap, maka keputusan yang kita ambil untuk meningkatkan kesehatan planet dan bisnis kita akan diragukan,” kata McNamara.

Menurutnya, kuncinya adalah mencatat dan melaporkan data keberlanjutan yang akurat, terperinci, dan dapat diaudit, serta mengintegrasikannya dengan data keuangan untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat.

Sembilan dari sepuluh (92%) perusahaan di Indonesia menggunakan data keberlanjutan untuk menginformasikan pengambilan keputusan strategis dan operasional pada tingkat yang cukup kuat. Hanya 1% yang tidak menggunakan data keberlanjutan dalam pengambilan keputusan sama sekali.

Baca Juga :   Dalam Rangka Hari Kartini, Puan: Perempuan Harus Punya Peluang Sama dengan Laki-Laki

Namun, ada tanda-tanda kemajuan yang positif. Delapan dari sepuluh (84%) perusahaan di Indonesia melaporkan bahwa mereka melakukan pelacakan emisi Cakupan 1 dengan tingkat sedang atau kuat, sementara itu, angka tersebut mencapai 81% untuk emisi Cakupan 2, dan 80% untuk emisi Cakupan 3.

Demikian pula, bisnis di Indonesia membuat tuntutan keberlanjutan di seluruh ekosistem mereka. Lebih dari tiga perempat (84%) responden mengatakan bahwa mereka membutuhkan data keberlanjutan dari pemasok mereka dan 82% meminta data dampak lingkungan dari mitra seperti logistik dan pemenuhan pada tingkat yang moderat hingga kuat.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics