Pencadangan Meningkat, Laba Bersih Bank Jatim Terkontraksi 11,8% pada 2024

0
29

Kantor cabang Bank Jatim

Sepanjang 2024, laba bersih PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk atau Bank Jatim mengalami kontraksi akibat meningkatnya pencadangan untuk mengantisipasi menurunnya kualitas kredit di tengah kondisi ekonomi yang belum kondusif.

Bank dengan sandi BJTM ini membukukan laba bersih Rp1,29 triliun sepanjang 2024, turun 11,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy)

Pendapatan bunga bersih Bank Jatim pada 2024 sebenarnya mengalami pertumbuhan double digit 13,69% yoy menjadi Rp5,7 triliun.

“Namun seiring dengan masih belum kondusifnya perekonomian termasuk tantangannya, hal ini berdampak pada meningkatnya pencadangan yaitu sebesar Rp1,26 triliun, naik 88,84% yoy. Ini sebagai antisipasi atas potensi menurunnya kualitas kredit kami. Hal ini berakibat pada terkontraksinya laba bersih kami sebesar 11,8% yoy atau ekuivalen menjadi sebesar Rp1,29 triliun,” papar Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman dalam paparan publik, Kamis (20/3).

Sepanjang 2024, nilai aset konsolidasi Bank Jatim (termasuk anggota KUB yaitu Bank NTB Syariah)  sebesar Rp118,14 triliun, naik 13,7% dari tahun sebelumnya. 

Baca Juga :   Tak Hanya Penyertaan Saham untuk Bentuk KUB, bankjatim Buka Peluang Ambil Bagian dalam PUT VIII Bank Banten

“Peningkatan aset mayoritas berasal dari kontribusi aset produktif antara lain peningkatan penyaluran kredit sebesar Rp75,3 triliun atau meningkat 37,6% year on year,” ujar Busrul.

Kemudian, kontribusi pengelolaan dana pihak ketiga sebesar Rp90 triliun atau naik 15% yoy.

Dalam paparannya, Busrul memaparkan sejumlah tantangan dan peluang yang dihadapi Bank Jatim pada 2025 ini. Ia mengatakan tantangan bunga tinggi masih dihadapi perbankan pada tahun ini,  yang mempengaruhi profitabilitas perbankan.

Bunga yang tinggi berdampak pada menurunnya pendapatan bunga bersih bank dan rasio margin bunga bersih atau NIM. Sedangkan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional atau BOPO mengalami peningkatan.

Bunga yang tinggi, jelasnya, juga berdampak pada ketatnya likuiditas. Ini terlihat pada kondisi keuangan perbankan dengan lonjakan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari tahun sebelumnya. 

“Perbankan tahun ini akan lebih selektif menyalurkan kredit karena harus menyesuaikan ketersediaan dari likuiditas yang stabil. Sementara pada saat yang bersamaan, daya beli masyarakat yang berkurang juga berpengaruh pada ketersediaan dana pihak ketiga,” ujarnya.

Baca Juga :   Hore... Kantongi Laba Rp1,47 Triliun, Bank Jatim Bagikan Dividen

Kebijakan pemangkasan anggaran pemerintahan Prabowo Subianto sebesar Rp306 triliun pada tahun ini juga berpotensi menurunkan konsumsi domestik dan investasi di sektor publik. Sehingga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi termasuk volume permintaan kredit. 

“Mesikipun efisiensi anggaran pemerintah telah dilaksanakan, namun berdasarkan data yang kami peroleh anggaran alokasi umum dan transfer ke daerah dan dana desa pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun ini mengalami kenaikan dari Rp43,09 triliun menjadi RpRp83,51 triliun. Kenaikan anggaran menjadi peluang bagi Bank Jatim untuk mengelola anggaran ini dan memaksimalkannya melalui penyaluran kredit,” ujarnya.

Tantangan lain yang dihadapi perbankan pada 2025 ini, kata Busrul, adalah penurunan permintaan dan daya beli masyarakat yang berdampak pada bisnis UMKM.

“Ini akan mempengaruhi omzet, sehingga mempengaruhi dalam memenuhi kewajiban kredit,” ujarnnya.

Berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19 juga akan menyebabkan rasio Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM akan cenderung mengalami peningkatan.

Meski terdapat sejumlah tantangan, peluang juga masih ada. Tahun ini, Bank Jatim, jelas Busrul, akan terus meningkatkan kapasitas bisnisnya secara anorganik dengan menyelesaikan sinergitas Kelomok Usaha Bank (KUB) dengan BPD lain. 

Baca Juga :   Bank Jatim Targetkan Kenaikan Laba Bersih 14% dan Aset 12% di Tahun 2024

“Pada 2024, Bank Jatim telah bersinergi dengan Bank NTB Syariah dan di tahun ini akan dilanjutkan dengan empat BPD lainnya,” ujarnya.

Peningkatan insentif kebijakan likuiditas makroprudensial atau KLM dari paling besar 4% menjadi 5% dari dana pihak ketiga juga menjadi peluang pada tahun ini.

 “Diantaranya besaran insentif KLM ini pada sektor perumahan termasuk perumahan rakyat dinaikkan secara bertahap dari Rp23 triliun menjadi Rp80 triliun untuk mendukung program Asta Cita pemerintah di bidang perumahan yang berlaku mulai 1 April 2025. Bank Jatim tentu akan menangkap peluang ini melalui penyaluran pada segmen kredit konsumer utamanya sektor properti,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics