Potensi Penyimpangan Meningkat, Ini 5 Arahan Kepala BPKP untuk Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

0
273

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh mengatakan  potensi fraud atau penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara selama pandemi saat ini meningkat.

Hal itu terjadi karena banyak terjadi bayak perubahan. Aturan dilonggarkan untuk mempercepat penyaluran anggaran. Pasar dan pasokan barang juga terganggu dan di sisi lain informasi tentag pasar juga tidak seimbang (asimetri). Sementara pemerintah juga dituntut untuk bertindak cepat dalam mengeksekusi program-program seperti belanja bansos. Hanya saja, Yusuf mengatakan dalam pelaksanaan di lapangan kondisi kedaruratan sering dijadikan alasan pebenaran untuk melakukan penyimpangan.

“Harga-harga tinggi pun masih dianggap wajar,” ujarnya saat memberikan sambutan dalam Rakornas Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) tahun 2020, Rabu (23/12).

Untuk itu, belajar dari pengalaman tahun 2020 ini, BPKP jelasnya mengingatkan lima hal yang harus menjadi perhatian Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dalam melakukan pengawasan anggaran di instansi pemerintah pada tahun 2021 nanti.

Pertama, kesesuaian konteks darurat. Pastikan alasan kedaruratan tidak digunakan untuk keperluan tidak tepat. “Kami sudah rapat dengan BPK, KPK dan LKPP dan saya kira LKPP sudah  mengeluarkan surat edaran untuk menjelaskan bahwa tidak semua pengadaan barang dan jasa dilakukan secara darurat. Ini harus hati-hati. Tolong dibaca, tolong dipastikan yang mana yang darurat, yang mana yang tidak, agar tidak semua barang dan jasa diadakan dalam kondisi darurat,”ujarnya.

Baca Juga :   Pemerintah: Jaga Daya Beli, Program Padat Karya Tunai akan Diperbanyak

Kedua, ketepatan perencanaan pengadaaan barang dan jasa. Pastikan perencanaan pengadaan barang dan jasa berdasarkan pada kebutuhan nyata di lapangan. “Ingat bahwa uang sangat terbatas, harus kita belanjakan secara tepat dan bermanfaat bagi masyarakat. Kita Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melihat di perencanaanya, pastikan bahwa yang mau dibeli itu adalah benar-benar nyata kebutuhannya dan diperlukan dalam pelaksanaan program-program kegiatan kita,” ujarnya.

Ketiga, adanya risiko kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa. Oleh karena, APIP harus pastikan tidak ada konflik kepentingan dalam pengadaan, ada ketidakwajaran harga, dan ketidaksesuaian kualitas barang.

“Saya ingin sampaikan kepada teman-teman ini gampang sekali mendeteksinya. Jadi kalau teman-teman tidak dapat ini, itu saya kira harus konsultasi dengan kami di BPKP. Karena itu pastikan benar bahwa dalam pengadaan barang dan jasa di tempat kita masing-masing di instansi kita masing-masing tidak terjadi konflik kepentingan. Harganya pastikan wajar dan kualitasnya harus benar-benar sesuai,” ujarnya.

Keempat, pemutakhiran data. Pastikan basis data yang digunakan dalam kegiatan pemerintah benar-benar telah dimutakhirkan dan valid, tidak terdapat duplikasi, serta terintegrasi dengan baik antara pemilik program.

Baca Juga :   Ekonom CORE: Digitalisasi Bansos Lengkapi Penyaluran Lewat Bank

“Pengalaman waktu kemarin penyaluran bansos, sampai 50% terjadi duplikasi data,”ujarnya.

Dengan data yang dimutakhirkan dan tidak ada duplikasi, jelas Yusuf, harusnya cakupan program bisa lebih luas.

“Oleh karena itu semua kita sebagaai APIP beyond lagi daripada tugas APIP. Benar-benar pastikan basis data. Sekali lagi kita siap berkolaborasi dan bersinergi bersama-sama,” ujarnya.

Kelima, masalah integritas penyaluran bansos. Pastikan tidak terdapat pungutan atau potongan pada saat penyaluran bansos baik bansos sembako, bansos tunai dan bantuan-bantuan lainnya seperti untuk UMKM.

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics