Respons Pengusaha Sawit atas Tarif Impor 32% dari Donald Trump untuk Produk Indonesia

0
491

Sawit

Pengusaha sawit Indonesia memperkirakan ekspor mereka akan terdampak kebijakan tarif impor 32% dari pemerintah Amerika Serikat di bawah Donald Trump.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyampaikan, agar ekspor minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) Indonesia tetap kompetitif pemerintah mesti meninjau kembali beberapa kebijakan ekspor CPO yang selama ini membebani pengusaha.

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono mengatakan pasar Amerika Serikat cukup potensial. Dalam lima tahun terakhir, kata dia, ekspor CPO Indonesia ke Negeri Paman Sam terus meningkat, dari sebelumnya dibawah 1 juta sekarang sudah diatas 2 juta. 

Eddy yang dihubungi Theiconomics.com pada Jumat (4/4) mengatakan, kebijakan tarif sebesar 32% itu akan berpengaruh terhadap ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat.

“Tahun 2024 ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat sebesar 2,2 juta ton. Paling tidak [dampak kebijakan tarif impor 32%] akan terjadi stagnasi besaran ekspor ke Amerika Serikat,” ujarnya.

Eddy mengatakan agar ekspor minyak sawit Indonesia tetap kompetitif, maka pemerintah perlu meninjau kembali beban-beban ekspor yang ditanggung pengusaha sawit.

“Kalau mau tetap bisa bersaing, maka beban saat ini harus dikurangi, karena saat ini ekspor minyak sawit Indonesia terkena beban DMO [Domestic Market Obligation], PE [Pungutan Ekspor] dan BK [Bea Keluar],” ujar Eddy.

Baca Juga :   GAPKI: Sawit Punya Daya Tawar Hadapi Diskriminasi

Ia mengungkapkan, saat ini kebijakan DMO, PE dan BK memberikan beban kepada eksportir CPO sebesar US$249 per metric ton (MT).

Sebelumnya pada 26 Maret lalu, Kementerian Perdagangan mengumumkan Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU  BPDP-KS),  atau  biasa  dikenal  sebagai  Pungutan  Ekspor  (PE),  periode  April  2025  adalah  sebesar  US$961,54 per MT. Nilai ini meningkat sebesar US$7,03 atau 0,74 persen dari HR CPO periode Maret 2025 yang tercatat sebesar US$954,50 per MT.

Penetapan  ini  tercantum  dalam  Keputusan  Menteri  Perdagangan  (Kepmendag)  Nomor  447  Tahun  2025 tentang HR CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDP-KS Periode April 2025.

Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim mengatakan, BK CPO periode April  2025 merujuk  pada  Kolom  Angka  7  Lampiran  Huruf  C  Peraturan  Menteri  Keuangan  (PMK) Nomor  38  Tahun  2024  sebesar  US$  124 per MT.

Sementara  itu,  PE  CPO  periode April  2025 merujuk  pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024 sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode April 2025, yaitu sebesar US$ 72,1152 per MT.

Baca Juga :   GAPKI: Mandatori B30 Kebijakan yang Tepat, B100 Perlu Kajian Mendalam

“Saat ini, HR CPO turun mendekati ambang batas sebesar US$ 680 per MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 124 per MT dan PE CPO sebesar 7,5 persen dari HR CPO periode April 2025, yaitu sebesar US$ 72,1152 per  MT periode April 2025,”tutur Isy.

Sumber  harga  untuk  penetapan  HR  CPO  diperoleh  dari  rata-rata  harga  selama  periode 25  Februari—24 Maret 2025 pada Bursa CPO di Indonesia yang sebesar US$ 857,47 per MT, Bursa CPO di Malaysia yang sebesar US$ 1.065,60 per MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam yang sebesar US$ 1.553,06 per MT. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari US$ 40, perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median. 

Oleh karena itu, HR bersumber dari bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, ditetapkan HR CPO sebesar US$ 961,54 per MT.

Baca Juga :   Mendorong Keterlibatan Masyarakat Perdesaan Hasilkan Minyak Sawit Berkelanjutan

Eddy mengatakan GAPKI juga akan melakukan konsolidasi internal pasca kebijakan tarif tersebut setelah libur Lebaran nanti. 

Selain meminta pemerintah meninjau kembali beban-beban ekspor minyak sawit, solusi lainnya, kata Eddy, para pengusaha akan mencari pasar alternatif, seperti di Afrika yang masih potensial bisa ditingkatkan.

Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor untuk semua negara di dunia dengan besaran tarif yang beragam. Untuk Indonesia dikenakan tarif impor 32%.

Selain Indonesia, pengenaan tarif tersebut pun berlaku untuk negara lain seperti Tiongkok tarifnya sebesar 34%, Uni Eropa sebesar 20%, Vietnam sebesar 46%, India sebesar 26%, Jepang sebesar 24%, Thailand sebesar 36%, Malaysia sebesar 24%, Filipina sebesar 17%, dan Singapura sebesar 10%. Tarif yang diberlakukan untuk Indonesia lebih tinggi dari negara Asia lain, seperti Malaysia, Singapura, India, Filipina, dan Jepang.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics