
Moratorium Sawit Perlu Diperpanjang, Ini Alasan Yayasan Madani

Tangkapan layar YouTube, Direktur Program Yayasan Madani Nadia Hadad/Iconomics
Yayasan Madani menilai kebijakan pemerintah soal moratorium perkebunan kelapa sawit dalam 3 tahun terakhir patut diapresiasi. Apalagi pemerintah pusat mampu telah menetapkan konsolidasi data dan menyelesaikan perhitungan luasan perkebunan sawit.
“Ini merupakan sebuah langkah yang penting yang memang harus dilakukan dulu. Di level daerah juga ada beberapa langkah yang kita lihat semisal pemerintah Papua Barat bersama KPK telah berhasil mencabut izin perusahaan perkebunan sawit seluas 267 ribu hektare,” kata Direktur Program Yayasan Madani Nadia Hadad dalam sebuah diskusi virtual, Jumat (20/8).
Meski demikian, kata Nadia, ada juga beberapa hal yang menjadi penghambat ketika pemerintah menerapkan kebijakan moratorium perkebunan sawit itu. Pertama, minimnya sosialisasi kebijakan di daerah sehingga sebagian kepala daerah belum mengetahui secara detail lebih lanjut soal kebijakan ini.
Selanjutnya, kata Nadia, Instruksi Presiden (Inpres) Moratorium Sawit tahun 2018 itu tidak memuat target spesifik. Misalnya, salah satu mandat Inpres tersebut adalah soal produktivitas khususnya untuk petani. Tetapi, belum jelas seberapa besar produktivitas yang ingin dicapai.
Di samping itu, kata Nadia, faktor penghambat lainnya terkait moratorium itu terkait dengan ketiadaan peta jalan implementasi kebijakan tersebut termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bagi pemerintah daerah untuk menjalakan Inpres Moratorium Sawit.
“Terakhir, belum adanya anggaran di level daerah yang menyebabkan pemerintah daerah itu sulit untu mengimplementasikan kebijakan tersebut,” ujar Nadia.
Berdasarkan fakta itu, kata Nadia, perpanjangan kebijakan moratorium sawit merupakan langkah yang sangat penting untuk mencapai komitmen Indonesia pada pencapaian komitmen iklim (NDC). Indonesia berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional pada 2030.
Ambisi terbesar penurunan emisi tersebut masih berasal dari sektor kehutanan dan lahan, dengan target penurunan emisi sebesar 17,2% hingga 38% pada tahun 2030 mendatang.
Leave a reply
