
Restrukturisasi Dinilai Langkah yang Tepat Selamatkan Garuda

Tangkapan layar YouTube, Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter Gontha/Iconomics
Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter Gontha menilai langkah Kementerian BUMN untuk merestrukturisasi perseroan sudah tepat. Terlebih utang dan kerugian yang ditanggung Garuda benar-benar karena pandemi Covid-19 dan itu terjadi di seluruh dunia.
“Saya ingin bicara mengenai dunia penerbangan secara keseluruhan, tidak hanya soal Garuda. Pandemi ini membuat beberapa sektor langsung menderita seperti pariwisata, retail dan penerbangan,” kata Peter dalam sebuah diskusi yang ditayangkan secara virtual, Kamis (10/6).
Peter mengatakan, maskapai lainnya yang mengalami hal seperti Garuda, misalnya, Singapore Airlines. Meski sudah mendapat suntikan dana dari pemerintahnya yang mencapai sekitar SGD 13,1 miliar tetap saja perusahaan penerbangan itu merugi. Pasalnya, Singapura itu hidupnya dari turis yang diangkut oleh Singapore Airlines.
Sementara itu, kata Peter, Garuda itu sudah menjadi perusahaan publik. Di samping pemerintah, swasta dan masyarakat juga pemilik saham Garuda. Karenanya, pemerintah sulit untuk membantu Garuda karena bisa terkena masalah hukum.
“Memang agak dilemma pemerintah masuk membantu Garuda. Kalau diberikan bantuan kan yang mendapat faedahnya nanti pemegang saham yang lain. Ini akan menjadi masalah hukum,” ujar Peter.
Peter juga menyinggung keberadaan Garuda yang sudah berkiprah selama 50 tahun tetapi setiap terjadi krisis selalu menjadi yang terdepan. Itu yang selalu terjadi tetapi Garuda harus tetap terbang karena merupakan flag carrier.
“Garuda kalau terbang kan membawa bendera Indonesia ke seluruh penjuru dunia. Itu membuat kita bangga, tetapi ada harga yang harus kita bayar. Garuda juga sulit bersaing dengan maskapai dunia lainna karena penerbangan mereka disubsidi. Sementara Garuda kan perusahaan publik,” kata Peter.
Sebelumnya, Garuda Indonesia disebut berada dalam situasi kritis. Pasalnya, perseroan menanggung utang yang mencapai Rp 70 triliun atau sekitar US$ 4,5 miliar. Restrukturisasi pun menjadi pilihan untuk menyelamatkan flag carrier ini.
Utang Garuda setidaknya disebabkan karena pendapatan yang anjlok dan tingginya biaya untuk pembayaran leasing pesawat. Untuk pendapatan, misalnya, pada Kuartal III/2019 mencapai US$ 3,5 miliar. Sementara pada Kuartal III/2020 anjlok 67% tinggal US$ 1,1 miliar. Sementara angka pengeluaran dan biaya operasional turun hampir mencapai 31%. Sedangkan struktur biaya paling besar adalah membiayai leasing pesawat sebesar 75%.
Leave a reply
