
Pemerintah Siapkan Perpres Pajak dan Perdagangan Karbon

Masyta Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi
Pemerintah saat ini sedang menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur mengenai pengembangan pajak karbon dan juga perdagangan karbon. Kebijakan yang akan segera diterbitkan ini, diperlukan untuk memberikan nilai ekonomi pada karbon (carbon pricing) sehingga bisa mendorong investasi swasta masuk ke dalam adapatasi dan mitigasi perubahan iklim.
Indonesia memiliki komitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29% (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (dengan bantuan internasional) pada tahun 2030. Namun, untuk mencapai target tersebut masih terdapat gap atau kekurangan pembiayaan.
Masyta Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makro Ekonomi mengatakan untuk mencapai target 29% atau 41% itu, kemampuan fiskal hanya sebesar 20%-27%. Pemerintah sendiri juga sudah memiliki estimasi investasi hijau dari sektor swasta. Namun, meskipun dukungan pendanaan dari fiskal dan swasta digabungkan, menurutnya, masih terdapat gap dari kebutuhan untuk mencapai target pengurangan emisi tersebut. Karena itu, menurutnya, perlu menciptakan enabling environment sehingga investasi swasta itu lebih banyak masuk ke dalam adapatasi dan mitigasi perubahan iklim tersebut.
Namun, persoalannya mekanisme pasar saat ini, menurut Masyta belum mampu memberikan apersiasi pada investasi hijau. “Dari sisi pendanaan, mekanisme pasar pada saat ini belum terlalu mampu merefleksikan perbedaan harga dari sektor green dan non green, sehingga tidak terlalu ada insentif dari sisi harga untuk melakukan green financing. Ini adalah sesuatu yang bukan masalah Indonesia sendiri akan tetapi perlu kita selesaikan bersama-sama di kancah organisasi bilateral dan multilateral di level global,” ujarnya dalam webinar ‘Welcoming Carbon Trading Regulation in Indonesia’, Senin (23/8).
Pajak karbon dan perdagangan karbon (carbon pricing) diharapakan akan bisa mengatasi kegagalan mekanisme pasar dalam menentukan harga antara investasi hijau dan non hijau tersebut.
Carbon prcing atau nilai ekonomi carbon didefinisikan sebagai pemberian harga atau valuasi atas emisi gas rumah kaca. Ini juga bisa diartikan sebagai nilai ekonomi karbon. Dari sisi perpajakan, Indonesia juga membangun sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif dan juga akuntabel.
Carbon pricing sendiri ditentukan melalui instrumen perdagangan dan non perdagangan. Instrumen perdagangan terdiri atas dua yaitu melalui perdagangan izin emisi atau emission trading system. Dalam hal ini, apabila ada entitas yang memiliki emisi lebih tinggi, maka dia akan membeli izin emsi dari yang mempunyai emisi lebih sedikit. Mekanisme perdagangan yang lainnya adalah offset emisi atau credit mechanism. Dalam hal ini, bila bila suatu entitas mengemisi lebih sedikit dari pada acuan (benchmark) yang ditetapkan pada sektor tertentu, dia bisa menjual credit karbonnya kepada entias yang emisinya lebih tinggi dari benchmark. Sedangkan mekanisme non perdagangan diantaranya adalah melalui pungutan atas karbon atau carbon tax.
Leave a reply
