
Rekam Jejak Menpora hingga Komisaris BUMN yang Terseret Kasus BTS 4G

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo alias Dito Ariotedjo, Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaenan dan Direktur SDM PT Pertamina (Persero) Erry Sugiharto/Istimewa
Beberapa nama yang disebut dalam kasus BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mendadak populer. Sebut saja, misalnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo alias Dito Ariotedjo, Direktur SDM PT Pertamina (Persero) Erry Sugiharto dan Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaenan.
Ketiga orang tersebut kini menduduki jabatan publik di Kemenpora hingga badan usaha milik negara (BUMN). Nama ketiga orang ini mencuat dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti karena pengakuan Irwan Hermawan, salah satu terdakwa sekaligus komisaris PT Solitech Media Synergy. Di samping 3 nama ini, Irwan dalam berita acara pemeriksaannya (BAP) sebagai saksi yang beredar di berbagai pemberitaan menyebutkan ada 11 nama termasuk Dito, Erry dan Edward itu yang menerima aliran dana yang diduga untuk mengamankan perkara korupsi BTS 4G Bakti.
Soal itu, Maqdir Ismail sebagai penasihat hukum Irwan mengatakan, berdasarkan dakwaan, dana yang dikumpulkan Irwan senilai Rp 119 miliar dialirkan kepada sejumlah pihak itu sebagian untuk pengamanan perkara BTS 4G yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Akan tetapi, Maqdir tidak mengetahui sumber-sumber dana yang dikumpulkan Irwan itu.
“Saya nggak tahu persis sumber uangnya dari mana. Tapi, ini dari orang-orang yang mempunyai hubungan dengan pekerjaan proyek BTS 4G,” kata Maqdir saat ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Dalam surat dakwaan terhadap Irwan, jaksa penuntut umum (JPU) menudingnya telah mengumpulkan uang senilai Rp 119 miliar yang bersumber dari 4 pihak. Pertama, PT Sarana Global Indonesia (SGI) senilai Rp 28 miliar dengan penyerahannya Rp 25 miliar melalui Windi Purnama (orang kepercayaan Irwan) dan Rp 3 miliar lewat Bayu Eriano (orang PT SGI).
Sumber kedua, PT JIG senilai Rp 26 miliar yang penyerahannya dilakukan lewat Windi. Sumber ketiga, PT Waradana Yusa Abadi senilai Rp 28 miliar yang penyerahannya dilakukan lewat Steven Setiawan Sutrisna yang juga menjabat sebagai Direktur PT Waradhana Yusa Abadi. Sumber keempat, berasal dari Jemy Sutjiawan selaku Direktur Utama PT Sansaine senilai Rp 30 miliar.
Sedangkan berdasarkan BAP Irwan yang beredar di berbagai pemberitaan ada 7 pihak yang menjadi sumber dana senilai Rp 243 miliar yang dialirkan kepada 11 penerima. Ketujuh pihak itu meliputi Jemmy Sutjiawan (PT Fiberhome Technologies Indonesia dan pemilik PT Sansaine Exindo, subkontraktor untuk paket 1 dan paket 2 proyek BTS 4G) Rp 37 miliar rentang April 2021- Juli 2022. Selanjutnya, Steven Setiawan Sutrisna selaku Direktur PT Waradana Yusa Abadi senilai Rp 28 miliar periode akhir 2021 hingga pertengahan 2022.
Kemudian, dari JIG Nusantara senilai Rp 26 miliar pada awal dan pertengahan 2022. Lalu, dari SGI Rp 28 miliar pada pertengahan 2022. Selanjutnya, dari Muhammad Yusrizki (PT Basis Utama Prima), Irwan menerima setoran Rp 60 miliar pada pertengahan 2022. Begitu pula dari PT Aplikanusa Lintasarta pada 2022, Irwan menerima senilai Rp 7 miliar.
Terakhir Irwan menerima uang dari PT Surya Energi Indotama (SEI) dan Jemmy Sutjiawan senilai Rp 57 miliar pada 2022.
