Pembelaan Edhy Prabowo Soal Ekspor Benih Lobster

0
666
Reporter: Petrus Dabu

Ekspor benih lobster tengah menjadi sorotan. Kebijakan tersebut tidak saja berpotensi memicu eksploitasi berlebihan, para eksportir juga melibatkan orang-orang di lingkaran politik Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (6/7), masalah ekspor lobster ini pun ditanyakan oleh para anggota dewan.

Menjawab pertanyaan sejumlah anggota dewan, Edhy mengklaim izin penangkapan benih lobster terutama bertujuan untuk menghidupi nelayan yang selama ini tergantung pada penangkapan benih lobster.

“Dulu pernah ada [penangkapan lobster], tapi ditiadakan, akhirnya mereka tidak punya pekerjaan,” ujar Menteri yang berasal dari Partai Gerindra ini.

Tak hanya itu, menurut Edhy berdasarkan kajian ilmiah, probabilitas hidup benih lobster kalau dibiarkan di alam hanya 0,02%. Artinya, menurut Edhy setiap 20.000 benih lobster, yang bertahan hidup hanya satu.

“Sementara kalau dibudidayakan, itu ada yang bisa 30%, bisa juga 70-80%,” ujarnya.

Perkiraan jumlah lobster di Indonesia menurutnya sekitar 26 miliar dari 6 jenis lobster. Namun, lobster yang populer hanya ada dua yaitu lobster mutiara dan lobster pasir. Potensi jumlah dua lobster ini, menurut Edhy sekitar 10 miliar.

Baca Juga :   DPR Serahkan Penyelidikan Pagar Bambu di Laut Tangerang ke Kementerian Kelautan dan Perikanan

Edhy mengatakan pihaknya tak akan membiarkan eksploitasi berlebihan atas lobster yang ada di Indonesia. Kebijakannya yang mengizinkan penangkapan benih lobster tetap memperhatikan aspek keseimbangan alam.

“Karena setiap orang yang kami wajibkan untuk menangkap dan membudidayakan ini [lobster], diwajibkan 2%-nya dikembalikan [ke alam],” ujarnya.

Dibandingkan dengan kehidupan alamiah yang probabilitas bertahan hidupnya hanya 0,02% menurut Edhy, kewajiban melepaskan 2% yang dibudidayakan itu jauh lebih mendukung kelestarian lobster. Apalagi yang dilepaskan ke alam itu, menurutnya, adalah lobster yang sudah dewasa untuk bertahan hidup.

Selain kewajiban melepaskan kembali 2% ke alam, harga beli benih lobster dari nelayan juga diatur yaitu tidak boleh di bawah Rp5.000 per benih.

“Tidak ada penekanan harga dari rakyat, kalau ada perusahaan yang kita izinkan menekan harga, itu akan kami langsung cabut [izinnya],” ujarnya.

Penangkapan benih lobster, menurut Edhy juga pertama-tama bukan untuk tujuan ekspor. Ia mengklaim, ekspor hanya dilakukan untuk sementara.

“Ekspor benih ini pada waktu tertentu nanti kita akan hentikan, begitu budidaya sudah menampung. Kenapa sekarang diizinkan diekspor? Karena begitu mereka sudah beli nangkap, tempatnya enggak cukup sementara, apakah kita harus kembalikan ke alam lagi? Kita pingin seluruh rakyat kita makan, rakyat itu bukan hanya nelayan saja, pengusaha ini juga salah satu pilar yang penting juga. Merekalah yang menggerakan ekonomi,” ujarnya.

Baca Juga :   KPK Turut Menangkap Istri Menteri KKP Terkait Dugaan Korupsi Ekspor Benih Lobster

Izin penangkapan dan ekspor benih lobster ini juga tidak hanya menimbulkan kekhawatiran akan memicu eksploitasi berlebihan demi meraup untung. Tetapi, sejumlah perusahaan yang mendapatkan izin ekspor ditengarai memiliki kedekatan politik dengan Edhy.

Edhy sendiri tak menampik soal adanya orang lingkaran politiknya yang cawe-cawe di bisnis ekspor benih lobster ini.

“Saya siap dikritik tentang itu. Tetapi coba hitung berapa yang diceritakan itu? Mungkin tidak lebih dari lima orang atau dua orang yang saya kenal. Tetapi sisanya yang 26 itu, 24 orang lagi siapa itu? Itu semua orang Indonesia, kebetulan salah satu dari 26 itu ada orang Gerindra,” ujarnya.

Ia mengklaim proses pemberian izin terhadap perusahaan-perusahaan tersebut melibatkan tim, bukan hanya dirinya.

“Tetapi ingat tim saya kontrol, selama dia tidak mengikuti kaidah, apa yang sudah diputuskan dalam tim besar kita, dengan melibatkan para ahli-ahli, juga kita akan larang, tidak akan izin,” klaimnya.

 

Leave a reply

Iconomics