
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, OJK Beberkan Dampaknya ke Perbankan

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan sambutan dalam acara peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) 2024-2027 di Jakarata, Senin (20/5/2024)/Foto: Dok.OJK
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat terus melemah pada pekan ini, meski Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan obligasi.
Mengutip Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat pada Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), Rabu (25/3), berada di level Rp16.622, melemah dari Rp16.561 sehari sebelumnya.
Meski kurs terus melemah, Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, per Januari 2025 risiko pasar terkait dengan nilai tukar tergolong sangat rendah pada perbankan, tecermin dari Posisi Devisa Neto (PDN) bank sebesar 1,24%, jauh di bawah threshold 20%.
“Ini dapat diterjemahkan bahwa eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank,” ujar Dian dalam jawaban tertulis atas pertanyaan media dalam konferensi pers bulanan Februari 2025 yang digelar awal Maret ini dan dikirimkan ke media pada Selasa (25/3).
Selain itu, dari sisi kredit valas, sambung Dian, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk atau kegiatan berbasis ekspor yang juga memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas (naturally hedged).
“Eksposur bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru akan meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi Rupiah, yang juga akan berdampak pada meningkatnya profitabiltas bank,” ujarnya.
Dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit valas juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK valas yaitu sebesar 13,39% (yoy) pada Januari 2025 dan 7,19% (yoy) pada Januari 2024.
Karena itu, sambung Dian, Loan to Deposit Ratio (LDR) valas meningkat menjadi 80,62% pada Januari 2025, dari 76,22% pada Januari 2024.
Namun demikian, menurut Dian, terdapat potensi risiko kredit dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Non Performing Loan (NPL) utamanya karena depresiasi Rupiah dapat menyebabkan kenaikan biaya input sehingga memengaruhi laba perusahaan dan kemampuan membayar debitur.
“Namun demikian, hal ini sudah diantisipasi oleh perbankan melalui pembentukan pencadangan yang cukup untuk dapat mengantisipasi pemburukan pada risiko kredit, selain daripada permodalan bank yang cukup tinggi,” ujarnya.
Dian mengatakan OJK selalu memberikan arahan kepada bank bila terjadi perubahan kondisi baik di pasar global maupun domestik. Terkait volatilitas nilai tukar, bank senantiasa didorong untuk menerapkan manajemen risiko yang kuat antara lain melalui pelaksanaan stress test dengan berbagai skenario dan menyiapkan mitigasi risiko yang tepat.
“Sesuai ketentuan OJK, bank juga telah diwajibkan membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan, yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak volatilitas nilai tukar,” ujarnya.
Leave a reply