Sesuai dengan surat dakwaan, Irwan disebut mengalirkan dana itu untuk ke sejumlah pihak meliputi Elvano Hatorangan senilai Rp 2,4 miliar (Pokja Kominfo); Anang Achmad Latif (eks Dirut Bakti Kominfo) 200 ribu dolar Singapura; Feriandi Mirza (Pokja Kominfo) senilai Rp 300 juta; Johnny G. Plate (eks Menkominfo) senilai Rp 500 juta per bulan dengan total Rp 10 miliar; kepada Johnny lewat Walbertus Natalius Wisang (orang Johnny Plate) senilai Rp 4 miliar; biaya fasilitas perjalanan dinas luar negeri Johnny Plate ke Paris, Prancis sekitar Rp 454 juta, London, Inggris sekitar Rp 168 juta dan Amerika Serikat sekitar Rp 405 juta.
Selain orang-orang yang disebutkan itu, Irwan merujuk ke BAP-nya mengakui telah memberikan sejumlah kepada X, Y, dan Z pada 15 Mei 2023 dalam rangka menyelesaikan masalah hukum kasus BTS 4G Bakti di Kejagung. Akan tetapi, tidak disebutkan nilai yang diberikan kepada X, Y dan Z itu.
Sementara berdasarkan BAP Irwan yang beredar di berbagai pemberitaan menyebutkan, berdasarkan arahan Anang Latif, dana yang dikumpulkan itu diberikan kepada 11 penerima. Mulai dari staf menteri Rp 10 miliar (April 2021-Oktober 2022); Anang Latif Rp 3 miliar (Desember 2021); Pokja, Feriandi dan Elvano Rp 2,3 miliar (pertengahan 2022); Latifah Hanum Rp 1,7 miliar (Maret dan Agustus 2022); Nistra Rp 70 miliar (Desember 2021 dan pertengahan 2022); Erry (Pertamina) Rp 10 miliar (pertengahan 2022); Windu dan Setyo Rp 75 miliar (Agustus-Oktober 2022); Edwar Hutahaean Rp 15 miliar (Agustus 2022); Dito Ariotedjo Rp 27 miliar (November-Desember 2022); Walbertus Wisang Rp 4 miliar (Juni-Oktober 2022); dan Sadikin Rp 40 miliar (pertengahan 2022).
Setelah namanya mulai ramai disebut dalam kasus BTS 4G Bakti, Dito kemudian mendapat panggilan dari Kejagung pada 3 Juli lalu karena 2 hal. Pertama, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana, pemeriksaan Dito sebagai saksi untuk tersangka Windi Purnama (orang kepercayaan Irwan) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan kasus korupsi BTS 4G Kominfo atas nama tersangka Yusrizki, Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kadin sekaligus Direktur PT Basis Utama Prima (BUP). Perusahaan ini milik Hapsoro Sukmonohadi atau Happy Hapsoro (suami Ketua DPR Puan Maharani) dan Arsjad Rasjid (Ketua Umum Kadin Indonesia).
Kedua, menurut Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidus) Kejagung, Menpora Dito dalam rangka klarifikasi pengamanan perkara korupsi proyek BTS 4G Bakti Kominfo. Penjelasan ini disebut sesuai keterangan Irwan yang kini menjadi terdakwa dalam kasus itu.
“Jadi begini. Informasi yang berkembang dari saudara Irwan (Komisaris PT Solitech Media Synergy) itu kan dia mengumpulkan uang, menyerahkan uang dalam rangka mengupayakan penyidikan (kasus BTS 4G) tidak jalan. Bukan hasil pemeriksaan kami (terhadap Dito saat ini). Artinya kegiatan tersebut sudah di luar pokok perkara dari kasus BTS 4G,” tutur Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kuntadi.
Jejak 3 Orang
Soal tudingan menerima Rp 27 miliar itu, Menpora Dito menuturkan, pihaknya sudah menyampaikan secara terang dan jelas kepada penyidik tentang apa yang diketahui dan dialaminya. “Untuk materi detailnya lebih baik yang berwenang yang menjelaskan. Tapi, sebagai tanggung jawab moral dan dipercaya Presiden Joko Widodo sebagai menteri muda serta kepada keluarga, saya harus meluruskan ini semua dan mempertanggungjawabkan kepercayaan publik,” kata Dito.
Sehari setelah pemeriksaan Menpora Dito, Maqdir Ismail sebagai kuasa hukum Irwan mengatakan, ada pihak swasta yang mengembalikan uang kepada Irwan senilai Rp 27 miliar. “Sudah ada yang menyerahkan kepada kami. Nantinya uang itu akan diteruskan kepada Kejagung,” kata Maqdir. Terbaru, Maqdir berencana mengembalikan uang tersebut pada Kamis (13/7) besok ke Kejagung.
