Seperti Desember Lalu, Rumah Sakit Kembali Penuh dengan Pasien Covid-19, Mengapa?

0
1194

Foto-foto pasien yang terinfeksi virus corona (Covid-19) yang harus mengantre atau bergeletakan di lantai-lantai rumah sakit di India pada April lalu jamak kita temui di berbagai media massa termasuk di Indonesia. Rata-rata media massa menilai apa yang terjadi di India sebagai serangan gelombang ketiga Covid-19.

Time, misalnya, pada April lalu menggunakan judul India’s COVID-19 Crisis Is Spiraling Out of Control. It Didn’t Have to Be This Way. Jika diterjemahkan bahwa penyebaran Covid-19 di India semakin tidak terkendali dan tidak seharusnya begitu. Dalam pembukaan laporannya, wartawan Time menuliskan, senja mulai turun di ibu kota India dan bau jasad terbakar begitu menyengat memenuhi udara.

Wartawan Time menggambarkan situasi pada malam 26 April 2021 di ibu kota India. Dan di sebuah krematorium kecil di pinggiran New Delhi, 7 tumpukan kayu pemakaman masih saja menyala. Seorang penduduk yang bermukim di sana sepanjang hidupnya belum pernah melihat pembakaran jasad dalam jumlah banyak.

“Saya belum pernah melihat begitu banyak tubuh terbakar bersama,” tutur Gaurav Singh seperti dikutip Time pada April lalu.

Keadaan itulah yang dipotret media massa pada April lalu. Pun begitu di media sosial. Foto-foto kantong mayat, pasien dan keluarganya yang berdesakan di rumah sakit agar bisa mendapatkan pelayanan medis menyebar masif ke seluruh dunia. Situasinya tampak chaos. Sementara petugas kesehatan mengeluhkan tentang minimnya fasilitas medis seperti oksigen dan masker. Karena situasi itu, orang-orang menjadi frustasi dan marah. Dan semua itu terjadi karena varian baru dari Covid-19 yang disebut sebagai Delta Plus.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Baru-baru ini, liputan fotografer CNBC Indonesia di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat menunjukkan situasi yang mengingatkan kita atas apa yang terjadi di India. Pasien Covid-19 memenuhi lorong-lorong RSUD Cengkareng karena sudah tak mampu lagi menampung orang yang terinfeksi Covid-19.

Baca Juga :   Pertamina Group Solid Dukung Penanganan Covid-19 sebagai Dedikasi untuk Bangsa

Para pasien harus mengantre untuk mendapatkan perawatan. Pasalnya, semua rumah sakit rujukan untuk Covid-19 di DKI Jakarta sedang penuh. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 22 Juni 2021 menunjukkan penambahan kasus baru mencapai 13.668 orang. Dengan penambahan ini, maka total kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mencapai 2.018.113 orang.

Sementara untuk DKI Jakarta, kasus harian tercatat mencapai 5.014 kasus per 21 Juni 2021. Dengan demikian, total kasus positif di DKI Jakarta per 21 Juni 2021 mencapai 479.043. Fakta tersebut menjadikan kasus tertinggi sejak Januari atau Februari lalu. Lonjakan kasus dan tingkat kematian Covid-19 saat ini disebut dampak dari liburan Lebaran 2021.

Sementara itu, untuk program vaksinasi yang disebut sebagai game changer Covid-19 untuk mencapai kekebalan kelompok baru mencapai 12.239.706 orang per 20 Juni 2021. Jumlah tersebut orang yang sudah mendapat 2 dosis vaksin Covid-19. Sementara jumlah warga yang sudah disuntik vaksin dosis pertama sebanyak 23.043.372 orang.

Akan tetapi, untuk mencapai kekebalan kelompok itu, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan, setidaknya ada 3 variabel yang harus dipenuhi. Pertama, angka reproduksi virus harus ditekan di bawah angka satu. Melihat situasi saat ini dan mutasi atau varian virus corona yang sudah menyebar, maka angka reproduksi virus pun untuk saat ini sulit ditekan.

Kedua, kata Dicky, terkait dengan efektivitas vaksin di dunia nyata dalam mencegah penularan Covid-19 virus corona di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Data tersebut dinilai belum ada sampai saat ini baik untuk vaksin Sinovac maupun AstraZeneca.

