
Serangan Siber Semakin Membuat Pemimpin Perusahaan Tak Bisa Tidur

Ilustrasi keamanan siber/Dok. Kaspersky
Risiko keamanan siber yang membuat para pemimpin perusahaan tidak tenang, terkonfirmasi juga dalam hasil studi yang dilakukan perusahaan keamanan siber, Kaspersky terhadap 900 responden di seluruh Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, Rusia, Eropa, dan Asia-Pasifik, dimana 100 di antaranya berasal dari Asia Tenggara.
Dilakukan pada April 2022, penelitian berjudul “How business executives perceive ransomware threat” mengumpulkan jawaban dari para manajemen senior non-IT (seperti tingkat CEO, VP, dan Direktur) dan pemilik bisnis atau mitra di perusahaan dengan 50-1000 karyawan .
Setengah dari mereka (34%) yang telah mengakui datanya dienkripsi secara destruktif oleh para pelaku kejahatan siber mengalami serangan ransomware tidak hanya sekali tetapi beberapa kali. Responden yang tersisa (33%) mengatakan bahwa mereka pernah mengalami kejadian seperti itu hanya satu kali.
Kejadian paling umum di antara korban ransomware di wilayah tersebut adalah bahwa hampir semua membayar uang tebusan (82,1%). Faktanya, 47,8% eksekutif yang disurvei mengaku bahwa mereka membayar tebusan sesegera mungkin untuk dapat memperoleh kembali akses ke data bisnis, dua digit lebih tinggi dari rata-rata global 38,1%.
Hampir seperempat (23,9%) mencoba untuk mendapatkan kembali data mereka melalui back-up atau dekripsi tetapi gagal dan akhirnya membayar uang tebusan dalam waktu dua hari, sementara 10,4% membutuhkan waktu seminggu sebelum membayar.
Ketika korban ransomware ditanya tentang langkah-langkah yang akan mereka lakukan jika mereka menghadapi kejadian yang sama, mayoritas (77%) pemimpin bisnis di Asia Tenggara menegaskan bahwa mereka akan tetap membayar uang tebusan. Ini menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan bagi perusahaan yang telah menjadi korban ransomware untuk membayar, karena dapat mendorong para pelaku kejahatan siber tersebut untuk melanjutkan serangan mereka.
“Sangat memprihatinkan melihat bahwa hanya 17,9% bisnis di Asia Tenggara yang menjadi korban ransomware yang tidak mengikuti tuntutan penjahat dunia maya. Kami berdiri teguh bahwa membayar uang tebusan tidak boleh menjadi reaksi spontan bagi perusahaan. Namun, dengan lebih dari setengah (67%) yang kami survei mengakui bahwa organisasi mereka tidak akan bertahan tanpa data bisnis apabila diserang, kami memahami urgensi dan keputusasaan untuk mendapatkan kembali data mereka sesegera mungkin, dengan segala cara,” komentar Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky dalam keterangannya beberapa waktu lalu yang diterima Theiconomics.
Studi Kaspersky juga mengungkapkan potongan teka-teki utama – bahwa mayoritas (94%) perusahaan di Asia Tenggara akan mencari bantuan eksternal jika diserang oleh ransomware. Ini sedikit lebih tinggi dari tingkat global di 89,9%.
Hampir seperempat (20%) di antaranya akan menghubungi penegak hukum yang berwenang, sementara 29% akan menghubungi investigasi insiden keamanan siber pihak ketiga dan penyedia layanan respons seperti Kaspersky. Sisanya akan menghubungi kedua organisasi eksternal ini untuk mengetahui cara merespons serangan ransomware.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
