
Pemeriksaan Saksi dan Dugaan Keterlibatan Anak Usaha Indosat di Kasus PDNS Kominfo

Tim penyidik Kejari Jakarta Pusat menggeledah kantor Komdigi/Istimewa
Selepas penggeledahan di sejumlah tempat terkait dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) – dulu Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mulai memeriksa saksi-saksi dalam kasus tersebut. Setidaknya sudah 7 saksi yang diperiksa dalam kasus itu.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat Bani Immanuel Ginting mengatakan, sejumlah saksi yang diperiksa itu terdiri atas pejabat Komdigi dan pihak terkait dalam pengadaan serta pengelolaan PDNS. Meski begitu, Bani tidak menjelaskan nama dan jabatan para saksi yang diperiksa itu.
“Penyidik masih akan terus memeriksa saksi-saksi terkait untuk menuntaskan penyidikan perkara a quo, hingga saat ini masih ada sekitar 70 orang saksi yang akan diperiksa, ahli serta pemeriksaan dokumen-dokumen terkait,” tutur Bani di Jakarta beberapa waktu lalu.
Untuk kasus ini, kata Bani, kejaksaan berkomitmen menuntaskannya, sehingga seluruh pihak diharapkan ikut mendukung proses hukum kasus tersebut. Kejaksaan disebut berkomitmen menegakkan hukum secara profesional dan transparan dalam menuntaskan dugaan korupsi pengadaan PDNS Komdigi itu.
Pada mulanya, kasus ini berawal ketika Kominfo atau Komdigi melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar pada 2020 hingga 2024. Dalam prosesnya, ada dugaan pengkondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL).
Secara terpisah, menanggapi keberadaan PT Aplikanusa Lintasarta dalam kasus itu, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus merasa seperti dejavu alias seperti mengulangi kisah masa lalu. Mengapa? Pasalnya, perusahaan tersebut juga disebut dalam kasus korupsi pengadaan Base Transceiver Station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo paket 1, 2, 3, 4, 5 periode 2020 – 2022.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai senilai Rp 8,032 triliun. “Nama Aplikanusa Lintasarta disebut menjadi salah satu perusahaan dalam kasus BTS yang memberi uang senilai Rp 7 miliar untuk disalurkan kepada sejumlah pihak waktu itu,” tutur Iskandar di Jakarta, Rabu (19/3).
Karena itu, kata Iskandar, pihaknya mendukung penuh penyidik kejaksaan untuk mengungkap tuntas peran Aplikanusa Lintasarta dalam dugaan korupsi pengadaan barang/jasa PDNS di Kominfo itu. Apalagi berdasarkan situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) Aplikanusa Lintasarta merupakan anak usaha PT Indosat Tbk dan sudah 2 kali pula dikait-kaitkan dalam kasus korupsi.
“Jadi, kita dukung penuh penyidik menuntaskan kasus ini khususnya karena menyangkut nama PT Aplikanusa Lintasarta. Apalagi PDNS 2 Kominfo pernah ada serangan siber ransomware pada 2024. Jadi, sudah seharusnya penyidik kejaksaan membongkar kasus itu hingga tuntas,” tandas Iskandar.
Seperti diketahui, saat ini Kominfo sudah berganti nama menjadi Komdigi melakukan Komdigi melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar pada 2020 hingga 2024. Dugaan pengkondisian pengadaan tersebut diperkirakan sudah berlangsung selama 5 tahun.
“Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar rupiah,” kata Bani.
Sebelumnya, penyidik Kejari Jakarta Pusat menggeledah sejumlah tempat dalam penyidikan dugaan korupsi proyek PDNS Komdigi yang dulu adalah Kominfo. Beberapa tempat itu seperti kantor Kominfo, apartemen Oasis, kantor Menara Salemba, Docotel Ruko Permata Hijau. Juga beberapa rumah di Cinere, Bogor, dan Cilandak, termasuk 2 rumah pejabat Kominfo yang salah satunya dari Direktorat Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan.
Leave a reply
