
Lembaga Pengelola Investasi di UU Cipta Kerja, untuk Stabilisasi atau Simpanan?

Tangkapan layar YouTube, peneliti Indef Eko Listiyanto/Iconomics
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai salah satu norma yang menarik dan menantang yang terdapat dalam Undang Undang (UU) Cipta Kerja terkait dengan Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Keberadaan LPI ini menarik lantaran menjadi sesuatu yang baru dan belum bisa diperbandingkan dengan UU sebelumnya.
“Jadi, sulit untuk membuat analisis perbandingan. Benar bahwa ini semacam lembaga atau perusahaan, hanya ini milik pemerintah. Karena ia baru, maka ada aspek-aspek yang perlu dicermati ke depannya,”kata peneliti Indef Eko Listiyanto dalam sebuah dikusi secara virtual, Senin (2/11).
Menurut Eko, munculnya wacana LPI ini bermula dari pidato Presiden Joko Widodo ketika menghadiri acara perbankan yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beberapa waktu lalu. Di situ disebutkan bahwa Indonesia membutuhkan sebuah lembaga yang mampu menampung dana-dana yang berasal dari luar negeri dengan tujuan untuk menambah devisa.
Sejak saat itu, kata Eko, wacana pembentukan sebuah lembaga pengelola investasi terus berguli dan mendapatkan tempatnya di UU Cipta Kerja ini. Kemendesakan hadirnya LPI dalam UU Cipta Kerja tampak di Pasal 165 ayat 2. Intinya, LPI bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.
“Kita akan coba bandingkan dengan negara-negara lain tentang tujuan dari LPI ini. Benarkah keberadaannya untuk mendukung pembangunan?” kata Eko.
LPI merujuk kepada bank sentral Australia, kata Eko, terdiri atas beberapa model. Sebagian tujuannya untuk stabilisasi atau simpanan seperti mengelola dana pensiun. Ada juga kombinasi stabilisasi dan simpanan. Lantas bagaimana dengan LPI di Indonesia kelak?
“Biasanya Indonesia itu memilih yang kombinasi. Akan tetapi, perkembangan LPI akan berhasil jika tujuannya mengumpulkan kekayaan dibanding dirancang untuk melindungi anggaran pemerintah dan ekonomi domestik dari volatilitas pendapatan komoditas,” kata Eko.
Leave a reply
