Menelusuri Harta Jampidsus, Membandingkan Fakta dengan LHPKN Terakhir 2022

0
337
Reporter: Wisnu Yusep

Jampidsus

Rumah berwarna putih itu menjulang. Arsitekturnya bergaya Eropa. Pagarnya bercat hitam dengan setinggi sekitar 2 meter. Dari arah masuk Jalan Radio 1, Kramat Pela, Kebayoran Baru, posisinya paling ujung sebelah kanan dan paling mencolok di antara rumah lainnya karena luasnya mencapai lebih dari 500 meter persegi. Rumah itu diduga milik Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).

Seorang warga yang menjadi pedagang kopi menyebut rumah tersebut milik seorang jaksa. “Ada juga rumah kepala Kepolisian RI di sini,” tutur warga yang tak mau menyebutkan namanya pada 24 Juni 2024.

Untuk memastikan pemilik rumah itu, wartawan theiconomics.com segera menghampiri penjaga rumah yang berseragam TNI. Apakah rumah tersebut milik Jampidus? “Saya hanya jaga, janganlah saya, nanti malah jadi ribut,” jawab anggota TNI tersebut.

Febrie sempat menjadi sorotan karena menjadi objek penguntitan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri Bripda Iqbal Mustofa. Kendati berujung anti-klimaks karena Polri memastikan Bripda Iqbal tidak melanggar etika, kasus tersebut masih menyisakan berbagai pertanyaan khususnya terkait Febrie sebagai Jampidsus.

Dari informasi yang dikumpulkan theiconomics.com, Febrie diduga pemilik rumah tersebut. Namun, sesuai laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tahun 2022, Febrie memiliki tanah 220 meter persegi dan bangunan 180 meter persegi di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 2,3 miliar lebih. Tanah dan bangunan diakui sebagai hasil sendiri.

Fakta ini jauh berbeda dengan rumah berwarna putih di Jalan Radio 1, Kramat Pela, Kebayoran Baru itu. Rumah tersebut berbentuk leter L dan warga sekitar memperkirakannya lebih dari 400 meter persegi. Berdasarkan nilai jual objek pajak (NJOP) 2022 di Jakarta Selatan, harga tanah mencapai 30 juta per meter sehingga dengan luas tanah sekitar 400 meter persegi nilainya sekitar Rp 12 miliar.

Baca Juga :   Kendati Diterpa Kasus Investasi Fiktif, Taspen Masih Optimistis Bayar Klaim Peserta, Ini Alasannya

Ketika ditanyakan melalui aplikasi perpesanan Whatsapp apakah rumah ini sama dengan yang tertera di LHKPN-nya, Febrie sama sekali tidak menjawab. Berdasarkan penelusuran wartawan theiconomics.com, sesuai yang tertera dalam data kependudukannya, Febrie menaruh alamat di Jalan Lobak IV No. 8, Kelurahan Pulo, Kebayoran Baru. Hal yang sama ditanyakan kepada Febrie melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, tapi sama sekali tidak ada jawaban.

Sedangkan di LHKPN Rugun Saragih, jaksa fungsional yang merupakan istri Febrie tertera tanah seluas 638 meter persegi dan luas bangunan 200 meter persegi berada di Jakarta Selatan dengan harga Rp 10.829.474.000. Rugun dalam LHKPN itu mengaku mendapatkan tanah dan bangunan seluas itu dari hibah dengan akta.

Rumah di Jl. Radio 1 Nomor 15, Kramat Pela, Jakarta Selatan diduga milik Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah/Iconomics

Secara terpisah, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan, pihaknya mencatat ribuan pegawai dan para pejabat Kejaksaan RI belum melengkapi LHKPN termasuk Febrie. Dari hasil penelusuran di situs resmi KPK, Febrie terakhir kali melaporkan LHKPN pada 2022 senilai lebih dari Rp 6,3 miliar.

“Yang bersangkutan (Febrie) belum kirim sama sekali. Jadi belum tayang yang terbaru di e-LHKPN. Kita sedang verifikasi. Kalau sudah oke baru tayang di e-LHKPN,” kata Pahala ketika dihubungi di Jakarta pada 24 Juni lalu.

