
Opex dan Capex Bio Farma Difokuskan untuk Penanganan Covid-19

Menteri BUMN Erick Thohir kunjungi Bio Farma/Dokumentasi Kementerian BUMN
Perusahaan PT Bio Farma (Persero) menyebut pengeluaran operasional (opex) Semester I/2020 senilai Rp 263 miliar digunakan untuk penanganan Covid-19. Pengeluaran tersebut digunakan untuk uji-klinis vaksin Covid-19 dengan Sinovac senilai Rp 22,5 miliar, lisensi produk Covid-19 senilai Rp 96,5 miliar, pengembangan plasma covalences senilai Rp 500 juta dan bantuan sosial penanganan Covid-19 senilai Rp 5,2 miliar.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) anggaran untuk keperluan opex sepanjang 2020 sebesar Rp 759 miliar. “Opex nanti banyak terkait untuk pengembangan vaksin mulai dari pengadaan bahan baku, uji klinis dan untuk lisensi, teknologi transfer. Juga akan siapkan beberapa biaya untuk CSR kepada masyarakat,” kata Honesti saat rapat dengan pendapat dengan komisi VI DPR, Senin (5/10).
Sementara untuk investasi (capex), kata Honesti, sepanjang semester I perusahaan telah mengeluarkan sebesar Rp 152 miliar. Pengeluaran investasi perusahaan untuk tahun ini difokuskan untuk mengembangkan fasilitas produksi peralatan tes polymerase chain reaction (PCR) senilai Rp 30 miliar dan Mobile Lab BSL senilai Rp 3,64 miliar.
“Untuk kapasitas produksi vaksin, kami tidak perlu investasi lagi karena memang kita sudah siap. Yang kami lakukan adalah proses audit sehingga BPOM bisa segera memberikan sertifikasi sehingga bisa fasilitas produksi itu bisa segera digunakan untuk produksi vaksin,” kata Honesti.
Honesti menuturkan, secara keseluruhan perusahaan memiliki kapasitas besar dan pengalaman cukup besar dalam memproduksi vaksin yang tidak hanya digunakan secara domestik, juga untuk ekspor ke pasar global. Secara total kemampuan produksi seluruh jenis vaksin pada 2019 mencapai 2 miliar dosis per tahun.
Sedangkan untuk 2021, kata Honesti, perusahaan akan menyiapkan kapasitas untuk memproduksi vaksin Covid-19 sebanyak 250 juta dosis per tahun. Dalam melakukan pengadaan vaksin, holding juga telah menggandeng beberapa perusahaan farmasi asal mancanegara seperti Sinovac dari Tiongkok dan G42 dari Uni-Emirat Arab.
Sinovac, kata Honesti, berkomitmen menyediakan 15 juta dosis pasa November dan Desember 2020, 35 juta dosis pada Januari hingga Maret 2021, dan 210 juta dosis pada April hingga Desember 2021. Proses produksi vaksin akan mulai dilakukan setelah uji klinis tahap III yang dilalukan di Bandung selesai.
Sementara itu, salah satu anggota holding BUMN farmasi, Kimia Farma, juga bekerja sama dengan G42 yang berkomitmen memberikan 10 juta dosis vaksin pada Desember 2020. Tak hanya itu, holding BUMN farmasi juga menjajaki kerja sama pengadaan vaksin dengan CanSinoBio, AstraZeneca, hingga Novavax.
Penjajakan kerja sama ini, kata Honesti, dibutuhkan untuk dapat memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan hasil diskusi dengan Kementerian Kesehatan, vaksinasi perlu diberikan kepada 170 juta masyarakat Indonesia yang mana satu orang akan mendapat dua suntik dosis. Dengan demikian, Indonesia membutuhkan sebanyak 340 juta dosis vaksin pada tahun depan.
“Makanya butuh kerja sama dengan beberapa produsen vaksin karena tidak mungkin satu produsen mampu memasok kebutuhan kita. Kita butuh beberapa (produsen) untuk dapat vaksin ini,” kata Honesti.
Leave a reply
