PLTS Atap akan Jadi Kebutuhan, Indonesia Jangan Hanya Jadi Pasar

0
172

Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang mencapai 32,5 GW di Indonesia harus dibarengi dengan pengembangan teknologinya. Indonesia jangan hanya jadi pasar untuk produk-produk impor.

Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM mengatakan pemerintah menargetkan tahun 2025 pemanfaatan PLTS Atap di Indonesia mencapai 3,6 GW dan jumlah pengguna mencapai 3,6 juta. Hingga Juli 2021, pemanfaatan PLTS Atap baru mencapai 35,56 MW atau masih jauh lebih kecil dari potensi yang sangat besar. Sementara jumlah pengguna baru mencapai 4.028 pelanggan.

Namun, kedepan permintaan akan PLTS Atap ini diperkirakan akan semakin tinggi, terutama dari kalangan industri yang ingin menghasilkan green product. Apalagi ada tuntutan global sebagai respons atas perubahan iklim yang terjadi saat ini. Uni Eropa, misalnya akan memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yaitu mengenakan biaya pada barang-barang mengandung carbon yang diimpor ke Uni Eropa mulai 2026, dengan masa transisi 2023-2025.

Di sisi lain, proyeksi permintaan yang tinggi terhadap PLTS Atap ini belum diimbangi oleh kesiapan teknologi di dalam negeri. Kesiapan industri modul surya misalnya, Chrisnawan mengatakan, berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, dengan target pemanfaatan 3,6 GW pada tahun 2025, maka ada kebutuhan pasar sebesar 600 MW hingga 1,2 GW atau 1.200 MW per tahun. Sementara saat ini, baru ada 17 pabrikan modul surya di dalam negeri dnegan kapasitas 524 MW.

Baca Juga :   Xurya Peroleh Pendanaan Seri A Sebesar Rp308 Miliar dari East Ventures dan Saratoga

“Tentu ini merupakan signal bagi industri dalam negeri untuk berpartisipasi aktif sehigga nantinya program yang dicanangkan oleh pemerintah dalam pengembangan PLTS ini nantinya tidak terisi oleh barang-barang impor. Kita tidak menginginkan kita sebagai market. Tetapi bagaiamana koordinasi atau sinergitas antara kebutuhan dan pengembangan EBT dalam hal ini PLTS dapat juga mendorong peningkatan dan tumbuhnya industri dalam negeri,” ujar Chrisnawan pada acara Refleksi empat tahun GNSSA : Perkembangan dan tantangan menuju target tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Xurya Daya, Senin (13/9).

Senada, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa mengatakan sebagai salah satu inisiator Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap (GNSSA), AESI juga berkomitmen untuk mewuwujudkan tujuan gerakan tersebut, bakan sebelum tahun 2025.

Untuk itu, AESI menurut Faby mendorong penguatan industri PLTS dalam negeri. Penguatan industri ini, tambahnya tidak sekedar untuk memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“TKDN itu langkah awal, tetapi membangun industri yang terintegrasi itu sebuah keniscayaan. Karena kedepan, dalam padangan kami, teknologi seperti solar modul itu akan jadi komoditas yang strategis, seperti minyak saat ini. Kalau kita lihat strategi transisi energi semua negara, itu angka PLTS-nya gede-gede. Jadi, kalau kita enggak membangun industri kita terintegrasi, kita akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan modul surya itu,” ujarnya.

Baca Juga :   Dorong Implementasi Bisnis Berbasis ESG, Bank Mandiri Pasang 556 Unit Panel Surya

Tidak hanya modul surya, menurut Faby, industri dalam negeri juga harus bisa memproduksi sel surya, wafer, ingot, sampai ke produksi silikon. “Ingat beberapa waktu ini, justru ada kendala di bahan baku silikon,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics