Kuasa Hukum Nasabah Wanaartha Life Minta Kepolisian Jangan Berhenti pada 7 Tersangka

1
1179

Benny Wulur, kuasa hukum beberapa nasabah korban gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) berharap pihak Kepolisian terus melakukan pengembangan penyelidikan dan penyidikan dugaan penggelapan premi nasabah Wanaartha Life.

Sebelumnya pada 1 Agustus lalu, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus), Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini.

Dua dari tujuh tersangka tersebut adalah Manfred Armin Pietruschka (MA) dan Evelina Larasati Fadil (EL), pemilik PT Fadent Consolidated Companies yang merupakan pemegang saham pengendali Wanaartha Life.

“Sebetulnya menurut saya tersangkanya enggak cuma tujuh orang. Mungkin harusnya lebih. Karena, pasti ada yang disuruh juga. Terus yang lain-lain auditornya bagaimana?,” ujar Benny Wulur kepada Theiconomics, beberapa waktu lalu.

Kemudian, karena dalam kasus ini, Kepolisian juga menjerat pemilik Wanaartha Life dengan pasal tindak pidana pencucian uang, Benny meminta kepolisia untuk mengusut tuntas aliran dana tersebut, baik kepada keluarga maupun juga bisnis-bisnis lain yang dimiliki tersangka.

Benny mengambil contoh dalam kasus investasi bodong Binomo, Kepolisian tidak hanya menetapkan Indra Kenz sebagai tersangka. Tetapi, keluarga dan pacarnya pun ditetapkan sebagai tersangka.

“Ini juga [Wanaartha Life], aliran dana itu patut diduga mengalir ke mana-mana. Tolong diusut juga keluarga-keluarga itu. Bila perlu kalau terbukti dijadikan tersangka juga,” ujar Benny.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus), Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membeberkan modus penggelapan premi nasabah yang dilakukan oleh pemilik Wanaartha Life.

Baca Juga :   Nasabah Terkejut OJK Akui Putusan Sirkuler Pembubaran Wanaartha Life

Modus yang dilakukan adalah dengan mengurangi nilai premi atau jumlah polis yang menjadi tanggung jawab perusahaan sejak tahun 2012 hingga awal tahun 2020. Hal ini berdampak pada meningkatnya nilai dividen yang diterima oleh pemegang saham pengendali yaitu PT Fadent Consolidated Companies (PT FCC).

“Pada akhir tahun 2019 premi yang seharusnya tertera pada laporan keuangan PT AJAW adalah sekitar Rp13 triliun dengan jumlah polis sekitar 28.000, namun fakta yang tertuang pada laporan keuangan berada pada angka Rp3 triliun pada tahun 2019 dan Rp7,5 triliun pada tahun 2018. Hal tersebut mengakibatkan deviden yang harus diberikan PT AJAW kepada PT FCC meningkat secara signifikan mencapai sekitar Rp450 Miliar,” beber Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (8/8).

Selain itu, Kepolisian juga menemukan bahwa Manfred Armin Pietruschka, Evelina Larasati Fadil dan Rezananta Fadil Pietruschka menggunakan dana perusahaan untuk kepentingan pribadi seperti untuk entertainment, perjalanan, hotel dan lain-lain mencapai total sekitar Rp 200 miliar.

Manfred Armin Pietruschka juga menggunakan namanya sendiri dan PT FCC untuk melakukan transaksi saham dengan PT AJAW. Salah satu saham dari 16 saham yang ditransaksikan tersebut memiliki kode BEKS dengan nilai total transaksi sekitar Rp 1,4 triliun. Transaksi saham BEKS yang terjadi antara PT AJAW dengan Manfred Armin Pietruschka dan PT FCC tersebut mengakibatkan PT AJAW menderita kerugian senilai Rp 196 miliar. Tetapi kerugian tersebut sekaligus menjadi keuntungan baik Manfred Armin Pietruschka maupun PT FCC.

