
Meski Ada Digitalisasi, Kebutuhan Uang Kartal Tetap Tinggi

Rosmaya Hadi, Deputi Gubernur Bank Indonesia/iconomics
Perkembangan instrumen pembayaran non tunai dan ekonomi digital di Indonesia, tidak serta-merta mengeliminasi instrumen pembayaran tunai.
Rosmaya Hadi, Deputi Gubernur Bank Indonesia mengatakan memang terjadi perlambatan selama lima tahun terkahir, khususnya di tengah penyebaran pandemi Covid-19. Namun, pertumbuhan kebutuhan uang kartal di Indonesia masih tetap tinggi di tengah pesatnya perkembangan industri pembayaran non tunai.
“Kita bisa melihat dari tahun 2015 sampai tahun 2020, uang kartal masih tumbuh 7,4% CAGR. Jadi rasio uang yang diedarkan terhadap PDB itu relatif stabil dengan rata-rata sekitar 4,4% selama periode 2010 sampai 2020. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pertumbuhan penggunaan uang kartal relatif simetris terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Rosmaya dalam talkshow ‘Digitalisasi Pengelolaan Uang Rupiah’ pada acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI), Senin (5/4).
Rosmaya mengatkan tren yang sama juga terjadi di negara maju yang ekonomi digitalnya sudah berkembang pesat. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan Bank Indonesia, beberapa negara maju seperti Jepang, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan negara anggota Uni Eropa permintaan uang kartal masih tetap ada meskipun digitalisasi ekonomi di negara tersebut telah berkembang pesat.
“Misalnya saja di Jepang, rasio cash in circulation terhadap GDP mencapai 20%. Ini menunjukkan peranan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran masih cukup tinggi,” ujarnya.
Leave a reply
