Masalah Sewa Gedung Wisma Mulia I Tak Juga Beres, Laporan Keuangan OJK Diganjar Opini WDP

0
1200

Laporan Keuangan OJK tahun 2023 diganjar opini “Wajar Dengan Pengecualian [WDP]” dari Badan Pemeriksa Keuangan [BPK]. Opini WDP ini baru pertama kali diterima OJK sejak lembaga itu resmi beroperasi pada 2013.

Salah satu penyebab opini WDP itu adalah karena OJK tak kunjung membereskan masalah penyewaan Gedung Wisma Mulia I dengan PT Sanggarcipta Kreasitama, perusahaan milik pengusaha Joko Tjandra. Padahal, penelusuran Theiconomics.com, BPK sudah menyampaikan temuannya atas penyewaan gedung tersebut sejak 2018.

Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng dalam Rapat Kerja dengan OJK pada Rabu (26/6) menyayangkan opini WDP untuk OJK.

Mekeng mengatakan opini WDP ini “sangat memalukan” untuk sebuah lemaba negara yang anggarannya diperoleh dari pungutan industri jasa keuangan, serta melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan.

“Kalau di pasar modal, di bursa, sebuah perusahaan yang go public, dua kali WDP di-suspend langsung,” ujar Mekeng.

Mengutip laporan BPK, Mekeng mengatakan, opini WDP ini terjadi karena adanya masalah yang “ditimbulkan dari awal OJK ini didirikan.”

Namun, ia menambahkan, masalah tersebut tak juga diselesaikan meski OJK sudah mengalami tiga kali pergantian dewan komisioner mulai dari era Muliaman D. Hadad (2013-2017), Wimboh Santoso (2017-2022), hingga saat ini Mahendra Siregar (2022-2027).

“Dan kepemimpinan [dewan komisioner] itu kolektif kolegial. Bayangkan uang publik, yang ditarik dari publik, disewakan sebuah gedung –  yang katanya waktu itu [karena] harus keluar dari Bank Indonesia – [sebesar] Rp400 miliar lebih, [namun] gedung itu sampai detik ini tidak digunakan. Ini sangat memalukan dan menurut hemat saya ini proses pembiaran yang dilakukan oleh OJK,” ujarnya.

Baca Juga :   OJK Sebut Kinerja BPD Kuat dan Tumbuh di Masa Covid-19

Mekeng menyebut, dalam laporan audit OJK tahun 2023 itu, ditemukan ada indikasi kerugian negara.

“Kalau indikasi kerugian negara ini harus dibawa ke aparat penegak hukum. Kalau OJK tidak mau membawa ke aparat penegak hukum, pasti ada pihak lain yang merupakan pihak yang mempunyai legal standing yang mengadukan kepada aparat penegak hukum, bahwa ada kerugian yang ditimbulkan di dalam OJK,” ujarnya.

Mekeng mengingatkan, bila masalah ini tak juga diselesaikan juga pada 2024 ini, maka tahun depan laporan keuangan OJK akan mendapatkan opini yang lebih buruk dari BPK.

“Kalau tahun ini tidak diselesaikan, tahun depan saya yakin disclaimer [tidak menyatakan pendapat]. Dan [kalau] disclaimer, tutup ini OJK, karena tidak proper,” ujarnya.

Apa masalahnya?

Penelusuran Theiconomics.com, perjanjian sewa Gedung Wisma Mulia I dilakukan OJK pada Desember 2016, berdasarkan SPJ-01/MS.4/PPK/PSGKPWM1/2016 tanggal 27 Desember 2016.

Namun, dalam perkembangannya OJK tak memanfaatkan Gedung Wisma Mulai I itu. Padahal, OJK sudah membayar uang sewa untuk beberapa tahun.

Hal ini pun menjadi temuan audit BPK sejak 2018, seperti dilaporkan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2018. Dalam laporan itu disebutkan, meski BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LK OJK) Tahun 2017, namun  BPK memberikan penekanan pada beberapa hal, termasuk soal adanya “beban dibayar dimuka sebesar Rp412,31 miliar atas sewa gedung yang tidak dimanfaatkan.”

