
Memacu Pertumbuhan Kredit dengan Mendorong Konsumsi Rumah Tangga dan Daya Beli Masyarakat

Sunarso, Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia/iconomics
Meski Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga acuan 7-Day (Reverse) Repo Rate hingga ke level terendah di 3,50%, tetapi penurunan suku bunga kredit masih kurang agresif. Suku bunga acuan yang rendah memang menjadi salah satu strategi mendorong pertumbuhan kredit yang kemudian pada akhirnya memulihkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi menurut Sunarso, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga juga perlu digenjot.
Sunarso mengatakan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbakan yang saat ini berada di level 83%. Per akhir tahun lalu, dana masyarakat yang ada di perbankan mencapai Rp6.665 triliun dan kredit Rp5.548 triliun. Karena itu, setidaknya pada tahun ini perbakan memang harus menyalurkan kredit sekitar Rp1.000 triliun untuk mencapai LDR 90%.
“Tetapi permasalahannya adalah bagaimana cara menumbuhkan krediti ini? Berbagai upaya juga sudah dilakukan oleh stakeholder, oleh regulator, oleh pemerintah. Antara lain BI terus menerus menurunkan suku bunga acuan 7-Day (Reverse) Repo Rate, bahkan terakhir sudah menjadi 3,5%,” ujar dalam webinar yang diselenggarkan Universitas Indonesia, Kamis (4/3).
Tetapi, Sunarso mengatakan penurunan suku bunga juga ternyata tidak selalu berkorelasi dengan pertumbuhan kredit. Ia mengambil contoh penyaluran KUR di BRI. Sebelum tahun 2015, suku bunga KUR berada di level 22% dan pada saat itu pertumbuhan kredit mencapai 22% hingga 25%. Namun, setelah suku bunga KUR turun menjadi 15% dan bahkan disubsidi pemeirntah sehingga yang dibayar masyarakat hanya 7%, tetapi ternyata pertumbuhan kredit menurutnya tidak mencapai dobel digit. Hanya sekali mencapai dobel digit yaitu tahun 2018.
“Boleh dong disimpulkan bahwa ternyata low rank interest rate tidak serta merta mendorong pertumbuhan kredit. Atau penurunan suku bunga bukan satu-satunya faktor yang bisa mendongkrak pertumbuhan kredit,” ujarnya.
Menurunya, berdasarkan analisis BRI ternyata yang paling elastis terhadap peningkatan pertumbuhan kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masayarkat. “Kalau begitu kebijakan apa yang didorong untuk menumbuhkan kredit dalam rangka menumbuhkan GDP nasional ini? Turun suku bunga iya, tetapi mendorong daya beli masyarakat, mendorong kemampuan belanja masyarakat itu juga menjadi faktor penitng,” ujarnya.
Untuk mendorong daya beli masyarakat, Sunarso mengatakan bisa dilakukan dengan melanjutkan proyek-proyek infrastruktur yang memberikan pekerjaan kepada masyarakat. “Apabila tidak bisa memberikan pekerjaaan, bisa memberikan uang langsung, tetapi itu tidak mendidik, maka sebenarnya yang paling baik adalah memberikan pekerjaan,” ujarnya.
Untuk mendorong konsumsi, ia mengatakan sudah ada kebijakan pembebasan PPnBM untuk pembelian mobil yang mulai berlaku pada Maret ini. Kemudian, kebijakan menaikan Loan to Value (LTV) menajdi 100% sehingga uang muka pembelian properti bisa menjadi nol. Kebijakan muka nol juga berlaku pada kredit kendaraan bermotor.
Leave a reply
