
Minat Atas Urun Dana Berbasis Teknologi Meningkat Setelah OJK Revisi Aturan

Tangkapan layar Youtube, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK 2017-2022, Hoesen/Icoonomics
Minat pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk menggalang pendanaan melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi (Securities Crowd Funding atau SCF) meningkat selama tahun 2021 ini, pasca Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK No.57/POJK-04/2020, sebagai revisi atas POJK No.37 tahun 2018.
Hoesen, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal mengungkapkan pasca diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 30 Juni 2021, total penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK bertambah menjadi 5 pihak. Di samping itu, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan Equity Crowd Funding (ECF) juga mengalami pertumbuhan sebesar 24,8% (ytd) menjadi 161 penerbit. Jumlah dana yang berhasil dihimpun juga mengalami peningkatan sebesar 52,1% (ytd) menjadi sebesar Rp290,82 miliar. Dari sisi pemodal juga mengalami pertumbuhan sebesar 54,53% (ytd), dari sebelumnya hanya berjumlah 22.341, menjadi sebanyak 34.525 investor.
Sebagai perbandingan, sampai dengan akhir Desember 2020, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan Equity Crowd Funding (ECF) dari 4 penyelenggara, baru mencapai 129 Penerbit (perusahaan) dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp191,2 miliar.
“Kami sangat mengapresiasi rekan-rekan ALUDI [Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia] yang terus berkomitmen mendukung pengembangan industri ini, dan kami menghimbau agar semua pihak termasuk para sarjana ekonomi untuk turut berpartisipasi aktif dalam menumbuhkembangkan SCF ini demi kemajuan UMKM dan perekonomian Indonesiam,” ujar Hoesen dalam sambutan kunci pada acara Sosialisasi POJK Nomor 57/POJK.04/2020, Selasa (3/8).
Mengapa SCF?
Hoesen mengatakan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 merupakan bentuk dukungan OJK, khususnya dari sektor Pasar Modal, terhadap para pelaku UMKM yang merupakan penopang 61% PDB Indonesia.
Sebagaimana diketahui, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 lalu, telah memukul keberlangsungan usaha pelaku UMKM di Indonesia. Survei yang diterbitkan Asian Development Bank pada Juli 2020 lalu menunjukkan akibat pandemi, 50% UMKM menutup usaha, 88% usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan atau kehabisan pembiayaan keuangan, dan sekitar 60% usaha mikro mengurangi tenaga kerja. Hal tersebut berlangsung hingga saat ini, karena pandemi masih terus berlangsung dan pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan mobilitas sosial dan ekonomi yang berdampak pada pelaku UMKM.
Hosen mengatakan Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan memberikan arahan agar dukungan kepada sektor UMKM menjadi prioritas dalam Pemulihan Ekonomi Nasional. Karena itulah, sebagai bentuk dukungan kepada pelaku usaha UMKM terutama dari sisi pendanaan, OJK menerbitkan POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau Securities Crowd Funding.
Securities crowd funding atau SCF dinilai merupakan penggalangan dana yang sesuai dengan budaya gotong royong di Indonesia. Istilah crowd funding sendiri diartikan sebagai kegiatan patungan atau urunan dalam bentuk dana dengan tujuan membantu saudara, kerabat, atau sahabat kita yang sedang membutuhkan bantuan. “Jadi, secara filosofis, kegiatan crowdfunding itu merupakan budaya asli orang Indonesia, yaitu budaya gotong royong yang bertujuan untuk membantu sesama,” ujar Hoesen.
Budaya inilah yang selanjutnya diserap dan kemudian diimplementasikan ke dalam bentuk aktivitas bisnis di Pasar Modal melalui konsep penawaran Efek dan mekanismenya tidak dilakukan dengan bertatap muka ataupun kontak fisik, melainkan melalui sebuah aplikasi/platform digital yang sering kita sebut dengan istilah financial technology securities crowd funding.
Sebelumnya, kegiatan fintech crowd funding ini diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowd Funding/ECF. Setelah dievaluasi, kemudian OJK menerbitkan POJK Nomor 57 tahun 2020. Perubahan ketentuan ini bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, namun sekarang juga meliputi badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu, POJK 57 tersebut juga memperluas jenis Efek, dari sebelumnya hanya berupa saham, namun sekarang diperluas dengan memasukkan Efek berupa Obligasi dan Sukuk.
Leave a reply