Sebelum kasus BTS 4G Bakti, nama Menpora Dito juga disebut-sebut dalam perkara yang melibatkan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo. Apa pasalnya? Itu karena jabatan Dito sebagai komisaris bersama Raffi Ahmad dan Rudy Salim di klub bola basket RANS PIK Basketball Club. Sementara, Direktur Utama RANS PIK Basketball Club adalah Jeremy Imanuel Santoso, menantu Rafael Alun Trisambodo.
Selain Menpora Dito, penyidik pada Jampidsus, Kejagung juga memanggil Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean dalam kasus BTS 4G Bakti. Seperti Menpora Dito, sesuai keterangan Irwan dalam BAP-nya itu, Edward diduga menerima Rp 15 miliar untuk pengamanan perkara BTS 4G Bakti. Lantas siapa Edward itu?
Dalam keterangan resmi Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Edward diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera dan Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima. Keterangan untuk Edward disematkan sebagai Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital.
Untuk diketahui, berdasarkan situs resmi PT Pupuk Indonesia Niaga yang sebelumnya bernama PT Mega Eltra anak dari PT Pupuk Indonesia (Persero) mengangkat Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaean sebagai Komisaris Independen pada 25 Mei 2022. Dalam profilnya, Edward ditulis lahir di Jakarta ada 31 Mei 1973.
Edward disebut meniti karier sebagai Direktur PT Diesel Perkasa Indonesia, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital dan Komisaris Utama PT Relsaka Prima Nusantara. Pendidikan terakhirnya di Universitas Trisakti Studi Ekonomi dan Pembangunan. Sebelumnya, pemberitaan Poros Jakarta menyebut nama Edward terkait dengan kecelakaan almarhum Wakil Jaksa Agung Arminsyah pada 2020.
Ketika itu, Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo menyebutkan, seorang penumpang yang disebut sebagai rekan Arminsyah berinisial NP berjenis kelamin laki-laki berumur 47 tahun selamat dari kecelakaan tersebut.
Lalu bagaimana dengan Direktur SDM PT Pertamina (Persero) Erry Sugiharto? Menurut Kapuspenkum Ketut Erry diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi untuk tersangka Yusrizki dan tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) Windi Purnama. Seperti Menpora Dito dan Edward Hutahaean, nama Erry disebut Irwan dalam BAP-nya sebagai orang yang menerima uang Rp 10 miliar dalam waktu pertengahan 2022.
Untuk diketahui, sebagaimana termuat di situs resmi PT Hutama Karya (Persero), sebelum di Pertamina, Erry lama berkarier di Hutama Karya. Pria kelahiran Kulon Progo, 25 Maret 1974 ini menamatkan pendidikannya dari Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia 1999, dan gelar S2 Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada pada 2018. Di Hutama Karya, Erry menjabat mulai dari Kepala Wilayah III pada Direktorat Wilayah Barat Hutama Karya (2016-2018), Ahli Utama pada Divisi Legal Hutama Karya (2018), Executive Vice President Divisi Legal Hutama Karya (2018-2020) dan puncaknya menjadi Direktur Human Capital dan Legal Hutama Karya. Erry resmi menjadi Direktur SDM Pertamina pada Februari 2021.
Ketika Erry meniti karier di Hutama Karya, pada periode yang sama seperti diberitakan Tribunnews Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah menjabat sebagai Komisaris Utama Hutama Karya sejak 4 Agustus 2015. Setelah resmi ditunjuk sebagai Jaksa Agung pada Oktober 2019, Burhanuddin resmi mengundurkan diri karena tidak boleh merangkap jabatan.
Apakah orang-orang tersebut memang terkait kasus BTS 4G? Menurut Maqdir Ismail kuasa hukum Irwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta, Rabu (12/7) siang, seharusnya orang-orang seperti X, Y dan Z memiliki korelasi dengan kasus pengamanan perkara BTS 4G Bakti. Namun, Maqdir tidak mengetahui maksud pengamanan perkara itu merujuk kepada siapa atau lembaganya.
“Tugas penyelidik dan penyidik Kejagung mendalami dan memeriksa fakta-fakta tersebut,” kata Maqdir.
Catatan: pembaruan dilakukan yang sebelumnya berjudul Rekam Jejak Para Markus di Kasus BTS 4G, dari Menpora hingga Komisaris BUMN? menjadi Rekam Jejak Menpora hingga Komisaris BUMN yang Terseret Kasus BTS 4G
Leave a reply
