
Perang Tarif AS-Tiongkok: BI Putuskan Intervensi Pasar untuk Stabilkan Nilai Rupiah

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengintervensi pasar offshore (non deliverable forward). Langkah tersebut cara Hal untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang terkena dampak tekanan global.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan respons balasan tarif dari Tiongkok telah menimbulkan gejolak pasar keuangan dunia. Karena itu, BI memilih mengintervensi agar sejalan dengan pasar Asia, Eropa, dan New York.
“BI pun akan mengintervensi secara agresif di pasar domestik sejak awal pembukaan tanggal 8 April 2025 dengan intervensi di pasar valuta asing (spot dan DNDF) serta pembelian SBN di pasar sekunder,” kata Ramdan dalam keterangan resminya pada Senin (7/4).
Langkah lainnya, kata Ramdan, BI akan mengoptimalisasi instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam negeri.
“Serangkaian langkah-langkah BI ini ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta menjaga kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia,” tambah Ramdan.
Sementara itu, buntut kebijakan Presiden AS Donald Trump, menurut Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa menembus level Rp 16.900, bahkan Rp 17 ribu.
“Ini harus berhati-hati,” ujar Ibrahim pada Kamis (3/4).
Selain itu, kata Ibrahim, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasca-libur panjang Lebaran juga diperkirakan akan turun 2% hingga 3%. “Karena dampak dari perang dagang ini cukup luar biasa, apalagi Indonesia sudah masuk dalam bea impor dari Amerika,” ujar Ibrahim.
Leave a reply
