OJK Siapkan Regulasi Manajemen Risiko Teknologi Informasi dalam Pemasaran Asuransi

0
177

Seperti industri-industri lainnya, industri asuransi juga dituntut untuk beradaptasi dengan berbagai perubahan yang terjadi karena pandemi Covid-19. Salah satu adaptasi itu adalah melakukan pemasaran secara digital dengan dukungan perangkat teknologi informasi.

Tentu ada banyak risiko yang juga mengintai dari pemanfaatan teknologi ini. Karena itu, mitigasi perlu disiapkan sejak dini. Sebagai regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang menyiapakan regulasi sebagai rambu-rambu dalam memitigasi risiko tersebut.

Riswinandi, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK mengatakan berdasarkan global market outlook dari Insurance Information Institute, Covid-19 dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global dan industri asuransi. Imbasnya diproyeksikan dapat terus berlangsung hingga atau melampaui semester II tahun 2020 ini.

Karena itu, jelasnya,  dari perspektif pelaku usaha perlu dilakukan berbagai penyesuaian terhadap strategi bisnis untuk tetap dapat bertahan di tengah kondisi krisis saat ini. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka mendukung kegiatan usaha. Dengan pemanfaatkan teknologi informasi secara optimal, pelaku usaha dapat menyelenggarakan kegiatan usahanya secara lebih efektif dan efisien. Selain itu penggunaan teknologi informasi ini juga memungkinkan pelaku usaha untuk tetap dapat berinteraksi dengan konsumen di tengah pembatasan interaksi sosial antara individu.

“Kami meyakini kondisi pandemi saat ini merupakan momentum yang tepat bagi para pelaku industri sektor asuransi untuk beradaptasi dalam hal pemanfaatan teknologi guna mendukung proses bisnis perusahaan baik untuk menjangkau nasabah baru maupun untuk berinteraksi dengan nasabah eksisting perusahaan,” ujarnya dalam sebuah acara daring, Jumat (9/10).

Baca Juga :   Great Eastern Life Indonesia Buka Layanan Nasabah Lewat WhatsApp

Riswinandi  mengatakan adaptasi dalam hal pemanfaatan teknologi informasi merupakan faktor penting bagi perusahaan asuransi untuk tetap dapat bertahan di tengah situasi seperti saat ini dan untuk mengantisipasi tren perubahan perilaku konsumen pada masa yang akan datang.

“Seperti kita ketahui bersama dalam kondisi dimana sebagian besar karyawan diharuskan untuk bekerja dari rumah saat ini atau work form home, maka tanpa dukungan teknologi informasi yang memadai akan mustahil bagi perusahaan asuransi untuk tetap dapat beropreasi secara optimal,”ujarnya.

Selain itu dalam konteks interaksi dengan konsumen, sulit bagi perusahaan asuransi untuk tetap mengandalakan saluran distribusi konvensional guna menjaring nasabah baru terutama yang berasal dari segmen ritel. Saluran distribusi konvensional adalah saluran pemasaran produk asuransi yang masih membutuhkan prospek tatap muka secara langsung dengan calon nasabah.

Karena itu, Riswinandi  mengatakan untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, OJK mendorong perusahaan asuransi untuk terus beradaptasi dengan perubahan ekosistem di industri jasa keuangan. Termasuk juga melakukan inovasi dalam hal pemasaran produk asuransi.

Namun demikian inovasi tersebut harus tetap dilaksanakan dengan perhitungan yang matang yang didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian. Salah satu contoh penerapan prinsip kehatian-hatian itu adalah dengan mengelola manajemen risiko sebagai langkah mitigasi atas potensi risiko yang mungkin timbul dan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan.

Baca Juga :   AAJI: Klaim dan Manfaat Asuransi Jiwa Telah Dibayarkan Rp 43,4 T di Kuartal I/2022

“Saat ini OJK khususnya IKNB (industri keuangan non bank) sedang mempersiapkan dan merampungkan peraturan OJK terkait dengan manajemen risiko teknologi informasi. Dan ini diharapakan akan selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama untuk mendukung kegiatan yang berbasis teknologi informasi di sektor IKNB,” ungkapnya.

Riswinandi mengatakan dalam konteks pengelolaan risiko ini, pelaku industri asuransi dan stakeholder, perlu mengambil pelajaran berharga dari kasus-kasus yang sering kali terjadi di sektor industri asuransi nasional.

“Dalam hal ini kami berpendapat bahwa salah satu risiko yang perlu dimitigasi secara optimal adalah risko dalam proses pemasaran yang dikaitkan dengan penggunaan platform digital untuk memasarkan produk asuransi dan kita saat ini masih dihadapi dengan tingkat literasi asuransi penduduk Indonesia yang masih terbilang rendah,” ujarnya.

Menurut Riswinandi, perusahaan asuransi perlu melakukan penyesuaian antara desain produk yang dipasarkan dalam platform digital sebagai upaya untuk menekan potensi terjadinya dispute atau perselisihan antara perusahaan dengan nasabah baik karena adanya misleading atau pun karena kurangnya pemahaman dari calon pemegang polis atas produk yang ditawarkan.

“Menurut hemat kami produk-produk yang ditawarkan melalui platform digital baik platform yang bersifat web base maupun application base, idealnya produk asuransi yang sederhana dengan syarat dan ketentuan polis yang mudah untuk dipahami oleh calon nasabah. Di samping itu dengan mempertimbangkan tingkat literasi asuransi masyarakat, maka akan sangat baik apabila platform digital yang digunakan untuk pemasaran produk asuransi yang dimaksud juga dilengkapi dengan fitur live chat atau akses kepada call centre yang dapat dimanfaatkan oleh calon nasabah untuk memperoleh informasi dan pendalaman yang komprehensif mengenai spesifikasi produk asuransi yang mereka butuhkan,” ujarnya.

Baca Juga :   Bank Raya Sambut Pengembangan Transaksi Repo yang Diinisiasi Bank Indonesia

Prinsip kehati-hatian juga sangat penting dalam konteks pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung sistem kerja dari rumah (work form home) bagi karyawan perusahaan asuransi.

“Sebagai contoh penggunaan perangkat elektronik atau jaringan internet pribadi oleh para karyawan yang bekerja dari rumah dapat meningkatkan eksposur terhadap risiko keamanan data internal perusahaan. Termasuk diantaranya data-data nasabah. Untuk itu kami mendorong para pelaku industri untuk dapat secara cermat dalam mengindentifikasi, mengukur dan mengelola berbagai risiko yang mungkin timbul dari pemanfaatan teknologi infromasi ini. Termasuk juga dalam hal ini adalah bagaimana kita memitigasi risiko virus yang bisa masuk ke sistem kita,” ujarnya.

Riswinandi mengatakan di tengah pandemi Covid-19 saat ini, minat masyarakat untuk berasuransi tetap tinggi terutama asuransi kesehatan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan premi asuransi kesehatan yang tumbuh 13,2% year on year pada Agustus 2020 lalu. Sedangkan untuk premi asuransi secara umum tumbuh minus 6,1% year on year.

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics