Lewat CEPA, Pemerintah Akan Perjuangkan Sawit Masuk Uni Eropa

0
85
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Pemerintah mengupayakan agar komoditas minyak sawit (biofuel) menjadi salah satu materi dalam pembahasan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (CEPA). Apalagi pembahasan CEPA telah terhenti selama sekitar 2 tahun karena isu minyak sawit ini.

Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan, tindakan itu sebagai bentuk perlawanan pemerintah terhadap kebijakan diskriminasi Renewable Energy Directive 2 (RED 2) Uni Eropa. Pasalnya, Uni Eropa menolak memasukkan sawit ke dalam perundingan.

“EU-CEPA ini sudah tertunda selama 2 tahun lebih, dan masih belum ada persetujuan hingga sekarang. Ini karena EU menuntut agar kelapa sawit tidak dimasukkan dalam negosiasi EU-CEPA, tetapi pemerintah tetap minta agar kita bisa masuk,” kata Tofan di Jakarta, Kamis (5/12).

Tofan menuturkan, pemerintah telah mengancam Uni Eropa sebagai bentuk tekanan agar industri kelapa sawit masuk dalam perundingan CEPA. Ancaman itu antara lain datang dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang akan membatalkan pesanan sekitar 200 unit pesawat Airbus.

Baca Juga :   Revisi Aturan dan 4 Strategi Wapres Kembangkan Ekonomi Syariah

Pun hal serupa datang dari Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar yang mengancam akan menghentikan ekspor nikel ke Uni Eropa karena terkait perusakan lingkungan. Alasan ini, kata Tohfan, sama persis seperti yang dilontarkan Uni Eropa bahwa produk minyak sawit merusak lingkungan.

“(Tapi) Mereka justru mengadukan kita ke World Trade Organisation (WTO),” kata Tofan menambahkan.

Menurut Tofan, produk kelapa sawit penting untuk masuk dalam pembahasan CEPA, terutama untuk menjaga akses ke pasar Uni Eropa. Apalagi ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa mencapai 4 juta ton per tahun, terbesar kedua setelah Tiongkok yang mencapai 6 juta ton per tahun.

“Oleh karena itu, jika CEPA ini diterapkan tanpa masuknya minyak kelapa sawit, maka kita akan repot, karena tidak lama kemudian akan terkena segala macam tarif. Dan itu akan mempercepat pengusiran sawit dari pasar eropa,” kata Tofan.

Soal RED 2 ini, kata Tofan, pihaknya menemukan kriteria-kriteria yang berbeda antara minyak sawit dan minyak soyu. RED 2 ini hanya memblokir minyak sawit tapi tidak dengan minyak soya. Akan tetapi, karena Presiden AS Donald Trump yang memintanya, Uni Eropa langsung mengizinkannya.

Baca Juga :   Investasi Asing Dinilai Penting untuk Membesarkan Startup Indonesia

“Dari situ kita mendapatkan bahan perang lagi terhadap EU, bahwa kriteria yang dikenakan kepada sawit oleh RED 2 itu sebetulnya tidak murni soal lingkungan. Tetapi itu semata-mata upaya perang dagang demi melindungi petani bunga matahari di Eropa,” kata Tofan.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics