RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja: Pekerjaan Besarnya adalah Penyederhanaan Perizinan Usaha

0
405

Draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (21/01/2020) ini telah mengidentifikasi sekitar 79 Undang-Undang (UU) dan 1.244 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, isu besar di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini ada di klaster pertama yaitu Penyederhaan Perizinan Berusaha. Karena dalam klaster 1 sendiri telah terbagi atas 18 sub klaster.

Adapun 18 sub klaster tersebut meliputi lokasi, lingkungan, bangunan gedung, sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor kelautan perikanan, sektor ESDM, sektor ketenaganukliran, sektor perindustrian, sektor perdagangan, sektor kesehatan obat & makanan, sektor pariwisata, sektor pendidikan, sektor keagamaan, sektor perhubungan, sektor PUPR, sektor pos & telekomunikasi, sektor pertahanan & keamanan. Dalam pembahasan terakhir terdapat 52 UU dan 770 pasal terdampak yang termasuk dalam klaster pertama ini.

Sumber: Kemenko Perekonomian

Perizinan dasar yang penting meliputi Izin Lokasi, Izin Lingkungan dan Izin Bangunan Gedung. Yang termasuk persoalan izin lokasi, yaitu antara lain izin ini akan digantikan dengan penggunaan Peta Digital Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), kemudian ada pengintegrasian Rencana Tata Ruang (matra darat) dan Rencana Zonasi (matra laut).

Baca Juga :   Menteri Perindustrian: Skema Upah Per Jam Masuk Omnibus Law

“Jadi intinya, kita tidak ada menghapus sama sekali Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Lingkungan (Amdal), namun yang dilakukan adalah membuat standar berdasarkan risiko dari masing-masing usaha tersebut,” kata Sesmen dalam siaran pers.

Omnibus Law Cipta Kerja: Penyederhanaan Izin Usaha/Kemenko Perekonomian

Pemerintah pun mempermudah operasional Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), antara lain dengan menerapkan perizinan tunggal (melalui pendaftaran), pengelolaan terpadu secara klaster, peningkatan kemitraan, serta memberi insentif pembiayaan yakni usaha sebagai agunan pinjaman.

Untuk masalah ketenagakerjaan, Sesmenko menegaskan bahwa Upah Minimum (UM) dipastikan tidak akan turun serta tidak dapat ditangguhkan, terlepas dari apapun kondisi pengusahanya. Untuk kenaikan UM akan memperhitungkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah.

“UM yang ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja baru dan berpengalaman kerja di bawah satu tahun, sedangkan kalau kompetensi mereka lebih akan bisa diberikan lebih dari UM. Sistem pengupahan mereka didasarkan pada struktur dan skala upah. Upah per jam itu contohnya (untuk) konsultan, freelancer, dan ada jenis pekerjaan baru di sektor ekonomi digital,” kata Sesmen.

Baca Juga :   Pemerintah Sebut Banyak Distorsi Informasi Terkait Kluster Ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja

Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan pekerja juga menjadi salah satu fokus pemerintah. Dilakukan dengan membentuk Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). JKP memberikan manfaat berupa Cash Benefit, Vocational Training, atau Job Placement Access.

Penambahan manfaat JKP tidak akan menambah beban iuran bagi pekerja dan perusahaan. Pekerja yang mendapatkan JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Hari Tua (JHT); Jaminan Pensiun (JP); dan Jaminan Kematian (JKm). Serta untuk memberikan perlindungan bagi Pekerja Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT, mereka akan diberikan kompensasi tersendiri jika telah habis masa kontrak kerjanya.

Sesmenko menekankan bahwa ke depannya masih akan pembahasan lebih lanjut tentang masing-masing klaster, supaya masyarakat dapat lebih memahami substansi dari Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini sendiri.

Adapun posisi terakhir draft ini masih dalam finalisasi. Susiwijono mengatakan naskah akademik dan draftRUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja masih dalam pembahasan internal untuk finalisasi antar kementerian/lembaga (K/L) dan stakeholdersterkait, termasuk akademisi dan dunia usaha. Draftyang telah dibahas selama 2,5 bulan ini akan diselesaikan pada hari Minggu (19/01/2020), dan akan dapat diserahkan kepada DPR pada Selasa (21/01/2020).

Baca Juga :   Setelah UU P3 Disetujui, DPR Tunggu Surpres untuk Revisi UU Ciptaker

Sesuai hasil pembahasan terakhir per 17 Januari 2020, telah diidentifikasi sekira 79 UU dan 1.244 pasal yang terdampak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, dengan rincian:

1)    Penyederhanaan Perizinan: 52 UU dengan 770 pasal;

2)    Persyaratan Investasi: 13 UU dengan 24 pasal;

3)    Ketenagakerjaan: 3 UU dengan 55 pasal;

4)    Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMK-M: 3 UU dengan 6 pasal;

5)    Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal;

6)    Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal;

7)    Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal;

8)    Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal;

9)    Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal

10)  Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal; dan

11)  Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics