
Sidang Praperadilan: Jaksa Adu Argumen dengan Kuasa Hukum WanaArtha

Sidang praperadilan WanaArtha Life terhadap Kejaksaan Agung soal penyitaan rekening efek/The Iconomics
Kejaksaan Agung menyatakan PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha atau WanaArtha Life tidak punya kedudukan hukum mengajukan gugatan praperadilan terkait penyitaan rekening efek. Penyitaan rekening efek tersebut dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Jaksa Arjuna yang mewakili Kejaksaan Agung menyebut, kedudukan hukum pemohon praperadilan meliputi saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan. Dengan ini, WanaArtha sebagai perseroan disebut tidak punya kedudukan hukum.
“WanaArtha bukan saksi korban atau pelapor, LSM atau ormas. Dan tidak terkait langsung dalam perkara korupsi Jiwasraya,” kata Arjuna membacakan jawaban Kejaksaan Agung atas gugatan praperadilan WanaArtha melalui kuasa hukumnya Erick S. Paat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (16/6).
Selanjutnya, kata Arjuna, gugatan praperadilan yang dilayangkan WanaArtha juga otomatis gugur jika merujuk kepada hukum acara (KUHAP). Di Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP berbunyi “Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur”.
Menurut Arjuna, saat ini pemeriksaan pokok perkara mengenai dugaan korupsi Jiwasraya telah berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta. “Maka sidang praperadilan gugur dengan sendiri,” tutur Arjuna.
Dari uraian tersebut, kata Arjuna, Kejaksaan Agung menyimpulkan dan meminta kepada majelis hakim praperadilan untuk menerima eksepsi termohon (jaksa) serta menyatakan gugatan pemohon (WanaArtha) tidak dapat diterima. Selanjutnya, menerima jawaban termohon (jaksa) untuk seluruhnya dan menolak permohonan praperadilan pemohon (WanaArtha) untuk seluruhnya.
“Kami juga meminta bahwa penyidikan atas kasus Jiwasraya dinyatakan sah secara hukum. Juga membebankan biaya kepada pemohon (WanaArtha),” kata Arjuna.
Menjawab uraian jaksa itu, pihak WanaArtha diwakili Erick S. Paat mengatakan, sejarah praperadilan merujuk KUHAP untuk melindungi hak asasi manusia termasuk dalam hal penyitaan. Dengan demikian, penyitaan terhadap rekening efek WanaArtha yang dinilai tidak adil dan tidak sesuai KUHAP.
Berkaitan dengan kedudukan hukum, Erick merujuk kepada kasus yang sudah pernah disidangkan di PN Jakarta Selatan. Dalam sebuah kasus praperadilan antara perusahaan asing dengan Mabes Polri, hakim justru mengabulkan gugatan perusahaan asing tersebut.
Dengan kata lain, perusahaan atau perseroan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan praperadilan. “Itu kalau berkaitan dengan legal standing,” kata Erick.
Di samping itu, berkaitan dengan pokok perkara dugaan korupsi Jiwasraya, menurut Erick, WanaArtha bukanlah pihak yang menjadi bagian dari itu. Dengan demikian, persidangan pokok perkara Jiwasraya tidak berhubungan sama sekali dengan gugatan praperadilan WanaArtha terkait upaya penyitaan rekening efek oleh Kejaksaan Agung.
“Jadi, kami berharap hakim bisa membuat temuan atau terobosan hukum, sangat berharap,” kata Erick.
Leave a reply
