
Penambangan Ilegal Menghambat Hilirisasi Timah Lebih Jauh

Timah batang produksi PT Timah Tbk/Dok. PT Timah
Pemerintah terus mendorong hilirisasi mineral termasuk timah. Dibandingkan dengan mineral lain, hilirisasi timahnya sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2003 dengan dikeluarkanya kebijakan larangan ekspor bijih timah. Karena itu, saat ini sebagian besar timah di Indonesia sudah diolah menjadi timah batangan atau ingot (hilirisasi tier 1). Bahkan proses hilirisasi timah ini sudah sampai ke timah solder (tier 2).
Tetapi, rupanya pemerintah ingin agar proses hilirisasinya lebih jauh lagi, sampai ke tier 3 dan 4, seperti semikonduktor dan electric vehicle battery.
Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, mengatakan bukan tak ada investor yang berniat untuk masuk ke hilirisasi timah tier 3 dan tier 4 ini di Indonesia. Apalagi, negara ini merupakan penghasil timah terbesar ke dua di dunia.
“Saya ingat tahun 2016, Apple sempat menyampaikan kepada kita, dia mau bikin di Indonesia. Tetapi tolong beresin dulu ilegal-ilegal ini. Kalau itu enggak dibereskan, menurut saya akan sangat sulit untuk menarik hilirisasinya. Kita sudah mencoba beberapa kali, kita diskusi untuk narik hilirisasi untuk timah yang lebih downstream. Memang challenge-nya masih cukup besar,” ujar Septian dalam acara acara Energy & Mining Outlook yang dislenggarkan CNBC Indonesia, Kamis (23/2).
Menurut Septian, perusahaan seperti Tesla, Ford dan lain-lainnya, memiliki perhatian pada aspek traceability bahan baku tambangnya. Di nikel misalnya, perusahaan-perusahaan ini menelusuri dari mana sumber nikelnya dan apakah ditambang dengan prinsip-prinsip penambangan yang baik dan benar (responsible mining).
“Konsumer-konsumer seperti Tesla, dan beberapa pabrikan mobil seperti Ford itu, dia punya sustainability tracking. Bikin baterai, baterainya dari mana, terus kemudian nikelnya, nikelnya diproses seperti apa dan seterusnya. Jadi, dia ada sustainability tracking untuk memastikan responsible mining,” ujarnya.
Masalahlah, di Indonesia masih marak aktivitas penambangan timah ilegal. “Kita baru saja menyelesaikan audit dari BPKP soal pertambangan timah ini, bayak yang, kalau boleh saya bilang, lucu-lucu hasilnya. Ini nanti akan kita segera sikapi untuk ditertibkan. Kalau tadinya nyeleweng kanan, nyeleweng kiri, okelah kita ajak untuk koridor mine-nya, supaya pertambangan timah kita itu bisa sustainable,”ujarnya.
Julian Ambassadeur Shiddiq, Kepala Balai Besar Pengujian Minerba Kementerian ESDM mengatakan proses hilirisasi di timah memang terdiri atas beberapa tahap, mulai dari tier 1 hingga 4.
“Tahap tier 1 sampai tier 2 itu adalah bagian hulu yang memang merupakan tugas fungsi dari Kementerian ESDM. Cuma berikutnya, tier 3 dan 4, itu adalah bagian dari bagaimana kita mengembangkan eksosistem industri di bagian hilir. Ini yang memang harus kita rancang agar supply chain dari tambang hingga ke industri hilir, termasuk sampai ke pengguna itu bisa berjalan,” ujar Julian pada acara yang sama.
Menurut Julian, perusahaan-perusahaan tambang timah yang selama ini bergerak di hulu tidak bisa dipaksakan untuk melakukan hilirisas tier 3 dan 4. “Karena memang ekosistemnya sangat berbeda,” ujarnya.
Senada dengan yang disamapikan Septian dan Julian, Achmad Ardianto, Direktur Utama PT Timah Tbk, mengatakan bila eksositem pertambangan timah tidak sehat, maka keberlanjutan di hilirnya juga terganggu.
Achmad mengatakan PT Timah Tbk sendiri sudah melakukan hilirisasi hingga ke tier 2 dengan memproduksi timah solder sejak tahun 2008.
“Saya pikir kita harus berani ke tier 3, tier 4. Tetapi tier 3 dan tier 4 biasanya investornya itu adalah brand owner, mereka punya merek di luar, yang investasi di sini, misalnya Apple, LG, Foxconn dan sebagainya,” ujar Achmad.
Investor tier 3 dan 4 ini, tambah Achmad, sangat mengutamakan validitas atau legalitas dari raw material-nya. “Sekarang sedang rame di London Metal Exchange, di bursa komoditas dunia, megenai responsible mining. Itu selalu menjadi persyaratan bagi orang-orang yang ingin menjual bahan materialnya di pasar,” ujarnya.
Solusi Atasi Penambangan Ilegal
Untuk mengatasi penambangan timah ilegal ini, Septian mengatakan pemerintah sudah memasukan komoditas timah dalam aplikasi SIMBARA yaitu Sistem Informasi Manajemen Batubara dan Mineral. Traceability melalui aplikasi SIMBARA ini, menurutnya, terbukti mendongkrak penerimaan negara dari royalti.
Komoditas batubara, misalnya, sudah masuk ke dalam sistem SIMBARA sejak tahun 2022. Hasilnya, penerimaan negara dari royalti meningkat, karena dengan sistem ini batubara yang belum bayar royalti tidak bisa dikapalkan.
“Timah sudah berjalan tiga bulan, tadi sudah kelihatan hasilnya, ada angka yang beda-beda. Jadi saya kira ini PR yang memang ke depannya harus kita bersama-sama, pemerintah, industri, bersama perusahaan tambang untuk selesaikan. Kalau kita bisa tertib, kita bisa mengontrol harga timah (global),”ujar Septian.
Leave a reply