Pelaporan LHKPN, kata Pahala, merupakan salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Karena itu, langkah Febrie sebagai Jampidsus belum melaporkan LHKPN disebut sangat disayangkan karena hal tersebut cara mencegah korupsi di level individu.

Baca Juga :   Pernah Bertransaksi dengan Jiwasraya, Dasar Pemblokiran Rekening WanaArtha?

“(Bila) tidak melaporkan harta, atau ada transaksi penerimaan di luar profil, serta melapor tidak sesuai dan lain-lain itu indikasi dari pidana korupsi. Biasanya penerimaan gratifikasi/suap,” tambah Pahala.

Kendati begitu, kata Pahala, pihaknya tidak bisa memberi sanksi apapun terhadap pejabat seperti Febrie yang tidak melaporkan LHKPN-nya. Namun, KPK bisa menelusuri lebih jauh, bahkan menyelidiki kekayaan pejabat tersebut karena hartanya tidak terverifikasi.

“Kalau ada indikasi masuk ke penyelidikan atas putusan pimpinan,” kata Pahala.

Sementara objek tanah/bangunan di LHKPN Rugun, kata Pahala, pihaknya belum memeriksanya secara faktual. Sesuai Peraturan KPK Nomor 2 tahun 2020 pada Pasal 7 Ayat 2, KPK hanya memverifikasinya secara administratif – sebatas meneliti meneliti ketepatan dan kelengkapan pengisian LHKPN.

Pelaporan nilai tanah/bangunan, kata Pahala, tergantung menggunakan NJOP atau harga pasar. Lantas mengapa nilai tanah/bangunan Rugun Saragih di Jakarta Selatan itu tidak berubah dan masih sama sejak 2020 hingga 2022?

“Nilai yang sama dari waktu ke waktu,  kemungkinan penyelenggara negara tidak tahu nilai NJOP atau nilai pasar terbaru saat pelaporan periodik setiap tahun. Objek (tanah/bangunan) itu atas nama Rugun Saragih diperoleh secara hibah dengan akta pada 2019. Karena KPK baru sebatas memverifikasinya secara administratif, maka KPK belum mengetahui substansi hibah dimaksud, apakah terkait warisan atau apa,” kata Pahala.

LHKPN
Sesuai LHKPN pada 2022 itu, Febrie memiliki tanah 220 meter persegi dan bangunan 180 meter persegi di kawasan Jakarta Selatan senilai Rp 2,3 miliar lebih. Tanah dan bangunan diakui sebagai hasil sendiri. Kemudian, Febrie juga punya tanah seluas 652 meter persegi senilai Rp 597 juta lebih di Tangerang Selatan yang diperoleh dari hasil sendiri.

Baca Juga :   KPK Belum Bisa Umumkan Identitas 3 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di Kemenaker

Lalu, Febrie pun memiliki tanah seluas 704 meter persegi senilai Rp 644 juta lebih di Tangerang Selatan dari hasil sendiri. Terakhir, Febrie punya tanah seluas 2.301 meter persegi senilai Rp 473 juta di Kota Bandung dari hasil sendiri.

Menanggapi penelusuran LHKPN Jampidsus itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengaku belum mengetahui soal jumlah jaksa dan pejabat yang belum melaporkan LHKPN. Harli berjanji akan menanyakannya ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejagung.

“Kita tanyakan dulu ke (Pengawasan), karena datanya ada di sana,” ujar Harli.

Sejak menjadi Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jampidsus hingga menjadi Jampidsus Kejagung, nama Febrie melambung karena menangani kasus-kasus mega-korupsi. Pada saat menjabat Dirdik, Jampidsus Febrie menangani korupsi investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang melibatkan berbagai pihak termasuk orang-orang terkaya di Indonesia seperti Benny Tjokrosaputro anak pendiri Batik Keris.

Kemudian, kasus lainnya yang pernah ditangani Febrie antara lain korupsi proyek Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan terakhir terkait dugaan korupsi di PT Timah Tbk yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 300 triliun. Semua kasus yang ditangani Febrie selalu dengan nilai kerugian keuangan negara yang fantastis walau hasil putusan pengadilan menyatakan berbeda.

 

 

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics