
KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Triwulan III-2021 Normal

KSSK menggelar konferensi pers pada Rabu (27/10) terkait hasil pertemuan KSSK ke-4 tahun 2021 pada Senin (25/10). KSSK menyimpulkan Stabilitas Sistem Keuangan pada triwulan III 2021 dalam kondisi normal.
Hasil pertemuan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke-4 tahun 2021 pada Senin (25/10) lalu menyimpulkan stabilitas sistem keuangan atau SSK triwulan ketiga tahun 2021 berada dalam kondisi normal seiring dengan penurunan signifikan kasus Covid-19.
Ketua KSSK, Sri Mulyani Indrawati yang juga Menteri Keuangan mengatakan keempat pimpinan lembaga anggota KSSK berkomitmen untuk terus bersama-sama memperkuat sinergi dalam menjaga dan mendukung momentum pemulihan ekonomi dan terus berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan.
KSSK mengantisipasi berbagai perkembangan serta potensi risiko yang bisa mempengaruhi stabilitas sistem keuangan dan bersama-sama akan terus berkoordinasi untuk terus mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
“Antisipasi terhadap berbagai potensi risiko akan dilakukan terutama potensi risiko yang berasal dari lingkungan global dan eksternal,” ujar Sri Mulyani saat konferensi pers, Rabu (27/10).
Selain itu, tambah Sri Mulyani, KSSK bersama Kementerian dan Lembaga akan terus berkoordinasi di dalam menyinergikan kebijakan untuk mendorong agar pemulihan ekonomi nasional dapat terus berlanjut secara berkelanjutan dan memperkuat kemampuan dunia usaha untuk bangkit kembali.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan dengan sinergi yang kuat dengan anggota KSSK lainnya, Bank Indonesia terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan Bank Indonesia baik dari sisi moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran baik untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, maupun juga untuk mendukung upaya bersama untuk memulihkan ekonomi lebih lanjut.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia, antara lain tetap mempertahankan kebijakan suku bunga rendah BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%.
Dari sisi kebijakan makro prudensial, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kredit dan pembiayan sektor keuangan kepada dunia usaha sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional . Kebijakan tersebut adalah mempertahankan (1) rasio Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0% (2) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94% dan (3) rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% untuk perbankan konvensional dan 4,5% untuk perbankan syariah dengan fleksibilitas dapat direpokan kepada Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga melanjutkan ketentuan pelonggaran uang muka kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru serta melanjutkan program rasio Loan to Value/Financing to Value kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% atau DP 0% untuk bank yang memenuhhi NPL atau NPF tertentu.
“Pelonggaran kebijakan makroprudensial ini kami putuskan sampai dengan akhir tahun 2022 sesuai UU No.2/2020 dan juga kemungkinan dapat diperpanjang sampai 2023 sesuai dengan kebutuhan untuk memastikan kredit dan pembiayaan dari sektor keuangan kepada dunia usaha terus dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional,”ujar Perry.
Untuk sistem pembayaran Bank Indonesia, antara lain, terus mempercepat digitaisasi sistem pembayaran untuk mengintegrasikan ekosistem ekonomi keuangan digital nasional sebagai sumber dan pendukung pemulihan ekonomi nasional.
Bank Indonesia bersama industri juga mulai mengimplementasikan BI-FAST yaitu infrastrutur pembayaran ritel dengan nilai sampai dengan Rp250 juta, mulai Desember 2021.
Ketua Dewan Komisoner OJK, Wimboh Santoso mengatakan sektor jasa keuangan selama triwulan ketiga 2021 terpantau stabil. Hal ini, tambahnya, tidak terlepas dari kebijakan akomodatif dari anggota KSSK.
“Di sektor keuangan kami arahanya akan tetap lebih akomodaitf untuk mendukung pemulihan terutama terkait dengan intermediasi perbankan,” ujar Wimboh.
Ketua Dewan Komisoner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pada September 2021, LPS kembali menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan rupiah pada bank umum dan BPR masing-masing 50 bps menjadi 3,5% dan 6%. Tingkat bunga penjaminan untuk simpanan valuta asing pada bank umum diturunkan sebesar 25 bps menjadi 0,25%.
“Penurunan tingkat bunga penjaminan diharapakan akan mendorong penuruan suku bunga simpanan dan yang selanjutnya dapat menurunkan suku bunga kredit,” ujar Purbaya.
Leave a reply
