Prabowo Dorong Efisiensi Belanja 2025, Tetapi Tidak untuk Bansos

0
40

Tahun 2025 baru berjalan sebulan, pemerintah sudah mulai mengencangkan ikat pinggang. Presiden Prabowo Subianto dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025  mendorong efisiensi belanja besar-besaran.

Dalam instruksi yang diteken pada 22 Januari itu, tak tanggung-tanggung nilai efisiensi mencapai Rp306,7 triliun atau sekitar 8,5% dari total belanja dalam APBN 2025.

Nilai efisiensi tersebut terdiri atas efisiensi belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,6 triliun.

Prabowo menginstruksikan para menteri dan pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja di masing-masing kementerian dan lembaga sesuai besaran yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Efisiensi anggaran di level kementerian dan lembaga ini meliputi belanja operasional dan non operasional, seperti belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.

Namun, efisiensi ini tidak termasuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial.

Dalam APBN 2025, belanja pegawai pemerintah pusat sebesar Rp521,45 triliun, meningkat dari Rp460,86 triliun pada 2024.

Belanja bantuan sosial juga terbilang jumbo. Tahun 2025 ini, nilai belanja bantuan sosial sebesar Rp140,05 triliun, lebih kecil dibanding 2024 yang sebesar Rp153,31 triliun.

Baca Juga :   National Logistics Ecosystem Terbukti Berdampak pada Efisiensi Waktu dan Hemat Biaya

Kepada pemerintah daerah, Prabowo antara lain  menginstruksikan gubernur dan bupati/wali kota untuk membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.

Prabowo juga meminta pemerintah daerah untuk mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% dan membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium.

Pemerintah daerah juga diminta untuk mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.

Menindaklanjuti instruksi Prabowo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Surat Nomor S-37/MK.02/2025 menginstruksikan menteri dan pimpinan lembaga untuk “melakukan reviu sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, dalam rangka efisiensi atas anggaran belanja Kementerian/Lembaga dalam APBN Tahun Anggaran 2025”.

Sejalan dengan instruksi Prabowo, total nilai efisiensi yang harus dicapai oleh kementerian dan lembaga adalah Rp256,1 triliun.

Sri Mulyani menyampaikan beberapa identifikasi rencana dan nilai efisiensi di tingkat kementerian dan lembaga adalah:

  1. Alat Tulis Kantor (ATK) sebesar 90,0%.
  2.  Kegiatan seremonial sebesar 56,9%.
  3. Rapat, seminar dan sejenisnya sebesar 45,0%.
  4. Kajian dan analisis sebesar 51,5%.
  5. Diklat dan Bimtek sebesar 29,0%.
  6. Honor output kegiatan dan jasa profesi sebesar 40,0%.
  7. Percetakan dan souvenir sebesar 75,9%.
  8. Sewa gedung, kendaraan dan peralatan sebesar 73,3%.
  9. Lisensi aplikasi sebesar 21,6%.
  10. Jasa konsultan sebesar 45,7%.
  11. Bantuan pemerintah sebesar 16,7%.
  12. Pemeliharaan dan perawatan sebesar 10,2%.
  13. Perjalanan dinas sebesar 53,9%.
  14. Peralatan dan mesin sebesar 28,0%.
  15. Infrastruktur sebesar 34,3%.
  16. Belanja lainnya sebesar  59,1%.
Baca Juga :   Sri Mulyani Bicara Pandemi, Endemi, Vaksinasi dan Dampak Sosial-Ekonomi

Setelah melakukan identifikasi rencana efisiensi, kementerian dan lembaga diminta untuk menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi itu kepada mitra komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] untuk mendapat persetujuan.

Selanjutnya, setelah mendapatkan persetujuan mitra komisi di DPR, kementerian dan lembaga diminta menyampaikan usulan revisi kepada Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.

Apabila sampai 14 Februari 2025 kementerian/lembaga belum mengusulkan revisi, maka Direktorat Jenderal Anggaran secara mandiri akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA.

Tahun ini pemerintah membidik pendapatan negara sebesar Rp3.005, 1 triliun dan belanja negara sebesar Rp3.621,3 triliun.

Dengan demikian, defisit APBN sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari Produk Domestik Bruto.

Pada 2024, berdasarkan laporan yang belum diaudit defisit APBN mencapai Rp507,8 triliun atau 2,29% terhadap PDB.

Leave a reply

Iconomics