OJK: Investasi dan Fintech Ilegal Marak Selama Pandemi

0
198

Investasi dan fintech ilegal termasuk gadai ilegal justru marak selama pandemi, meski di sisi lain berbagai upaya preventif dan kuratif sudah dilakukan oleh otoritas terkait termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara mengatakan selama tahun 2020 sampai akhir Februari 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan dan menutup sekitar 390 kegiatan investasi ilegal. Kemudian sudah menutup lebih dari 1.200 fintech ilegal dan 92 gadai ilegal.

Tirta mengatakan maraknya kegiatan ilegal tersebut tetap terjadi meskipun sudah banyak memakan korban bahkan kerugian yang sangat besar. “Kami bersama Satagas Waspada Investasi sudah memberikan warning, sosialisasi, memberikan nomor kontak untuk bertanya, tetapi sangat disesalkan bahwa masih banyak anggota masyarakat yang percaya dengan tawaran-tawaran investasi ilegal,” ujar Tirta dalam webinar ‘Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech dan Investasi Ilegal’, Selasa (13/4).

Tirta mengatakan berdasarkan pengamatan OJK, setidaknya ada tiga alasan mengapa fintech atau investasi ilegal masih marak dan memakan korban.

Baca Juga :   OJK Kerjakan Pekerjaan Rumah untuk Edukasi Keuangan Syariah Lewat Gerak Syariah

Pertama, dari sisi masyarakat, secara umum tingkat literasi keuangan masih rendah yaitu 38%. Sementara, tingkat inklusinya sudah 76%. “Bahkan tingkat literasi untuk pasar modal atau produk investasi ini lebih rendah lagi, meskipun sekarang produk pasar modal itu sudah populer di kota-kota kecil, tetapi ini hanya 5% tingkat literasinya,” ujar Tirta.

Kedua, adanya pihak yang tidak bertanggung jawab yang mengambil kesempatan dengan menyalagunakan kemajuan teknologi. “Meskipun Satgas Waspada Investasi itu telah menutup ribuan investasi dan fintech ilegal, namun masih beribu-ribu pula investasi itu yang muncul silih berganti,” ujar Tirta.

Perkembangan teknologi informasi, tambahnya, ditengarai turut mendorong semakin meluasnya praktik investasi ilegal. Tingkat kemajuan teknologi memungkinkan pembuatan atau replikasi situs penipuan dengan ilustrasi yang sangat menarik bahkan menampilkan tokoh-tokoh yang sangat populer atau influencer, menjadi lebih mudah dan murah. Terlebih lagi, mereka tidak harus punya kantor fisik di beberapa lokasi.

“Beberapa modus yang kita temukan, yang abal-abal itu, itu hanya sewa satu ruko, tetapi lingkup operasinya sangat luas di berbagai daerah. Bahkan jika dulu penawaran investasi ilegal itu hanya dilakukan di lingkungan sekitar kita yaitu word of mouth, dengan perkembangan dunia digital penawaran investasi ilegal dapat dilakukan lintas batas atau cross border. Banyak juga server yang berlokasi di di luar wilayah Indonesia yang kita temukan,” ujar Tirta.

Baca Juga :   Kliring Berjangka Indonesia Ajak Masyarakat Waspadai Investasi Ilegal

Faktor ketiga yang menyebabkan investasi dan fintech ilegal tetap marak adalah prilaku sekelompok masyarakat yang tidak bijak, ingin mendapatkan keuntungan besar tetapi tidak melalui kerja keras.

“Dari hasil temuan kami, bukan hanya masyarakat yang tingkat pendidikan rendah yang menjadi korban investasi ilegal, tetapi juga diantara mereka yang sangat literate dengan gelar sarjana bahkan S2 atau mungkin lebih tinggi dari itu yang juga menjadi korban investasi ilegal,” ujarnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics