
Pemerintah Sebut Banyak Distorsi Informasi Terkait Kluster Ketenagakerjaan di Undang-Undang Cipta Kerja

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (Kiri) dan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah dalam konferensi pers bersama sejumlah menteri lainnya, Rabu (7/10)/Iconomics
Pemerintah menyebutkan terjadi sejumlah distorsi informasi terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan pada Senin (5/10) lalu. Beberapa distorsi informasi itu terkait dengan kluster ketenagakerjaan. Isu-isu soal ketenagakerjaan memang banyak disorot oleh berbagai elemen masyarakat sehingga memunculkan wacana penolakan terhadap undang-undang ini.
“Kluster ketenagakerjaan merupakan kluster yang banyak sekali terjadi distorsi informasi, yang begitu masif di masyarakat,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam konferensi pers bersama 10 menteri lainnya, Rabu (7/10).
Dijelaskan politikus PKB ini bahwa semangat dari undang-undang ini justru meperkuat perlindungan terhadap tenaga kerja serta meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja atau buruh dalam mendukung ekosistem investasi sebagaimana termaktub pada pasal 82.
Penyusunan ketentuan-ketentuan dalam kluster ketenagakerjaan ini, tambahnya, juga sudah mengakomodasi berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-Undang No. 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Jadi, benar-benar kami, DPR dan pemerintah mematuhi apa yang sudah menjadi keputusan dari Mahkamah Konstitusi,” tandas Ida.
Ida pun meluruskan sejumlah distorsi terkait isu ketenagakerjaan dalam undang-undang ini. Pertama, perlindugan bagi pekerja atau buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT). Ia mengatakan Undang-Undang Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT yang menjadi dasar dalam perjanjian kerja. Di samping itu, Undang-Undang Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT.
“Jadi, ketentuan syarat-syarat itu tetap diatur sebagaimana Undang-Undang No.13/2003. Ada tambahan baru yang tidak dikenal dalam Undang-Undang No.13/2003 yaitu adanya kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhrinya PWKT,” ujarnya.
Kedua terkait alih daya (outsourching). Syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja dalam kegiatan alih daya atau outsourching masih tetap dipertahankan. Bahkan Undang-Undang Cipta Kerja memasukkan prinsip pengalihan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya sepanjang objek pekerjaannya masih ada. “Ini sesuai dengan putusan MK No.27 tahun 2011,” ujar Ida.
Halaman BerikutnyaLeave a reply