Baca Juga :   Direksi Wanaartha Life Belum Akui Eksistensi Tim Likuidasi Bentukan Pemegang Saham

Karena itu, sejauh ini pihak Kepolisian menghitung keuntungan yang dinikmati Pemegang Saham atau pemilik mencapai kurang lebih Rp850 miliar dan diperkirakan masih terus bertambah seiring dengan fakta-fakta yang terus ditelusuri.

Selain meminta pihak Kepolisian terus mengembangkan penyidikan dan penyelidikan kasus ini, Benny Wulur juga meminta agar para tersangka segera ditahan. “Kemudian yang masih buron juga cepat dicari dan dibawah pulang ke Indonesia, kalau dia ada di luar negeri, kemudian dilakukan penahanan,” ujar Benny.

Benny juga meminta agar pihak Kepolisian bergerak cepat mengamankan aset-aset yang dimiliki pemegang saham, karena adanya dugaan tindak pidana pencucian uang.

Kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Benny berharap agar para nasabah dilibatkan dalam mengaudit laporan keuangan Wanaartha Life, sesuai dengan kesepakatan dalam pertemuan pada Kamis (2/6) lalu di Kantor OJK.

Nasabah sudah mempersiapkan auditor yang dimaksud, tetapi belum bisa melakukan audit karena pihak manajemen Wanaartha Life meminta adanya persetujuan tertulis dari OJK. Auditor yang ditunjuk oleh nasabah adalah Kantor Akuntan Publik (KAP), Junarto Tjahjadi.

Junarto kepada Theiconomics belum lama ini mengatakan siap melakukan audit terhadap keuangan Wanaartha Life. Menurutnya, berdasarkan analisa laporan keuangan 31 Desember 2020 yang dipublikasikan Wanaartha Life pada 9 Juni 2022, ditemukan beberapa kejanggalan.

Beberpa kejanggalan tersebut, antara lain, pendapatan premi Wanaartha Life pada tahun 2020 mencapai Rp12 triliun, meningkat dari hanya Rp3 triliun pada tahun 2019. Kenaikan pendapatan premi tersebut terjadi pada saat kondisi keuangan Wanaartha Life sedang sulit dan mulai gagal membayar kewajiban kepada para pemegang polis.

Baca Juga :   Nasabah Wanaartha Life Berharap OJK Bisa Hadirkan Pemegang Saham Pengendali

Kemudian pada tahun 2020, saat pendapatan premi naik empat kali lipat, Wanaartha Life justru menderita kerugian mencapai Rp11,1 triliun. Artinya, setiap hari Wanaartha Life menderita kerugian sekitar Rp46 miliar (240 hari kerja).

“Seharusnya mereka melakukan penyetopan atas kerugian, melakukan perbaikan, kemudian memindahkan ke investasi yang tidak berisiko, kemudian menghindari kerugian tambahan agar mereka bisa memenuhi kewajiban kepada pemegang polis” ujar Junarto.

Apalagi, tambah Junaro, komsiaris Wanaartha Life teridiri atas figur-figur yang memiliki rekam jejak yang panjang di industri asuransi. Komisaris Utama yaitu Evelina Larasati Fadil, selain sudah berkiprah panjang di dunia asuransi, juga pernah menjadi ketua umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) yang seharusnya menjadi panutan dalam menerapkan tata kelola perusahaan asuransi yang baik.

“Kalau ruginya sampai Rp11,1 triliun, itu kelewatan. Mestinya kalau dikelola secara profesional, mereka rugi sedikit juga harus mencari alternatif untuk return yang lebih baik dan mereka ada komite untuk investasinya,” ujar Junarto.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

1 comment

  1. Adi 12 August, 2022 at 18:47 Reply

    Busuknya oknum2 yang menghancurkan reputasi asuransi di Indonesia dan memalukan Indonesia.
    Harus dihukum berat dan dimiskinkan

Leave a reply

Iconomics