Menelusuri Kisah Benny Tjokro, Hanson dan Jiwasraya

0
346
Reporter: Kristian Ginting

Pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus berlanjut. Bahkan sekitar 2 hari yang lalu, penyidik memeriksa 7 saksi dalam rangka merampungkan berkas tersangka Benny Tjokrosapuro (Komisaris PT Hanson International), Joko Hartono Tirto (Direktur PT Maxima Integra) dan Heru Hidayat (Preskom PT Trada Alam Minera).

Sebelumnya pula, beberapa saksi dihadirkan termasuk Benny Tjokro dan Joko Tirto untuk bersaksi untuk tersangka Heru Hidayat. Khusus mengenai hubungan Benny Tjokro dan Heru Hidayat menarik untuk ditelusuri.

Seperti pengakuannya dalam salinan dokumen berita acara pemeriksaan (BAP) yang diperoleh wartawan The Iconomics, Benny Tjokro menyebut Hanson tidak pernah bertransaksi dengan Jiwasraya dalam rangka jual beli saham. Sepengetahuannya, saham repo Hanson dijual Heru Hidayat kepada Jiwasraya antara periode 2015 hingga 2016.

Tentang peran Heru Hidayat dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya ini, Kejaksaan Agung tak mau membukanya. Terlebih Kejaksaan Agung tidak pernah mau membuka atau memberitahukan BAP tersangka kepada publik.

“Kami tidak membuka/memberitahukan BAP. Kalau yang bersangkutan (yang) merilis ya silakan,” tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiono saat dihubungi melalui aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.

Baca Juga :   Tim Percepatan Restrukturisasi Polis Jiwasraya: Sudah 102.856 Pemegang Polis Ikut Program Restrukturisasi

Soal pemeriksaan 7 saksi 2 hari yang lalu, menurut Hari, keterangan 7 saksi itu diperlukan untuk membuktikan pasal sangkaan pidana korupsi maupun pasal sangkaan tindak pencucian uang untuk Benny Tjokro dan Heru Hidayat.

Pengakuan Benny Tjokro dalam salinan BAP itu kemudian dicoba untuk diverifikasi kepada kuasa hukumnya Muchtar Arifin. Ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Muchtar tak menjawab. Juga pesan melalui Whatsapp belum dijawab.

Sejarah Hanson
Kembali soal Benny Tjokro dan Hanson International. Merujuk salinan BAP tersebut, Hanson International awalnya bernama PT Mayertex Indonesia yang didirikan pada 1971. Kemudian diumumkan dalam Lembaran Berita Negara pada 1975.

Dalam perkembangannya, perusahaan tersebut melakukan penawaran saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 1990. Berjarak 7 tahun, perusahaan itu pun berganti nama menjadi PT Hanson Industri Utama, Tbk. Sejak almarhum ayah Benny Tjokro membeli perusahaan itu, namanya diubah lagi menjadi PT Hanson International yang bergerak di bidang pemintalan.

Sejak awal, PT Hanson International dikelola oleh Dicky Tjokrosaputro, adik Benny Tjokro. Dan Benny Tjokro mulai ikut terlibat mengelola Hanson setelah krisis keuangan 2008 dan membawa perusahaan bergerak ke bidang properti. Setelah itu, menerbitkan right issue (penerbitan saham baru) pada 2014.

Baca Juga :   BKF Sebut Pengajuan Kredit Modal Kerja Baru UMKM Mencapai Rp 31 T

Di bisnis properti, Hanson menggandeng Ciputra dengan meluncurkan proyek Citra Maja Raya dan Millenium City. Juga bekerja sama dengan Tan Kian, pendiri sekaligus pemilik imperium bisnis Dua Mutiara Group mengelola perumahan Forest Hill.

Dari fakta itu, Benny Tjokro bukan pendiri dan pemilik Hanson sejak awal. Dan baru ikut mengelola Hanson setelah krisis keuangan global 2008. Fakta ini justru menimbulkan pertanyaan terutama dalam penghitungan nilai kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BPK menelusuri dan mendalami kebijakan investasi Jiwasraya sejak 2008 hingga 2018. Setelah menyelesaikan pendalaman itu, maka disebut nilai kerugian negara akibat salah kelola dana investasi nasabah Jiwasraya mencapai Rp 16,81 triliun. Pertanyaannya: jika Hanson diduga terlibat sejak 2008, lantas bagaimana posisi Benny Tjokro dalam periode itu?

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 6 orang tersangka. Selain Benny Tjokro, Joko Tirto dan Heru Hidayat, tersangka lainnya adalah Syahmirwan (eks Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Jiwasraya), Hendrisman Rahim (mantan Dirut Jiwasraya) serta Harry Prasetyo (mantan Direktur Keuangan Jiwasraya).

Leave a reply

Iconomics