Ryan Kiryanto: Konglomerasi Keuangan Butuh Pengawasan Ekstra

0
2301
Reporter: Petrus Dabu

Pengaturan dan pengawasan terintegrasi makin dibutuhkan saat ini mengingat perkembangan industri keuangan sudah semakin terkonsolidiasi dalam grup atau konglomerasi.

Ryan Kiryanto, Ekonom yang juga Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan konglomerasi keuangan adalah lembaga jasa keuangan yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan  kepemilikan dan atau pengedalian.

Setidaknya ada tiga modus pebentukan konglomerasi keuangan, menurut Ryan. Pertama, secara grup vertikal artinya dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas.  Dalam konsep vertikal group conglomeration ini  teradapat entitas bisnis utama yaitu bank.

Ryan mengatakan sudah lazim di Indonesia, sesuai dengan perkembangan ekonomi dan sektor keuangan, bank-bank memiliki anak-anak perusahaan yang bergerak di asuransi, ada yang sekuritas, maupun di pembiayaan atau multifinance.

“Hubungan ini, hubungan yang sifatnya vertikal, dimana bank sebagai induk usaha atau entitas utama memiliki asuransi, sekuritas maupun pembiayaan. Dan ini lazim terjadi di mana pun termasuk di Indonesia,”ujar Ryan di Jakarta, Rabu (2/9).

Kedua, pembentukan secara horisontal, artinya strukturnya bersifat lateral dimana entitas bisnis utamanya misalnya asuransi dan juga lembaga multifinance. Keduanya berada dalam posisi sejajar. Hubungan ini bersifat tidak langsung tetapi berada dalam satu konglomerasi yang dimiliki atau dikontrol oleh pihak yang sama.  Model seperti ini, menurut Ryan juga sudah lazim di Indonesia.

Baca Juga :   Satgas Pasti: PT Gadai Syariah Berkat Bersama Dikeluarkan dari Daftar Pergadaian Ilegal

Ketiga, model campuran (mixed group). Dalam model ini Pemegang Saham Pengendali (PSP) bersma dengan PSP yang lainnya bersama-sama memiliki entitas bisnis inti yaitu bank, dan juga asuransi dan sekuritas. Baik bank maupun perusahaan sekuritas memiliki anak perusahaan. Sebut saja misalnya bank memiliki anak usaha yang bergerak di bidang pembiayaan dan sekuritas memiliki anak usaha aset manajemen. Gejala mixed group ini, menurut Ryan juga sudah mulai banyak terjadi di indutri keuangan di Indonesia.

“Tiga bentuk konglomerasi keuangan di Indonesia inilah yang harus mendapat pengawasan ekstra. Saya menggunakan pengawasan ekstra karena mengawasi kelompok usaha itu tentu lebih complicated karena aturan main satu dengan yang lainnya berbeda. Yang penting bagi OJK sebagai lembaga penyelaras aturan adalah bagaimana mengharmonisasikan atau menyelaraskan aturuan yang satu dengan aturan yang lain sehingga tidak terjadi konflik atau benturan di lapangan,” jelas Ryan.

Konglomerasi keuangan ini, jelasnya akan terus mengalami perkembangan. Hal ini terjadi karena memang produk-produk sektor keuangan semakin beragam baik itu produk yang sifatnya derivatif, maupun yang sifatnya hybird yaitu irisan antara produk perbankan maupun katakan produk asuransi dan sebagainya.

Baca Juga :   GandengTangan Peroleh BIP dari Bekraf

“Nah ini harus diawasi dengan baik, dengan intens supaya kalau ada masalah yang terdeteksi di salah satu anggota dari konglomerasi keuangan ini maka otoritas atau regulator bisa mengambil tindakan-tindakan yang sifatnya preventif bukan sekedar sifatnya kuratif,” ujarnya.

Ryan mengatakan Undang-Undang No.21 tahun 2011 sudah memberikan mandat kepada OJK untuk melakukan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap industri keuangan. Dalam pasal 5 disebutkan ‘OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa  keuangan.”

Sistem pengawasan yang terintegrasi ini pun sudah berjalan selama ini dan hasilnya, menurut Ryan adalah stabilitas sistem keuangan Indonesia yang terjaga dengan baik, bahkan dalam kondisi tekanan ekonomi saat ini.

Di sisi perbankan, misalnya fungsi intermediasinya masih tetap bisa berjalan dengan cukup baik dimana kredit tetap tumbuh positif sebesar 1,53% dan dana pihak ketiga tumbuh 8,53% secara tahunan (yoy) pada Juli lalu. Rasio kredit bermasalah pun masih terjaga di bawah 5% yaitu secara gross sebesar 3,22%.

Leave a reply

Iconomics