NPL Perbankan Memang Rendah, Tetapi Loan at Risk Mencapai 23,89%

0
3172

Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan memang masih berada di bawah 5%. Meski demikian patut diwaspadai Loan at Risk (LaR) atau kredit berpotensi gagal bayar cukup tinggi.

Berdasarkan data OJK, NPL gross pada Oktober lalu sebesar 3,15%, naik dari sebelumnya pada September sebesar 3,14%. Sedangkan NPL net pada Oktober sebesar 1,03%, lebih rendah dari posisi pada September yang sebesar 1,06%.

“Yang kita perlu waspadai memang Loan at Risk (LaR) perbankan sebagai dampak dari restrukturisasi kredit,” ujar  Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto dalam webinar ‘Geliat Industri Perbankan 2021’ yang digelar Beritasatu,  Rabu (25/11).

Ada pun LaR perbankan pada Oktober 2020 sebesar 23,89%, naik dari posisi pada September yang sebesar 23,53%. “Memang gap antara NPL dengan LaR itu cukup tinggi,” ujarnya.

Anung mengatakan naiknya LaR merupakan dampak dari kebijakan restrukturisasi kredit yang mulai digulirkan sejak Maret lalu dan sudah diputuskan diperpanjang hingga 2022. Hingga 2 November 2020, total nilai restrukturisasai kredit mencapai Rp934,8 triliun dari 7,55 juta debitur. Dari jumlah tersebut, restrukturisasi untuk debitur UMKM mencapai Rp371,1 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 5,85 juta.

Baca Juga :   Ketua DK OJK: Indonesia Membutuhkan Dana Rp6.700 Triliun untuk Penanganan Iklim Hingga 2030

Baca Juga :   OJK akan Luncurkan Rating Kesehatan Perusahaan Asuransi Pada Akhir 2020

 

Meskipun LaR tinggi, Anung mengatakan belum tentu semunya juga akan menjadi kredit gagal bayar (NPL). Tetapi sebagai antisipasi, perbankan juga diminta untuk mulai membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai  (CKPN). Dalam POJK No.11/2020, CKPN tidak diwajibkan, tetapi OJK mewajibkan CKPN dalam kebijakan restrukturisasi perpanajangan.

Pada kesempatan yang sama, Sunarso Direktur BRI mengatakan NPL perbankan yang rendah saat ini terjadi karena adanya relaksasi kebijakan melalui POJK No.11/2020. Dengan relaksasi ini, debitur yang melakukan restrukturisasi kredit tetap dianggap lancar dalam melakukan pembayaran kewajibannya.

“Kita NPL 3% kisarannya, dan kita cover dengan CKPN 232%. Tetapi kan yang harus kita waspadai adala LaR,” ujar Sunarso.

Tanpa pandemi Covid-19, LaR BRI tambah Sunarso biasanya berada di level 8,5%. “Tetapi karena Covid LaR kita naik menjadi 29%,” ungkapnya.

Namun, seperti disampaikan Anung, belum tentu semua debitur yang masuk dalam kategori LaR juga akan menjadi gagal bayar atau NPL. Berdasarkan pemantauan BRI terhadap debitur yang melakukan restrukturisasi, debitur yang berpotensi gagal bayar hanya sekitar 2,5%. “Artinya, kehati-hatian kita sudah memenuhi hasil dan saya senang kalau ternyata nasabah-nasabah UMKM ternyata masih punya komitmen untuk memenuhi kewajibanya,” ujar Sunarso.

Leave a reply

Iconomics