Ketiga, lanjut Dicky, cakupan dari vaksinasi atau ambang batas dari kekebalan kelompok. Setidaknya itu 70% ambang batas minimalnya dan tidak juga otomatis terjadi kekebalan kelompok. Karena antara satu variabel dengan variabel lainnya saling terkait dan saling berpengaruh. Dicky mencontohkan polio di mana kekebalan kelompok baru terjadi sekitar 60 tahun.

Baca Juga :   Vaksinasi dan Penanggulangan Covid-19 Disebut Kunci Pemulihan Ekonomi

Pertambahan Kasus
Kasus Covid-19 di Indonesia ini memang menarik untuk diamati. Soalnya, karena pertambahan kasus aktif itu membuat rumah sakit khusus DKI Jakarta menjadi penuh. Tetapi, boleh jadi rumah sakit penuh bukan karena orang-orang yang terinfeksi itu perlu perawatan intensif. Situasi tersebut juga terjadi pada Desember 2020 di mana orang-orang berbondong-bondong ke rumah sakit karena ingin mendapat perawatan secara intensif. Padahal boleh jadi orang-orang terinfeksi Covid-19 itu tanpa gejala, gejala ringan dan gejala sedang.

Lantas, penderita Covid-19 seperti apa yang perlu mendapat perawatan di rumah sakit? Merujuk kepada Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Kementerian Kesehatan status klinis pasien itu terdiri atas tanpa gejala; sakit ringan; sakit sedang; sakit berat; dan sakit kritis. Penanganan untuk tiap-tiap status klinis ini juga berbeda-beda.

Untuk pasien tanpa gejala, misalnya, merujuk Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Kementerian Kesehatan pada prinsipnya tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Pasien hanya perlu menjalankan isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang telah dipersiapkan pemerintah. Dan setelah 10 hari, pasien diwajibkan untu cek ke fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Sementara untuk pasien gejala ringan penanganannya juga sama dengan pasien tanpa gejala. Tidak perlu rawat inap. Wajib menjalani isolasi minimal selama 10 hari sejak muncul gejala, ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Isolasi bisa dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah. Pasien sakit ringan dapat diberikan pengobatan simptomatik. Juga harus diberikan informasi mengenai gejala dan tanda perburukan yang mungkin terjadi dan nomor kontak petugas kesehatan yang bisa dihubungi apabila sewaktu-waktu gejala tersebut muncul.

Baca Juga :   RDG BI: Suku Bunga Acuan Juli 2020 Jadi 4%

Sedangkan, untuk pasien dengan gejala sedang dan ringan dengan penyakit bawaan diminta menjalani perawatan di rumah sakit. Perawatan ini dilakukan untuk mendapatkan pengobatan terhadap gejala yang ada dan juga memudahkan pemantauan oleh petugas kesehatan. Ini dilakukan sampai gejala hilang dan bila sudah dinilai memenuhi kriteria, maka pasien akan dipulangkan dari rumah sakit.

Merujuk kepada Pedoman tersebut, maka sebenarnya sudah jelas prosedur menangani mereka yang terinfeksi Covid-19. Persoalan akan muncul apabila masyarakat memutuskan untuk isolasi mandiri. Sebab, segala biaya yang berkaitan dengan pengobatan Covid-19 ditanggung sendiri. Tentu saja itu membebani masyarakat sehingga memilih untuk pergi ke rumah sakit agar biayanya ditanggung oleh pemerintah.

Di samping itu, masyarakat juga meragukan efektivitas Satuan Tugas Penanganan Covid-19 hingga tingkat yang terendah seperti lingkungan rukun tetangga (RT). Pasalnya, masyarakat yang pernah menjalani isolasi mandiri karena tanpa gejala sama sekali tidak mendapat perhatian dari petugas kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di tingkat RT.

Karena alasan tersebut, membludaknya masyarakat yang terinfeksi Covid-19 ke rumah sakit tidaklah mengherankan. Dan sebanyak apapun fasilitas yang disediakan – tanpa mengedukasi dan mengefektifkan kerja-kerja Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dari tertinggi hingga terendah – maka pemerintah akan terus kewalahan mengendalikan Covid-19 ini.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics