Soal Geledah KLHK, Kejagung Akan Periksa Semua Pihak Termasuk Perusahaan Sawit, Best Group?

0
400
Reporter: Wisnu Yusep

Sawit

Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan korupsi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan masih terus berlangsung. Penggeledahan di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tempo hari pun dalam rangka mencari barang bukti atas dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, pihaknya menduga telah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan sawit dalam kawasan hutan secara melawan hukum dari 2005 hingga 2024. Tindakan tersebut pun dinilai merugikan keuangan atau perekonomian negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Apakah kasus ini melibatkan perusahaan sawit swasta seperti Best Group yang memiliki konsesi di Kalimantan Tengah? “Nanti kita lihat ya, penyidik baru mau memanggil dan memeriksa saksi-saksi. Apakah nantinya ada perusahaan swasta seperti (Best Group) yang disampaikan itu, kita lihat perkembangannya,” tutur Harli saat dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp, Selasa (8/10).

Untuk diketahui, merujuk data KLHK hingga 4 Oktober 2023, luas indikatif perkebunan sawit yang terbangun dalam kawasan hutan tanpa perizinan di bidang kehutanan totalnya seluas 1.679.797 hektare. Luasan tersebut terdiri atas 1.679 unit kebun. Angka-angka itu hasil akumulasi inventarisasi data sawit dalam kawasan hutan yang tercantum dalam data dan informasi (SK Datin) tahap 1-15 yang ditetapkan menteri LHK.

Jika melihat subjek hukumnya, dari 1.679 unit kebun sawit itu, 1.263 unit kebun terindikasi milik perusahaan atau korporasi dengan luas 1.473.946,08 hektare. Merujuk catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), setidaknya 10 besar grup yang menanam sawit dalam kawasan hutan yang ikut proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan yang meliputi Sinar Mas, Wilmar, Musim Mas, Goodhope, Citra Borneo Indah, Genting, Bumitama, Sime Darby, Perkebunan Nusantara, dan Rajawali/Eagle High.

Baca Juga :   Dirut Pertamina akan Hormati Langkah Hukum Kejagung Usut Kasus Korupsi

Sesungguhnya ada satu perusahaan yang modusnya hampir sama dengan Duta Palma Group, perusahaan sawit yang beroperasi di Indragiri Hulu, Riau yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menggarap lahan negara tanpa izin. Perusahaan itu di bawah kendali Best Group yang milik Winarto dan Winarno Tjajadi alias Tjajadi bersaudara.

Sebagai crazy rich Surabaya, Tjajadi bersaudara ini sempat membetot perhatian publik karena salah satu anaknya menggelar pernikahan dengan anggaran kabarnya mencapai Rp 1 triliun. Akan tetapi, bukan itu masalahnya. Persoalannya perusahaan Tjajadi bersaudara ini dinilai memperluas lahan perkebunan sawitnya dengan menggarap lahan negara tanpa izin. Bahkan ada yang diperkirakan tanpa hak guna usaha (HGU).

Di Seruyan, Kalimantan Tengah, misalnya, Best Group menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan konsesi dari bupatinya ketika itu yakni Darwan Ali pada periode 2004-an. Konsesi tersebut tetap diberikan meski izin perkebunan kepada Best Group diduga telah memotong kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, yang sebelumnya dilindungi dari penebangan liar.

Bahkan ketika KLHK mendesak agar izin perkebunan Best Group tersebut dicabut, Darwan Ali bergeming. Pernyataan yang sama juga dilontarkan anggota Komisi IV DPR Daniel Johan pada medio 2016. Seperti yang diberitakan borneonews.com, Komisi IV DPR dipimpin Daniel Johan pernah melabrak perusahaan tersebut.

Baca Juga :   Kapuspenkum: Kerugian Negara di Jiwasraya Masih Dihitung BPK

Ketika itu, Daniel mengkritik anak usaha Best Agro yang merupakan bagian dari Best Group karena masuk Taman Nasional Sabangau (TNS), kawasan yang dilindungi. Daniel mengaku heran perusahaan tersebut tidak punya HGU dan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) bisa bangun pabrik serta menabrak kawasan hingga total 80 ribu hektare. Begitupun hal-hal yang lain, sambung Daniel, perusahaan tersebut tidak bayar kewajiban pajak hanya karena tidak clear luasan izinnya, sehingga negara diperkirakan mengalami kerugian perekonomian sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pada Pasal 3 UU Tipikor itu berbunyi “setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit  50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.”

Best Group
Soal keberadaan Best Group ini, lembaga masyarakat sipil Save Our Borneo bersama koalisi mengaku pernah melaporkannya ke KLHK. Save Our Borneo berjanji akan mencari lagi data terkait laporan Best Group itu ke KLHK. “Seingat saya (lapor) hanya ke KLHK. Waktu itu suratnya lewat Walhi, Mas. Karena sekretariat koalisi saat itu kantor Walhi Kalteng,” kata admin Save Our Borneo lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.

Baca Juga :   Kemenko Perekonomian Minta Maaf soal Tuduhan Pengawal Menko Airlangga Ancam Tembak Wartawan

Sedangkan, berdasarkan penelusuran wartawan theiconomics di Kejaksaan Agung (Kejagung), Best Group sudah pernah dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pada periode  2020-an. Akan tetapi, belum diketahui perkembangan laporan tersebut.

Sebelumnya, tim penyidik pada Jampidsus menggeledah kantor KLHK pada 3 Oktober lalu. Penggeledahan tersebut berlangsung sekitar 14 jam yang diduga berkaitan dengan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara ilegal di kawasan hutan dari 2005 hingga 2024. Karena pengelolaan ilegal tersebut, maka diduga merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Sebagai informasi berdasarkan berbagai sumber, Best Grup merupakan kelompok usaha sawit yang terintegrasi dari hulu hingga hilir yang berdiri sejak 1980-an. Best Grup sejak awal digawangi Winarno dan Winarto Tjajadi. Sedangkan,  Rendra Tjayadi merupakan adik kedua orang itu.

Keluarga Tjajadi bersaudara disebut memiliki lebih dari 10 perusahaan yang bergerak di bisnis sawit di Indonesia. Bisnis sawit keluarga tersebut setidaknya ditopang oleh 3 entitas usaha yang meliputi PT Best Capital Investment, PT Best Agro International dan PT Best Industry Technology.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics