
Mengapa Pemerintah Mengimpor Beras Saat Panen Raya Berlangsung?

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi (kiri), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (tengah), Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (kanan)/Dokumentasi Humas Perum Bulog
Pemerintah memberi penugasan kepada Perum Bulog untuk mengimpor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun ini. Keputusan tersebut menjadi ironis karena diambil justru saat panen raya padi sedang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan keputusan impor beras tersebut bukan merupakan keputusan Bapanas semata, tetapi hasil rapat bersama antara Presiden Joko Widodo dan para menteri dan pimpinan lembaga.
Arief menyebut keputusan impor beras tersebut merupakan “keputusan yang pahit” dan bukan diambil oleh Bapanas sendiri.
“Itu ada rapat internal, ada Kementerian, Lembaga terkait, semuanya ada di situ, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan,” ujar Arief dalam konferensi pers, Senin (27/3).
Bapanas sendiri, jelasnya, telah mendapat surat kuasa dari Menteri BUMN untuk memberikan penugasan kepada Perum Bulog untuk melakukan impor beras.
“Sehingga pada saat kami sudah ditugaskan dalam rapat pimpinan, maka saya harus membuat surat penugasan kepada Bulog. Sesederhana itu. Jadi, bukan Badan Pangan pro impor. Kadang-kadang suka diputar-putar. Jadi, Badan Pangan menugaskan kepada Bulog karena saya sudah mendapatkan surat kuasa dari Menteri BUMN dan apa pun keputusan yang sudah diputuskan dalam rapat bersama Presiden, kami semua Pembantu Presiden harus mengerjakan. Siapa pun,” jelasnya.
Lantas mengapa impor beras ini dilakukan pada saat panen raya sedang terjadi? Arief mengatakan pemeritah memang “mengambil suatu keputusan yang sulit”, tetapi itu merupakan langkah preventif.
Ia mengungkapkan saat ini stok beras pemerintah di Bulog hanya 220 ribu ton. Karena itu harus ada upaya untuk mengisinya (top up). Beberapa waktu lalu, jelas Arief, pemerintah sudah mengundang sebanyak 25 pelaku usaha penggilingan besar. Tetapi, para penggiling ini hanya berkomitmen memasok 60 ribu ton beras/gabah ke Bulog.
“Jadi, usaha itu (menyerap hasil panen raya) sudah kita lakukan semua,” ujarnya.
Di sisi lain, saat stok beras pemerintah di Bulog menipis, pemerintah memberikan penugasan kepada lembaga yang dipimpin Budi Waseso itu untuk menyalurkan bantuan beras kepada 21,354 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 10 kilogram per bulan, selama tiga bulan.
“Stok Bulog minggu lalu itu 220 ribu ton. Program ini berjalan 3 bulan, berarti kurang lebih 640 ribu ton,” ujarnya.
“Kalau Bulog satu kali jalan satu bulan itu digelontorkan semua (stok beras), berarti stok Bulog itu kurang lebih nol. Apakah mau membiarkan stok Bulog nol?,” ujarnya.
Arief mengaku sudah mengundang perusahaan-perusahaan swasta besar yang selama ini menguasai bisnis beras di tanah air, seperti Wilmar, Sumber Raya dan Topi Toki. Tetapi, menurut dia, perusahaan ini pun mengaku kesulitan dalam memenuhi stok mereka sendiri. Karena itu, perusahaan-perusahaan besar itu pun hanya berkomitmen menjual stoknya ke Bulog dalam jumlah yang kecil seperti 1.000 ton dan 5.000 ton.
Bulog sendiri, menurut Arief juga sudah berupaya menyerap beras/gabah dari petani secara maksimal, sesuai titah Presiden. Namun, hingga hari ini jumlah yang berhasil diserap Bulog hanya 50 ribu ton.
Leave a reply
