
Semester I-2024, Laju Pertumbuhan Kinerja Danamon Tertahan Adira Finance

Ilustrasi Bank Danamon/Foto: Bank Danamon
Meski pendapatan masih tumbuh positif, sepanjang semester I-2024, laba operasional (operating profit) dan laba operasional setelah pajak (net operating profit after tax) PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) mengalami kontraksi.
Kondisi ini terjadi karena kenaikan biaya dana (Cost of Fund) yang signifikan terutama pada anak usahanya PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance).
Sepanjang semester I-2024, Danamon membukukan pendapatan bunga bersih sebesar Rp7,8 triliun (+5% YoY) dan pendapatan non bunga sebesar Rp1,6 triliun (+21% YoY). Sehingga, secara keseluruhan pendapatan operasional Danamon pada semster I-2024 mencapai Rp9,4 triliun, naik 8% dibanding periode yang sama tahun lalu (Year on Year/YoY).
Biaya operasional naik 6% menjadi Rp5,2 triliun, sehingga Pre-Provision Operating Profit (PPOP) atau laba operasional sebelum pencadangan pada semester I-2024 sebesar Rp4,3 triliun, naik 10% YoY.
Namun, Cost of Credit (CoC) atau biaya dana mengalami lonjakan signifikan yaitu 28% YoY menjadi Rp2,4 triliun pada semester I-2024, dari Rp1,9 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Alhasil, laba operasional Danamon tercatat sebesar Rp1,8 triliun, turun 8% YoY, dari Rp2 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Sementara, laba setelah pajak (Net Operating Profit After Tax) tercatat sebesar Rp1,45 triliun, turun 4% YoY, dari Rp1,50 triliun pada semeter I-2023.
Muljono Tjandra, Direktur Keuangan Danamon menyampaikan total kredit dan trade finance Danamon tumbuh sebesar 14% YoY menjadi Rp183,9 triliun.
“Pertumbuhan tersebut ditopang oleh semua lini bisnis Danamon. Segmen enterprise banking dan financial institution (EBFI) tumbuh sekitar 12% YoY atau mencapai Rp82,7 triliun. Kemudian kredit konsumen menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan membukukan kenaikan sebesar 32% YoY, segmen kredit usaha kecil menengah (UKM) tumbuh 9% YoY dan kredit pembiayaan dari PT Adira Dinamika Multi Finance tumbuh sebesar 15% YoY mencapai Rp58,4 triliun,” bebernya dalam konferensi pers, Selasa (30/7).
Dari segi pendanaan, hingga akhir semester pertama 2024 ini, Bank Danamon mencatat pertumbuhan total dana pihak ketiga sebesar 15% YoY menjadi Rp146,1 triliun dan granular funding tumbuh sebesar 10% YoY.
Danamon juga berhasil mempertahankan kualitas aset yang sehat yang tercermin pada beberapa indikator kunci meliputi rasio kecukupan pencadangan NPL yang semakin kuat mencapai 263,2% dari seitar 259,9% pada tahun sebelumnya, serta rasio gross NPL konsolidasi membaik menjadi 2,2%.
Terimbas Bisnis Adira yang Lesu
Dadi Budiana, Direktur Manajemen Risiko Danamon menjelaskan kenaikan Cost of Credit (CoC) terutama terjadi pada Adira Finance. Pada semeter I-2024, CoC Danamon mencapai sekitar Rp2,4 triliun, naik 28% dari Rp1,9 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Dadi mengungkapkan, CoC Adira pada semester I-2024 mencapai Rp2,1 triliun, meningkat 73% YoY, dari Rp1,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara, CoC bisnis non Adira – enterprise banking, SMI dan consumer yang bukan Adira – pada semester I-2024 adalah sebesar Rp333 miliar, turun 51% YoY dari Rp684 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Adira Finance, I Dewa Made Susila mengatakan tahun ini bisnis Adira memang terimbas kelesuhan industri otomotif dan pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah bawah yang menjadi pasar Adira.
“Secara umum memang industri pembiayaan otomotif menghadapi tantangan yang cukup berat di tahun 2024 ini. Kalau kita lihat, penjualan roda dua flat. Penjualan roda empat turun dobel digit. Ini adalah bukti bahwa industrinya memang mengadapi banyak tantangan,” ujar Made.
Selain itu, tambah Made, daya beli (purchasing power) konsumen juga mengalami penurunan, terutama di segmen menengah bawah. Padahal, 85% nasabah Adira untuk pembiayaan sepeda motor yang umumnya adalah segmen kelas menengah bawah.
Di pembiayaan roda empat pun, tambah Made, 50% adalah pembiayaan komersial untuk mobil pickup yang juga merupakan segmen kelas menengah bawah.
Penurunan daya beli segmen menengah bawah ini, menurut Made, terjadi karena penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi terutama di sektor informal. Sementara di sisi lain, ada kenaikan biaya hidup yang signifikan karena kenaikan harga pangan dan energi.
Pelemahan daya beli ini menyebabkan kelayakan kredit (creditworthiness) konsumen kelas menegah bawah pun menurun.
“Jadi, memang kami akui bahwa terjadi pelemahan daya beli masyarakat yang berdampak kepada bisnis Adira,” ujar Made.
Lantas apa yang dilakukan Adira? Untuk portofolio pembiayaan yang ada, Made mengatakan, Adira mengintesifkan penagihan. Meski ia juga mengakui ada kendala operasional terkait penagihan ini karena peraturan yang makin ketat. Selain itu, juga ada masalah bencana seperti banjir di beberapa daerah.
“Untuk penyaluran kredit baru, sama seperti perusahaan pembiayaan lainnya, dilakukan lebih selektif, karena memang pasarnya lagi challenging, misalnya kenaikan DP [uang muka], kenaikan lending rate, pemilihan segmen, baik segmen pasar maupun segmen produk,” ujarnya.
Meski kondisi menantang, Made mengatakan, Adira optimis tetap mempertahankan kinerja yang baik pada tahun ini. Sepanjang semester pertama 2024 ini, penyaluran pembiayaan baru Adira mencapai Rp20 triliun, relatif sama dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp20,4 triliun.
Hingga akhir tahun, Adira menargetkan pembiayaan baru sebear Rp40 triliun. Sementara sepanjang 2023, pembiayaan baru Adira mencapai Rp41,6 triliun.
Meski CoC naik signifikan, Made mengatakan, pada semester I-2024, Adira “masih membukukan profit dengan RoA di atas 2%”
“Kami percaya kami bisa melewati ini dan menatap tahun depan lebih kuat lagi,” ujar Made.
Leave a reply