Baca Juga :   Minggu Pertama, Bos Baru Standard Chartered Indonesia Langsung Jadi Sukarelawan Literasi Keuangan

Pada khtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2019, BPK kembali memberikan penekanan atas LK OJK Tahun 2018 terkait dengan “beban dibayar dimuka atas sewa gedung yang tidak dimanfaatkan” ini.

Disebutkan bahwa “OJK telah menandatangani Surat Perjanjian Sewa Gedung Wisma Mulia 1 untuk masa sewa selama 3 tahun dengan pembayaran sewa pada tahun 2016 sebesar Rp412,30 miliar dan service charge pada tahun 2018 sebesar Rp57,05 miliar. OJK tidak memanfaatkan Gedung Wisma Mulia I, sehingga Beban Dibayar Dimuka per 31 Desember 2018 sebesar Rp303,12 miliar tidak memiliki manfaat.”

Atas berbagai temuan BPK ini, pada Mei 2020, OJK menggugat PT Sanggarcipta Kreasitama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mengutip Katadata, dalam perkara dengan nomor 373/Pdt.G/2020/PN JKT.SE itu, OJK meminta pengadilan menyatakan penggugat mengalami keadaan kahar/memaksa atau force majeur pada tanggal 10 Oktober 2017 sehubungan dengan tidak adanya perubahan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2014 tentang pungutan oleh OJK.

OJK juga meminta Pengadilan menyatakan batal surat perjanjian untuk melaksanakan paket pekerjaan jasa lainnya, yakni Sewa Gedung Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan di Gedung Wisma Mulia 1 Nomor: SPJ-01/MS.4/PPK/PSGKPWM1/2016 tanggal 27 Desember 2016. 

Selain itu, OJK meminta tergugat mengembalikan biaya yang telah dibayarkan atas sewa Gedung Wisma Mulia 1 dengan nilai sebesar Rp 469,36 miliar. Biaya tersebut terdiri dari biaya sewa periode 17 Januari 2018 hingga 14 Juli 2021 Rp 412,31 miliar, serta biaya jasa pelayanan pada 17 Januari 2018 hingga 16 Januari 2019 sebesar Rp 44,85 miliar periode 1 Maret 2018 hingga 28 Februari 2019 sebesar Rp 12,2 miliar.

Baca Juga :   Komisi XI Tetapkan 7 Komisioner OJK Lewat Musyawarah Mufakat, Berikut Ini Namanya

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam rapat kerja dengan Komisi XI, Rabu (26/6) mengatakan, “segala upaya untuk memanfaatkan gedung tersebut [Wisma Mulia I] sudah dilaksanakan secara maksimal pada  tahun 2019 sampai 2022.”

Kemudian, tambahnya, “ dicapai suatu kesepakatan pada saat itu.” Namun, ia tak menjelaskan kesepkatan yang dimaksud antara OJK dengan pihak mana. Ia juga tak menerangkan hasil dari kesepakatan itu.

“Berkaitan kemungkinan untuk masuk ke dalam ranah penegakan hukum, dapat kami laporkan bahwa sejak hal ini ditemui, lembaga-lembaga penegak hukum memang sudah melakukan proses terhadap isu ini. Jadi, dalam hal itu sebaiknya kami tidak berkomentar lebih jauh,” ujarnya.

Penelusuran Theiconomics.com, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pernah mengusut dugaan kerugian negara dalam penyewaan Gedung Wisma Mulia I,  berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprintlid) Nomor: Print-03/M.1/Fd.1/02/2020 tanggal 18 Februari 2020. 

Bahkan, Penyelidik Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) DKI Jakarta sudah 2 kali menggelar ekspos hasil penyelidikan, yakni pada 26 Agustus 2021 dan 4 Oktober 2021.

Berdasarkan hasil ekpos,  seperti dilansir dari Gatra sampai dengan saat itu belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi terkait kontrak sewa gedung Wisma Mulia 1 dan Mulia 2 oleh OJK.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics