Potensi Energi Surya Besar, IESR Dorong Indonesia Ambil Kesempatan Jadi Pemimpin Pasar

0
101

Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia menjadi pemimpin pasar untuk pengembangan energi surya. Selain karena ketersediaannya berlimpah, dengan penggunaan energi surya, Indonesia juga berkontribusi pada upaya global memerangi perubahan iklim.

Hal itu disampaikan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR pada pembukaan Indonesia Solar Summit 2024, Rabu (21/8). Acara ini diselenggarakan IESR bekerja sama dengan RE100, Kementerian ESDM dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Fabby mengatakan, seiring dengan upaya masyarakat global untuk mencegah memburuknya krisis iklim, dengan melakukan transisi energi, pembangunan dan pemanfaatan energi telah mengalami pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan.

Hasil Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP 28) di Dubai pada 2023 menyatakan, untuk mencapai target Paris Agreement yaitu membatasi kenaikan temperatur 1,5°C, seluruh dunia harus mulai bergeser dari energi fosil dan  menaikkan kapasitas energi terbarukan pada 2030 menjadi 11.500 GW.  

Lebih dari separuh energi terbarukan tersebut berasal dari Solar Photovoltaic Cells (Solar PV), dimana sebagian besar berada di Asia.

“Dengan latarbelakang ini, tidak salah kiranya jika Indonesia dapat merebut kesempatan dan memposisikan diri sebagai pemimpin industri surya, minimal di Asia Tenggara,” ujar Fabby.

Baca Juga :   Indonesia Clean Energy Forum Dorong Pemerintah Tak Hanya Bergantung pada Pembiayaan dari Negara Maju untuk Transisi Energi

Untuk menjadi pemimpin pasar Solar PV, Indonesia harus membangun rantai nilai dan rantai pasok indusri Solar PV.

Alasannya, kata Fabby, Indonesia memiliki potensi teknis energi surya yang luar biasa besar. Data Kementerian ESDM menunjukkan potensi energi surya di Indonesia mencapai hampir 3.300 GW. 

Perhitungan IESR, kata Fabby, potensi energi surya di Indonesia jauh lebih besar yaitu hingga 20.000 GW berdasarkan ketersediaan lahan dan radiasi dengan median sebesar 7.700 GW. 

“Oleh karena itu kami tidak ragu bahwa energi surya dapat menjadi tulang punggung transisi energi di Indonesia,” ujarnya.

Selain potensinya besar, Fabby mengatakan, energi surya juga memberikan solusi yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia. 

“Sebagai negara dengan pendapatan menengah dengan populasi yang besar, kebutuhan energi Indonesia juga akan terus tumbuh. Dengan berinvestasi pada Solar PV, kita dapat memastikan kecukupan dan keamanan pasokan energi dan pada saat  yang sama dapat memangkas emisi karbon dan berkontribusi pada upaya global memerangi perubahan iklim,” ujarnya.

Pengembangan rantai Solar PV, tambah Fabby, juga dapat menciptakan ekosistem industri, menciptakan lapangan kerja, mendorong inovasi dan alih teknologi dan mengurang ketergantungan pada impor, sehingga dapat memperkuat pencapaian keamanan energi.

Baca Juga :   IESR Dorong Pemerintah Mitigasi Dampak Transisi Energi bagi Daerah Penghasil Batubara

Apalagi, para investor internasional saat ini aktif mencari kesempatan di negara-negara yang ekonominya sedang tumbuh (emerging market) seperti Indonesia untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan, seiring dengan aspirasi global untuk melakukan transisi energi.

“Apabila Indonesia bisa memposisikan diri sebagai solar hub di Asia Tenggara seperti yang kita lakukan hari ini dengan industri baterai kendaraan listrik, kita dapat menarik investasi asing tersebut secara signifikan dan harapannya dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi dan mendorong kemajuan ekonomi kita,” ujar Fabby.

Namun, membangun rantai nilai dan rantai pasok indusri Solar PV secara end to end tentu tidak mudah. Fabby mengatakan industri Solar PV adalah industri yang padat modal dengan tingkat persaingan yang ketat dan risiko yang tinggi.

Untuk itu, Fabby mengatakan, untuk memanfaatkan kesempatan ini, pemerintah Indonesia harus membuat aksi yang tegas dan dapat menjadi acuan yang kredibel bagi para investor.

“Kami mengusulkan untuk membuat strategi nasional untuk industri Solar PV yang memiliki tujuan jangka panjang dengan target jangka pendek dan menengah dengan indikator yang jelas dan terukur,” ujarnya.

Baca Juga :   Indonesia-Tiongkok Perlu Rumuskan Kemitraan Pembiayaan Transisi Energi di KTT Belt and Road Initiative

Kebijakan yang jelas dan konsisten sangatlah penting bagi para investor, kata Fabby.

Oleh karena itu, tindakan nyata kedua adalah menyusun kerangka kebijakan yang komprehensif untuk melaksanakan strategi nasional yang juga mencakup insentif fiskal dan non fiskal, termasuk juga mempermudah proses perizinan dan akuisisi lahan.

Untuk menstimulus permintaan di dalam negeri terhadap energi surya, IESR juga mendorong adanya kewajiban bagi gedung-gedung  dan fasilitas umum menggunakan energi surya.

“Membangun industri Solar PV dan rantai pasoknya bukanlah sekedar kesempatan tetapi juga kebutuhan untuk mendukung transisi energi di Indonesia yang berkeadilan. Dengan memanfaatkan sumber daya alam ini, dengan penduduk dan potensi pasar kita, kita bisa menciptakan iklim investasi yang diminati oleh investor,” ujar Fabby.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics